Membangun bisnis atau berkarier di perusahaan startup nyatanya bukan tren musiman di kalangan generasi milenial maupun juniornya, generasi Z. Thanks to our beloved unicorn! Karena kesuksesan kalian nyatanya menjadi wake up call bagi muda-mudi Indonesia untuk turut memajukan perekonomian indonesia lewat entrepreneurship.
Sebagai bentuk dukungan bagi insan muda yang merintis bisnis, Vikra Ijas (Co-Founder Kitabisa.com), Yohanes Sugihtononugroho (Co-Founder Crowde), dan Imron Hamzah (Founder Anterin) berbagi kisah dan pengalaman mereka lewat diskusi kasual bertajuk “Are You Ready to Startup”, yang diadakan New Ventures Innovation (NVI) Prasetiya Mulya dan Lingkaran.co, pada Kamis (9/7), di Conclave Wijaya, Jakarta Selatan.
Ketiga sosok yang menduduki C-level dalam perusahaanya ini bersedia meminjamkan ‘kacamata’ mereka, agar audiens bisa melihat lebih jauh faktor-faktor apa saja yang berpotensi memicu kegagalan dalam membangun startup. Well, selamat menyerap ilmu segar di hari ini, Prasmulyan!
- Orientasi bisnismu hanya profit margin? coba deh dipikir ulang.
Jauh sebelum Crowde berdiri, Yohanes Sugihtononugroho (Alumnus S1 Prasetiya Mulya 2011) menemui banyak kendala yang berujung kegagalan dalam bisnisnya. Pria yang akrab disapa Oyong ini bercerita, ihwal kegagalannya ternyata berasal dari penentuan orientasi bisnis yang tidak jitu.
“Dulu bisnis yang saya bangun selalu fokus ke profit margin. Menurut pengalaman saya, tidak ada bisnis yang berhasil ketika hanya terpaku dengan profit margin,” kata Oyong.
Setelah beberapa kali berpapasan dengan kerugian, Oyong dan rekannya mengubah orientasi bisnisnya menjadi lebih impactful. Melalui Crowde, ia mendigitalisasi konsep patungan dan gotong royong yang ada di Indonesia menjadi lebih modern. Harapannya, platform Crowde bisa memudahkan para investor untuk melakukan pemodalan kepada petani.
“Crowde kami bangun karena cita-cita ingin merevolusi industri agrikultur, sehingga petani yang notabene ngasih makan kita setiap hari juga bisa sejahtera hidupnya,” ucap pria yang terpilih sebagai Forbes 30 under 30 Asia berkat Crowde ini. Dengan goal tersebut, Crowde yang awalnya hanya berasal dari diskusi Whatsapp group membuktikan berkembang lebih matang menjadi platform yang punya dampak.
- Kalau Value proposition dan market fit-nya tak jelas, produk keren bukan jaminan sukses!
Keren saja tidak cukup untuk membuat produkmu laris di pasaran. Sebuah bisnis startup harus bisa menentukan value proposition, yakni keunikan produk yang bisa menjawab kebutuhan pasar yang dituju. Kendala menurut Vikra, pendiri bisnis startup seringkali terjebak dengan idealisme ketika menentukan value proposition bisnis.
“Menurut idealisme, produk ini keren dan pasti laku. Tapi ketika value proposition tersebut ditawarkan, produknya kok malah nggak terpakai? Itu artinya antara values proposition dan market fit-nya nggak ketemu,” jelas Vikra.
Pria yang awalnya menjabat sebagai Chief Marketing Officer di Kitabisa.com ini pun belajar dari para startup unicorn tanah air, salah satu kunci kesuksesan sebuah bisnis startup adalah value proposition yang jelas, sesuai, dan mudah dimengerti target pasarnya.
Sempat menemukan kegagalan dan melewati trial and error selama 2 tahun demi ‘jualan’ Kitabisa.com ke market satu dan lainnya, Kitabisa.com akhrinya bisa menentukan value proposition yang matang setelah 6 tahun berdiri. “Dulu, kami nawarin produk ini ke makers space, aktivis sosial, hingga kampus-kampus, tapi ternyata marketnya belum siap,” papar Vikra. Dari perjalanan panjang tersebut, akhirnya Vikra mengetahui bahwa value dari produk Kitabisa.com saat ini adalah campaign bernuansa sosial seperti medis dan pendidikan.
- Mudah goyah karena peluang
Setiap hal yang dikerjakan dengan tepat, pasti mendatangkan peluang yang makin banyak. Peluang-peluang tersebut akan banyak kalian temukan saat menapaki scalling stage. Menurut pengalaman Oyong, peluang bisa menyesatkan jika tak dipilih berdasarkan pemikiran yang matang.
Ia berkata, “Opportunities makin hari makin banyak. Semakin berkembang, pelaku startup pasti makin centil untuk coba sana-sini, di tahap inilah bisa jadi tujuan kalian malah berubah arah.” So, mutlak adanya untuk stick with the plan dan tahu apa konsekuensi ketika melangkah, Prasmulyan!
- Irit dalam berbagi ilmu
Kompetisi di dunia bisnis memang menjadi sesuatu yang tak terelakkan. Tapi bukan berarti kamu jadi pelit berbagi ilmu dengan sesama rekan startup-mu, lho! karena tanpa rekan bercerita dan bertukar ilmu, membangun bisnis startup akan menjadi perjalanan panjang, sunyi, dan melehakan.
“Dulu pas Kitabisa.com masih di tahap awal, gue banyak dapat ilmu dari Ahmad Zaki Bukalapak, teman-teman di Gojek, bahkan dari komunitas pelaku startup. Mungkin tanpa ilmu dan masukan berharga dari mereka, sekarang Kitabisa.com belum jadi apa-apa,” tutur Vikra.
Selain alasan tersebut, kamu yang irit dalam berbagi ilmu juga bisa kehilangan banyak momentum emas. Karena biasanya, dengan saling bertukar pikiranlah kalian bisa menemukan solusi terhadap permasalahamu misalnya dalam mencari partner, investor, bahkan mentor!
- Modal bukan hanya uang,uang, dan uang!
Tak melulu soal uang, CEO Anterin Imron Hamzah (Alumnus MM Prasetiya Mulya) menutup poin ini dengan insightnya, bahwa modal dalam mendirikan startup bukan hanya dana atau uang. Ia mengatakan,“Modal yang tak kalah penting dalam membangun bisnis startup adalah tim yang solid dan mentor.”
Gimana Prasmulyan, sudah siap membangun bisnis startup-mu? Let’s hacking the high growth paths with NVI Prasetiya Mulya. (VIO)
Add comment