Sabrina Indriani tahu betul rasanya dikejar oleh berbagai macam deadline dalam satu waktu sekaligus. Ketika ia mulai merasa sesak oleh tugas yang menggunung, alumnus Magister Manajemen (MM) Reguler angkatan 53 Prasetiya Mulya ini mengadopsi sebuah teori time management yang ia anggap ampuh mengatasi segala masalahnya. Dalam kegiatan Orientation Week (15/5) yang diadakan untuk menyambut mahasiswa baru MMR 61, Sabrina hadir sebagai pembicara untuk sesi Alumni Sharing. Di sini, ia beberkan “rahasia”-nya.
Memikul Beragam Tanggung Jawab
Sabrina merupakan sosok yang outgoing dan aktif, terbukti ketika ia menduduki posisi President of Management Society pada tahun 2016. Namun memasuki 2017, tanggung jawabnya mulai menumpuk satu per satu. Awalnya, ia harus mengerjakan tugas mata kuliah Business Plan bersama kelompok sembari mempersiapkan pernikahannya yang berlangsung di Yogyakarta. Kemudian di tahun yang sama, ia diterima di perusahaan startup Unicorn tersohor, Go-Jek.
“Setelah bekerja di kantor selama 8 jam, saya harus ke kampus untuk melakukan konsultasi serta revisi Business Plan,” kenang Sabrina. “Udah gitu, saya juga harus ada di Yogyakarta setiap dua minggu sekali untuk wedding planning.”
Walaupun perempuan yang menjabat sebagai Brand Partnership Supervisor di Go Deals tersebut berhasil menuntaskan Business Plan dan menjalankan pernikahan, kejutan tidak berhenti di situ. Di tengah riuhnya tugas akhir sebagai syarat kelulusan dari MM Prasetiya Mulya, Sabrina mendapati bahwa ia mengandung anak pertamanya. “Waktu itu rasanya nggak tepat banget,” ia mengaku. “Waktu itu langsung merasa nggak punya waktu.”
Time is Tempting
Dari pengalaman tersebut, Sabrina sadar betapa berharganya waktu. Selain menjalankan rutinitas, ia masih ingin memenuhi tuntutan bersosialisasi dan bersantai. Ia menyampaikan bahwa ada beberapa faktor yang bisa membuat time management kacau balau sehingga menggagalkan segala kepentingan.
“Saya dulu nggak percaya dengan orang lain,” kata Sabrina. “Semua tugas mau dikerjakan sendiri. Padahal, kita harus tahu batas kemampuan masing-masing dan percaya bahwa ada beberapa pekerjaan yang bisa dioper ke orang lain.”
“Time is tempting, if you don’t have a priority.”
Berikutnya, ia menyarankan untuk mengurangi sifat perfeksionis. Dalam porsi berlebihan, sifat yang cenderung dianggap positif tersebut justru dapat menjadi hambatan, terutama dalam tugas berkelompok.
Kebiasaan menunda pekerjaan dan menunggu inspirasi juga masuk ke dalam daftar Sabrina tentang faktor perecok time management. Terakhir, Sabrina menyebut satu perilaku yang dimiliki banyak orang. “Jangan takut menolak permintaan,” ujarnya. “Kadang, kita mau melakukan sesuatu demi menyenangkan orang lain, padahal itu bukan kewajiban kita.”
Eisenhower Box
Ketika merasa tidak ada waktu, tugas-tugas justru terbengkalai. Untuk mengubah pola pikirnya mengenai waktu, Sabrina mengacu pada satu teori yang ia pelajari di Prasmul, yakni Eisenhower Box. Mengaplikasikan metode tersebut, Sabrina dapat memilah prioritas dan memenuhi tanggung jawab tanpa panik dan stres.
“Dengan format ini, saya jadi lebih fokus menentukan prioritas,” Sabrina menjelaskan. “Misalnya saat itu, saya masukkan final submission Business Plan dan meeting penting ke dalam kolom ‘DO’. Olahraga juga penting karena saat itu saya hamil, tapi itu bisa ditunda jadi minggu depan sehingga saya letakkan di kolom ‘DECIDE’. Menjadwalkan acara syukuran bisa saya delegasikan ke orang lain, sedangkan hal seperti pergi ke mall saya delete.”
“Jangan kerja keras, tapi kerja cerdas.”
Sabrina menyatakan bahwa ia mengisi box ini setiap satu bulan untuk meninjau pekerjaan apa yang sedang mendesak saat itu. Setelah terbiasa, ia lihat bahwa pekerjaan prioritasnya tidak terlalu banyak, hanya 3-5 butir saja. Sebagian besar kegiatan yang ia pikir merupakan sumber masalah ternyata dapat ditunda, diambil alih orang lain, atau bahkan dihilangkan. Pada akhirnya, ia dapat menyisihkan waktu untuk bergaul dan beristirahat.
Menjadi Pribadi Tangguh
Sejak lulus dari Prasmul, Sabrina menjadi pribadi yang lebih tangguh dan pintar. Dinamika perkuliahan yang cepat serupa dengan bekerja di startup, sesuai dengan arah kariernya saat ini. Sabrina pun menyampaikan bahwa walaupun sempat dilanda krisis waktu, ia menikmati dan merindukan masa-masanya berkuliah.
“Pekerjaan saya sekarang pun didapatkan dari kegiatan Career Day Prasmul,” ungkap Sabrina. “Hari itu saya interview dengan puluhan perusahaan yang hadir di Career Day. Go-Jek merupakan perusahaan terakhir yang mewawancarai saya.”
Dengan keberadaan Career Development Center (CDC) dan Alumni Network, Sabrina menyatakan bahwa seluruh Prasmulyan pasti akan dirangkul oleh kampus. Kepada mahasiswa baru Prasetiya Mulya, ia berpesan, “Just enjoy the ride. Apapun career goals kalian, Prasmul pasti akan mendukung. Kalian berada di jalur yang tepat, tinggal tentukan kaki kalian mau dibawa ke mana.”
Add comment