Waktu memasuki dunia kerja nanti, kamu akan berhadapan dengan rekan dari beragam latar belakang. Demi kelancaran bertugas dan keharmonisan di kantor, kamu harus dapat menyesuaikan diri dengan cara berkomunikasi, berpikir, dan kecepatan bekerja mereka. Terlebih lagi jika kamu berkooperasi dengan seseorang dari negara asing, yang selain memiliki bahasa berbeda, juga mengadopsi etos kerja yang lain dengan masyarakat Indonesia.
Untungnya, mahasiswa Universitas Prasetiya Mulya sudah dilatih sejak semester satu mengenai adaptasi. Mengambil satu langkah lebih maju, Prasmul berkolaborasi dengan Singapore University of Technology and Design (SUTD) dalam joint program berbentuk student exchange jangka pendek. Berlangsung pada 17-24 Januari 2020 lalu, para mahasiswa tahun pertama SUTD melebur bersama Prasmulyan 2018 untuk memadu ilmu, mempertajam global mindset, dan lebih penting lagi, menjalin pertemanan.
Satu Minggu Membuat Prototipe
Mengusung tema “Introduction to Design & Entrepreneurship”, para peserta program disuguhi serangkaian aktivitas yang berkaitan dengan desain dan kewirausahaan, seperti sesi kelas, workshop, dan company visit ke showroom salah satu perusahaan kolaborator Prasmul, Vivere. Karena pembuatan prototipe merupakan goal akhir, program dibuka dengan pembagian kelompok secara adil agar masing-masing memiliki perwakilan dari tiap negara, kemudian group discussion untuk segera menyusun rencana desain.
Peserta dikelompokkan menjadi 7 grup, masing-masing memiliki perwakilan dari setiap negara.
“Kami diminta untuk merancang sebuah kursi yang bio-inspired,” Jervis, mahasiswa SUTD, menjelaskan. “Artinya, kami harus melihat sekitar dan mengintegrasikan alam ke dalam desain kursi, baik secara wujud maupun fungsi.”
Medelyn Angel, Prasmulyan S1 Product Design Engineering, menemukan bahwa bahasa bukan satu-satunya barikade yang harus dilewati ketika bekerja sama dengan orang asing. “Aku lihat, ketika Singaporean mau melakukan sesuatu, mereka memikirkannya dahulu matang-matang,” ungkapnya. “Kebanyakan masyarakat Indonesia cenderung langsung terjun dan mengandalkan trial and error. Hal tersebut mengubah mindset-ku.”
Bekerja sama, para peserta membuat prototipe kursi yang bio-inspired.
“Singaporeans and Indonesians have different ways of thinking. We have to find the balance between calculating and doing. I’m glad our team did what we did.” – Jervis, Mahasiswa SUTD
Namun bukan hitam dan putih, kedua teknik memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Justru, mahasiswi SUTD bernama Cherie mengaku takjub dengan cara bekerja Angel. “Setelah melihat hasil akhir, menurutku langsung mengerjakan proyek merupakan keputusan yang benar,” ia mengatakan. “Kami mencari solusi sembari berjalan.”
Reuni Kembali di Singapura
Karya-karya mahasiswa terinspirasi dari alam serta budaya Indonesia.
Ragam prototipe unik rancangan setiap kelompok dipamerkan pada hari terakhir program. Setia pada konsep bio-inspired, setiap desain juga menonjolkan unsur Indonesia. Dr. Zaki S. Saldi (Kepala Program Studi Product Design Engineering School of Applied STEM Prasetiya Mulya), menyatakan bahwa antusiasme dan kerja keras peserta sangat tinggi. Bahkan, mereka sampai survei ke Taman Mini Indonesia Indah untuk mencari inspirasi budaya dan tradisi.
“Wawasan, keterampilan, dan networking yang didapatkan dari proyek ini diharapkan dapat dimanfaatkan dengan baik dalam karier mereka nanti,” ujar Dr. Zaki. “Terutama untuk memajukan bisnis dan kewirausahaan berbasis pengembangan produk di Indonesia.”
Walaupun sebagian besar peserta Prasetiya Mulya berasal dari S1 Product Design Engineering, program ini juga diikuti oleh mahasiswa dari jurusan S1 International Business Law, S1 Business, serta S1 Finance & Banking.
Pada bulan Maret mendatang, peserta Prasmul akan mendapatkan giliran bertamu ke kampus SUTD untuk melanjutkan fase kedua dari joint program ini. Dr. Mohan Rajesh Elara (Assistant Professor Engineering Product Development Pillar Singapore University of Technology) ingin seluruh peserta menghasilkan prototipe high-fidelity karena kegiatan terakhir yang akan mereka lakukan adalah pitching di hadapan investor berpotensi Singapura. Semakin seru, karya mereka juga akan didaftarkan dalam A’Design Award, kompetisi desain prestisius dari Italia.
“Walaupun ada kesamaan dalam perihal pertumbuhan, SUTD dan Prasetiya Mulya punya kekuatan berbeda,” Dr. Mohan menerangkan. “Di mana SUTD adalah technologically-oriented, Prasetiya Mulya unggul dari segi ilmu bisnis. Dalam membuat prototipe, mahasiswanya juga mempertimbangkan komersialisasi. Keduanya bisa saling melengkapi.”
Pertemuan Singkat tapi Melekat
Kesuksesan mahasiswa dalam melewati batas-batas bahasa dan kultur demi membangun sebuah proyek merupakan satu hal yang dapat diambil dari joint program ini. Namun lebih dari itu, para peserta dari kedua belah universitas mengaku bahwa ilmu yang mereka panen lebih dari desain dan kewirausahaan.
“Kami menghabiskan banyak waktu untuk mengenali satu sama lain,” Angel menyatakan. “Bagiku, menarik banget melihat mereka kagum dengan hal yang sangat umum di Indonesia. Misalnya ketika Cherie pertama kali mengendarai sepeda motor. Itu jadi salah satu kenangan paling memorable selama program ini!”
Jervis menambahkan, “Aku tidak sabar untuk teman-teman Prasetiya Mulya datang ke SUTD karena nanti jadi giliran kami memperlihatkan Singapura. Aku mau menunjukkan lingkungan sekitar, makanan kami, kampus kami. Walaupun proyek harus tetap dijalankan, mengenalkan budaya satu sama lain juga hal yang tidak kalah penting dalam program student exchange.”
Add comment