Sejak bulan April lalu, masyarakat Indonesia telah menjalankan social distancing, terutama setelah penetapan pemerintah mengenai Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB), untuk melawan pandemi COVID-19. Dampaknya, banyak gedung, kendaraan, serta proyek yang terbengkalai sehingga konsumsi listrik dan demand bahan bakar menurun secara drastis. Kondisi ini mengundang pertanyaan penting, yakni bagaimana kedudukan industri energi di era “New Normal” nanti?
“Permintaan bahan bakar dunia menurun hingga 20%,” ungkap Paul Raftery, CEO Project RH Australia, dalam webinar Energy Sector Responds to the COVID-19 Outbreak: The Way Forward pada hari Rabu (3/6) kemarin. “Pola konsumsi berubah dan juga ada ketakutan seputar pengangguran.”
Prof. Yudi Samyudia, Ph.D., Wakil Rektor Universitas Prasetiya Mulya sekaligus Profesor di S1 Renewable Energy Engineering, turut menambahkan, “Sebelum COVID-19, sektor energi sangat dipengaruhi oleh makroekonomi, geopolitik, lingkungan bisnis, serta teknologi. Sekarang, kita harus learn on the fly dan beradaptasi secara cepat.”
Menurut Prof. Yudi, karena pandemi COVID-19 merupakan fenomena baru, masa depan sektor energi hampir tidak mungkin bisa diproyeksikan berdasarkan pengalaman dan keahlian semata. Dalam menghadapi ini, para praktisi sebaiknya berkolaborasi, mencari makna baru untuk sektor energi, serta mengeksplorasi segala opsi, termasuk renewable energy.
Optimisme untuk Industri Energi
Meskipun perombakan terhadap proyek, logistik, transportasi, dan ekspor-impor akan sulit dihindari, Paul mengutarakan optimisme terhadap masa depan industri energi, khususnya di Indonesia. Melihat sumber daya alam berlimpah serta ekonomi yang dimotivasi oleh demand, ia memiliki harapan realistis bahwa kemunduran yang sedang dialami saat ini hanyalah tantangan jangka-pendek.
“Energi bukan lagi sebuah kemewahan bagi sebagian besar masyarakat,” ungkap Paul. “Masyarakat menganggap penerangan, pendinginan, televisi, dan internet sebagai kebutuhan dasar. Jadi, menurut saya, angka permintaan akan terus bertumbuh dan menjadi variatif. It will not go backwards.”
Menyetujui sentimen ini adalah Bapak Adrian Lembong, Director of Technology PT Adaro Power. Tidak hanya percaya bahwa konsumsi energi akan kembali seperti semula, ia juga meyakini bahwa sektor energi akan mengalihkan fokus ke proyek-proyek berbasis renewable energy.
“Sebenarnya, sebelum pandemi, sudah ada sejumlah proyek dari perusahaan energi yang mengarah ke renewable energy,” Bapak Adrian menjelaskan. “Pandemi ini menegaskan pentingnya peralihan tersebut.”
Bapak Adrian menyampaikan bahwa saat ini, sudah ada setidaknya tiga perusahaan energi di Indonesia yang mampu memproduksi panel surya. Skala proyek-proyek renewable energy yang lebih kecil dan hemat pun ia anggap lebih achievable di masa “New Normal”, sehingga meningkatkan probabilitas pelaksanaannya.
“Berdasarkan laporan dari International Renewable Energy Agency, bisnis startup renewable energy di Amerika Serikat membuka lapangan kerja baru,” Prof. Yudi mengatakan. “Di Indonesia juga bisa diprediksi sama, misalnya saja dengan menggantikan transportasi dengan motor elektrik. Pabrik baterai kendaraan listrik di Morowali, Sulawesi pun sudah menghasilkan lapangan kerja yang signifikan.”
Menutup diskusi, Paul memberikan pesan bagi para pelajar, terutama yang sedang mengampu bidang energi seperti mahasiswa S1 Renewable Energy Engineering Prasetiya Mulya. “Mereka harus fleksibel, inovatif, dan mampu mengambil kesempatan. Ini merupakan momen yang menarik. Kita akan menciptakan aturan baru. Dunia akan berubah karena kita.”
Energy Sector Responds to the COVID-19 Outbreak: The Way Forward merupakan webinar oleh Universitas Prasetiya Mulya yang dilaksanakan melalui Google Meet pada hari Rabu, 2 Juni 2020. Ajang ini dimoderatori oleh Ibu Faizah Sari, Ph.D, Faculty Member dan Head of Work-Integrated Learning/Co-op Education Universitas Prasetiya Mulya dan dihadiri oleh mahasiswa S1 Renewable Energy Engineering Prasetiya Mulya serta peserta umum.
Add comment