Di antara deretan startup agritech terkemuka Indonesia, Eden Farm terkenal cemerlang menghubungkan petani secara end-to-end dengan bisnis F&B berskala besar. Siapa sangka, bisnis rintisan peraih Dean’s List MM Prasetiya Mulya ini bermula dari usaha menjajakan hasil panen seorang diri, di tengah ambang kebangkrutan.
Perjalanan berbisnis David dimulai tatkala ia selesai mengenyam pendidikan arsitektur. Sang ayah, pengusaha yang tidak sempat melengkapi pendidikan wajib belajar 9 tahun, merupakan panutannya dalam bekerja keras serta memimpin. Menemukan panggilan untuk berbisnis, David mantap mengasah kemampuan manajemen di MM Regular Prasetiya Mulya. Inilah kisah David Gunawan!
Gigih Memanfaatkan Peluang
Lingkungan yang mendukung dengan kehadiran Faculty Member serta rekan dari berbagai latar belakang mendorong David untuk merintis banyak usaha, mulai dari bisnis konveksi, buku, hingga logistik.
“Di MMR saya sadar bahwa ternyata harus berusaha keras dulu sampai bisa, barulah suatu profesi bisa menjadi passion.” pungkasnya. “Pemikiran bebal saya dulu, masa anak S2 ngirim barang dari satu titik ke titik lain saja nggak bisa. Eh, ternyata bener nggak bisa karena pada praktiknya, masuk ke red ocean memang sesusah itu,” guyon David.
Saat itulah pembelajaran baru tertanam di benaknya, bahwa tidak cukup pintar jika hanya berpatokan pada pemikiran kita. “Kalau bisa mengekspos diri dengan belajar dan mencari tahu hal baru, ketekunan akan membuat kita menemukan jalan,” tutur David.
Ketika hanya usaha logistik yang tersisa, hantaman kompetitor serta perkara kurir yang tak ada habisnya membuat David menemukan titik terendah dalam berbisnis. Dalih mencari teman bercerita, toko bukulah yang pertama dituju David hingga sebuah bacaan hidroponik menarik perhatiannya.
Di ambang kebangkrutan bisnis logistik tersebut, David cepat memutar otak untuk memperoleh pendanaan baru, dengan mengajak kerjasama partnernya di Prasetiya Mulya. Menumpang di lahan seluas 1.000 meter2, bahkan hingga mengagunkan rumah pribadinya untuk memperoleh modal awal, David gigih membangun usaha yang disebutnya Eden Farm.
Sembari berbisnis, David tak lupa belajar melalui feedback langsung dari konsumen, termasuk menghampiri dari satu kedai ke kedai lainnya untuk menawarkan hasil panen. “Lewat obrolan dengan konsumen, akhirnya saya menemukan value yang tepat bagi Eden Farm, yakni kualitas dan harga yang konsisten,” ungkap David.
Berhasil atau Gulung Tikar
Beruntungnya David ketika kesempatan menghampiri untuk didukung akselerator terkemuka dunia, Y Combinator. Namun, tantangan baru muncul, saat Eden Farm yang memiliki banyak piutang tak punya dana cukup untuk membiayai perjalanan pitching ke Amerika. Dilema terjadi sebab biaya pasti dikeluarkan, namun pendanaan belum pasti berhasil dimenangkan.
Bermodal semangat dan dana seadanya, nama Eden Farm dibawa David bersama tim menuju negeri Paman Sam. “Awalnya kami cuma punya uang untuk menginap seminggu, dan itu uang terakhir Eden Farm.” pungkas David. “Kalau nggak keterima, ya sudah kita pulang miskin,” sambungnya.
Presentasi 15 menit berlalu, dan benar, keberhasilan berada pada pihak David. Suntikan dana berhasil diperoleh dan inovasi pun terus dilakukan, terlebih di masa pandemi. Kini, Eden Farm berhasil menjadi distributor bagi 20 ribu UMKM, 2 ribu supplier, dan 25 partner startup.
Titik-Titik Peluang yang Mendatangkan Kebahagiaan
Bagi David, rangkaian perjalanan bisnisnya adalah dots atau titik-titik peluang yang ia manfaatkan dengan prinsip ‘kurang pintar’.
“Contohnya saja kalau saya keukeuh dengan pemikiran bahwa bekerja dengan tengkulak merugikan, saya tidak akan tahu kalau ada tengkulak baik yang memperoleh sayur dari pengepulan desa, dan bahwa petani di desa dapat diajak bekerja sama,” cerita David.
“Dari awal, itu semua nggak kepikiran. Tapi ketika kita mau belajar, akhirnya terbentuk gambaran besar supply chain, sehingga Eden Farm menjadi satu-satunya yang memenuhi hampir 100% kebutuhan konsumen, di saat rata-rata hanya 80%,” lanjutnya.
“Kita itu punya banyak dots di sekitar kita. Tapi kalau kita nggak punya kerendahan hati untuk cari tahu, belajar, dan bertumbuh, kita nggak bisa connecting the dots.”
Meski demikian, kepopuleran Eden Farm saat ini bukanlah tujuan utama David. “Yang membuat saya bahagia itu hanya satu, membantu banyak petani,” ujarnya.
Baginya, kita yang memiliki privilege untuk mengenyam pendidikan mempunyai tanggung jawab moral untuk membantu mengangkat derajat yang kurang mampu serta anak-cucu mereka. Sehingga desa berkembang, dan penduduk pun semakin sejahtera.
Seperti David, klik gambar di bawah ini untuk mengetahui kisah sukses para alumni lainnya!
Add comment