Lulusan SMK? Jangan khawatir, kamu bisa punya kesempatan sama untuk melanjutkan studi! Tidak hanya karena banyak universitas yang membuka peluang untuk lulusan vokasi, tetapi juga karena mulainya banyak pembicaraan tentang pendidikan yang inklusif.
Bagi beberapa kalangan, pandangan mereka akan lulusan SMK masih terlekat pada stereotip cakupan pengetahuan yang cenderung sempit dan spesifik pada satu bidang saja. Inilah mengapa, Jumat (1/7) lalu, Universitas Prasetiya Mulya membuka forum dalam kunjungan CEO SMK, yang menjadi wadah diskusi dan pelatihan pendidikan kewirausahaan bagi para kepala SMK.
Prof. Agus W. Soehadi selaku Wakil Rektor 1 Universitas Prasetiya Mulya menganggap bahwa murid-murid SMK memegang potensi yang begitu besar dan butuh sistem pendidikan yang optimal.
Diawali dengan campus tour, acara ini kemudian dilanjutkan dengan sesi materi yang membahas beragam topik seputar menjalankan bisnis, seperti manajemen inovasi, CEO DNA, menciptakan nilai, formulasi dan eksekusi strategi, dan mengelola perubahan.
Layaknya topik yang terakhir, Prof. Agus menyatakan bahwa ada beberapa aspek yang perlu menjadi perhatian dalam kurikulum SMK agar semakin optimal. Apa saja hal tersebut? Berikut adalah rangkuman sorotan Prof. Agus.
Membangun Fondasi Komunitas yang Kuat dan Meluas
Memiliki teman sejawat dan seperjuangan adalah hal yang terbaik bagi orang-orang muda, terlebih mereka yang masih baru di dalam bidang mereka. Melalui perkumpulan rekan-rekan, seseorang dapat menemukan sosok mentor, kolaborator, mitra, atau bahkan pekerjaan.
“Sebaiknya kita (institusi pendidikan termasuk SMK) aktif berbaur dengan komunitas-komunitas. Karena pertanyaan yang sering muncul adalah, bagaimana anak-anak kita bisa berkontribusi untuk perusahaan? Ya, kita provide talent untuk industri. Kita bisa buka jalur, melalui asosiasi atau komunitas untuk networking para murid,” tutur Prof. Agus.
Menyisipkan Ilmu yang Mampu Memberikan Leverage kepada Bidang Utama
Terkadang, ilmu yang niche dan spesifik sekali adalah hal yang baik. Namun untuk mengaplikasikan pengetahuan tersebut, seseorang akan membutuhkan “media jembatan”. Prof. Agus mengandaikan seorang siswa yang berkutat di bidang pangan dan bercita-cita membuka warung waralaba.
“Start-nya dari satu unit, targetnya beberapa cabang. Tapi praktiknya gimana? Kan terbatas sekali pilihannya (tanpa dampingan ilmu penyokong),” tutur pria tersebut. “Tapi kalau kita tambahkan kemampuan wirausaha, bagaimana mengelola suatu usaha, kompetensi menilik standar kualitas bahan secara cepat, itu mungkin bisa berkembang dari satu warung ke beberapa cabang nantinya.”
Memberikan Panggung Untuk Anak Muda
Setiap masa, kita akan melihat pergantian generasi. Perubahan ini kadang membawa ketakutan pada generasi senior dan junior–generasi pendahulu takut kehilangan kesempatan untuk meninggalkan lebih banyak legacy, dan generasi penerus takut kurang berkompetensi ketika mengambil alih. Namun, kesenjangan dan ketakutan ini tidak akan terjadi jika ada sinergi yang mumpuni.
“Kerja kan, nggak cuma dateng jam 8 pulang jam 5, pasti ada legacy yang ingin dihasilkan. Kita diskusikan legacy apa yang bisa dibuat, nah kita support.” Profesor Agus juga mengaitkan taktik ini dengan asal mula Prasmul. Dari yang angkanya bertambah pada tiap angkatan, menambah program pendidikan S1, hingga membuka kampus baru di BSD. Semuanya punya satu kesamaan, yaitu: “Perkembangan seperti ini semua berawal dari generasi muda. Dengarkan apa yang dibicarakan oleh siswa. Kadang, yang muda jadi tidak bisa ambil alih in-charge karena merasa sudah ada yang lebih tua.”
Add comment