Bagaimana rasanya berduka? Jawabannya tak keruan, dari sedih, marah, tak terima,dan pastinya, sesal. Faktanya, kita tak dapat benar-benar move on dari peristiwa duka. Saat kita merasa sudah ikhlas, emosi-emosi yang lalu dapat mendadak kembali. Meskipun demikian, kita masih memiliki harapan untuk tetap melangkah ke depan.
Saat kita blok perasaan sedih, berarti kita shut down semua emosi, bahkan senang sekalipun. Karena emosi itu ibarat air. Ketika tidak dibiarkan mengalir, ia akan mencari tempat lain untuk merembes.
Liza Djaprie – Psikolog Klinis
Inilah pesan yang disuarakan Mahasiswa S1 Branding 6E Universitas Prasetiya Mulya, lewat kolaborasi dengan buku Lost and Found, dalam final project Mata Kuliah BrandActivation. Turut merasakan lara akibat tingginya angka kematian dalam dua tahun terakhir, Prasmulyan ini mengajak grievers untuk mengolah rasa dan mengantisipasi future regrets lewat video reflektif dan intimate sharing session, bertema “Move Forward with Regret”.
Bersama Psikolog Klinis, Liza Djaprie, yuk simak tiga hal yang harus kamu tahu saat sedang berduka.
Semua Emosimu di Kala Duka itu Normal
Grief is love that has no place to go. When you love hard, you will grieve hard. That’s just the way it is.
Nirasha Darusman
Terkadang, kita dilatih untuk jangan bersedih dan menangis. Tetapi, semua rasa itu valid kok, saat tahu orang tercinta meninggalkan kita untuk selamanya, misalnya. Bahkan, terdapat lima stagesyang kita lalui saat berduka, yaitu denial, anger, bargaining, depression, dan acceptance, yang kelimanya tidak berjalan berurutan.
“Saya sendiri masih berproses ibarat anak kecil yang cranky,” ungkap Kak Liza, yang juga seorang grief survivor. “Tetapi yang harus kita lakukan adalah mengenali perasaan itu, lalu tarik ulur. Ketika saya ingat beliau, saya menangis, tetapi kemudian saya lihat jam dan bilang, ‘sudah tiga jam nih, little Liza, kita keluar beraktivitas dulu yuk, nanti nangis lagi boleh’,” lanjutnya.
Untuk dapat menguraikan emosi satu per satu, kamu pun perlu mengakui perasaanmu, seperti partisipan Move Forward with RegretSabtu (2/7) lalu. Sebelum memasuki Zoom, para grievers terlebih dahulu membagikan cerita duka secara anonimus, sebagai sarana mengakui setiap perasaan yang ada. Journey re-living regrets ini juga dapat kamu isi dengan menonton video reflektif, salah satunya kolaborasi dengan Menjadi Manusia berikut!
Tak Ada Healing yang Instan
Jangan membayangkan ‘sembuh’ dari duka semudah escape atau berlibur bersama teman. Karena dalam kacamata psikologi, healing yang sesungguhnya adalah ketika kuantitas dan kualitas menurun.
“Kalau dulu menangis 24 jam full, sekarang masih nangis tapi hanya 20 jam, it’s a healing process!” tegas Kak Liza. Psikolog yang kehilangan suami tercinta ini melanjutkan, “Kalau dulu saya menangis ingat kepergian beliau setiap saat, sekarang hanya di bulan Februari atau Juni. Februari adalah bulan lahir dia, dan Juni bulan kepergiannya.”
Untuk membantu proses healing, selain berkonsultasi dengan psikolog, kamu juga dapat mencurahkan perasaan melalui tulisan, atau mengutarakan uneg-uneg yang masih terpendam, seperti dalam sesi mengisi merekam voice notes dan mengisi compassion cards dalam Move Forward with Regret.
Slowly but Sure: Move Forward with Regret
Sebagai manusia, tak apa jika momen “andai saja” masih terbayang. Bisa jadi, keputusan dan perbuatanmu terhadap dia yang telah berpulang, adalah yang terbaik yang bisa kamu lakukan saat itu. Yang penting sesudah mengolah rasa, tetaplah melangkah ke depan dengan semakin menghargai kehadiran orang-orang tersayang.
Pada akhir perjalanan Move Forward with Regret, partisipan diajak menelpon orang tersayang, dan menunjukkan cinta selagi mereka masih ada. Kalau kamu, siapa yang kamu cintai di dunia ini? Kapan terakhir kali kamu mengatakan “i love you” padanya?
Jika kamu ingin semakin mengolah perasaan dukamu, yuk cek video karya Prasmulyan di YouTube Lost and Found, atau Instagram @lostandfound.book.
Add comment