Bergabung dengan salah satu Big 4 Companies merupakan impian, sekaligus tantangan bagi sebagian besar orang yang memilih karier sebagai profesional. Pasalnya, hanya sedikit orang yang bisa mendapatkan kesempatan emas ini. Meskipun terbilang sulit dan harus melalui seleksi yang ketat, Astrini Nurul Sentanu membuktikan latar belakangnya di bidang oceanography juga punya peluang yang sama dengan kandidat lainnya, yang didominasi gelar akuntansi.
Jatuh Cinta dengan Laut dan Alam
Kecintaannya dengan alam, terutama laut, membawa wanita yang akrab disapa Astrin ini pada pendidikan yang berhubungan dengan laut, “Waktu itu pilihannya ada banyak, seperti perikanan, perkapalan, teknik kelautan, dan oceanography.” Hingga akhirnya, pilihan jatuh kepada oceanography yang mempelajari tentang bagaimana hal-hal di laut bisa terjadi, misalnya tsunami. Bidang tersebut mampu memenuhi semua ekspektasinya dengan mempelajari tentang kelautan dan menganalisa hubungan sebab akibat.
Menurut ahli Education Psychologist dari Integrity Development Flexibility (IDF), 87% mahasiswa di Indonesia salah jurusan. Untungnya, Astrin masuk dalam 13% mahasiswa yang tetap setiap dengan gelarnya. Semasa kuliah, ia berkesempatan untuk magang di Balai Riset dan Observasi Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan. Tak hanya itu, ia juga sempat berkarier sebagai Consultant di PT. ASR Indonesia yang bertanggung jawab untuk menyediakan analisa terkait penilaian coastal dan offshore (hydro-met-ocean modelling) sebelum akhirnya menjadi bagian dari EY.
Benang Merah antara Bisnis dan Laut
Meskipun telah nyaman berkecimpung di industri kelautan, wanita yang baru menggeluti hobi renang ini juga menemukan missing puzzle antara maritim dan manajemen, yang mendorongnya untuk menjadi penengah.
“Laut Indonesia itu besar banget, orang yang pintar juga banyak banget, tapi kenapa kita nggak bisa utilize dan monetize ini. Ditambah lagi, antara orang yang jualan dan orang yang mikir lautnya nggak sinkron, jadi butuh mak comblang.”
Sejak momen itu, ia semakin memantapkan diri untuk melanjutkan studi di Magister Manajemen Prasetiya Mulya. Bisa dibilang, ini adalah keputusan yang tepat dalam langkah hidupnya. Selain karena ilmu yang diperoleh, tuntutan Prasmul untuk bekerja dalam kelompok sangatlah besar, yang membuatnya terbiasa untuk berkolaborasi dengan berbagai pihak. Kemampuan ini tentu sangat bermanfaat di dunia profesional. “Di EY, kita di-encourage untuk berkolaborasi bukan hanya antar work stream, tapi juga lintas proyek.”
Tak hanya itu, MM Prasetiya Mulya juga memberikan skill set yang bagus, salah satunya membuat business plan. Kemampuan ini dibutuhkan seorang konsultan untuk dapat mengetahui kebutuhan klien, pain point yang akan dihadapi, dan apa value proposition yang bisa kita Anda berikan. Maka dari itu, wanita yang pernah membaca buku Who Moved My Cheese ini merasa bersyukur pernah menjadi bagian dari Prasmul.
Big 4, Worth It dengan Beragam Benefit
Tak ada yang bisa menyangkal betapa kompetitifnya menjadi bagian dari Big 4. Ada banyak proses yang harus dilalui dan ditaklukan. Kabar baiknya, wanita yang sedang menggemari oil pastel drawing ini punya beberapa tips yang bisa Anda ikuti. Tapi, sebelum melangkah pada topik tersebut, kita perlu bertanya pada diri sendiri apa yang dicari dari sebuah pencapaian karier.
“Sebelum mendaftar ke consulting, harus tahu dulu maunya apa karena consulting tidak menawarkan hidup yang work-life-balance. Tapi yang menarik dari consulting adalah banyak hal baru yang bisa dieksplor dan kamu dipaksa belajar. Jadi, pastiin kamu willing untuk belajar, otherwise you won’t survive.”
Astrini Nurul Sentanu
Ketika Anda sudah yakin dengan keputusan tersebut, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah mengumpulkan informasi dari relasi dan media sosial. Ini bagian yang krusial. “Dengan adanya sosmed, sekarang jadi mudah banget untuk cari informasi, karena banyak Big 4 yang mengadakan webinar tentang perkenalan consulting dan ada space buat daftar, sekaligus dapat tips dan trik cara lolos.”
Add comment