Antara Kreatif dan Kritis
Kalau kamu pernah merasa bukan orang yang kreatif, jangan pernah berkecil hati. Sebab, bisa jadi bakatmu tidak bertempat disana dan malah akan lebih berkembang di bidang lain. Contohnya saja, keputusan Natasha saat memilih program kuliahnya.
“Gue ikut Info Session Prasmul dan datengin (booth) Business, BusEcon, sama satu jurusan di STEM. Business menurut gue seru, tapi lebih condong kreatif dan entrepreneur gitu kan, seperti membuat Business Project. Nah gue mikir, gue bukan tipe kreatif nih. Ketika masuk ke BusEcon, gue dijelasin kalau terarah lebih ke konsultan, gimana caranya bikin bisnis ini bisa jalan sampai 5-10 tahun setelah establishment-nya,” papar gadis asal Jakarta tersebut.
“Akhirnya gue interested karena menurut gue lebih cocok di BusEcon, analytical.”
Business Economics: It’s Not All About Economics
Percaya atau tidak, terlepas dari namanya, Business Economics tidak cuma bahas ekonomi mikro-makro melulu, lho. Ternyata, ada juga mata kuliah spesial yang hanya bisa kamu temui di program ini, seperti Applied Business Analysis. Di dalam satu semester tersebut, mahasiswa akan berperan menjadi konsultan dan memecahkan permasalahan klien dari Faculty Member ataupun pilihan sendiri.
Natasha berkesempatan bekerja sama dan membantu Bank Mega serta Suzuki. Ketika mengikuti kelas ABA ini, kegiatan kuliah Prasmul sedang berjalan secara online – sehingga semua konsultasi klien dilakukan secara online juga.
“Waktu Mega Finance jadi klien kita, kita harus solve problems mereka: marketing. Setelah UTS, klien yang kita dapet adalah Suzuki, yang problem-nya berkisar pada profitability. Case-nya lumayan unik, karena pas waktu itu lagi marak COVID, sedangkan pas COVID orang-orang nggak banyak pengeluaran untuk beli mobil.”
Salah satu keunikan BusEcon yang lain, pada saat pendaftaran masuk, mahasiswa diwajibkan mengikuti ujian IELTS. Dan setelah itu, mereka bisa memilih untuk menguasai bahasa yang lain.
“Kalau kita udah ada IELTS, kita dikasih freedom untuk nyoba belajar bahasa lain. Kalau angkatan gue Bahasa Jerman dan Mandarin, di 2020 ada Bahasa Korea atau Mandarin. Karena milih Jerman, gue diajar sama Prof. Djisman (Rektor Universitas Prasetiya Mulya) langsung, secara beliau pernah S2 atau S3 di Jerman. Bahkan waktu itu kita disuruh baca satu novel Bahasa Jerman, padahal kita sebatas bisa basic conversation aja,” gurau Ketua CUBE periode 2021-2022 tersebut.
Banyak Pengalaman, Bermacam-macam Kesempatan. Maju Dulu Aja!
Disamping mengumpulkan pengalaman bekerja di berbagai perusahaan seperti Mandiri Sekuritas, Kalibra Capital, dan UOB, Natasha meramaikan daftar pengalamannya dengan menjadi sukarelawan dan mengikuti program kolaborasi bertaraf internasional. Sebut saja pengalaman di AIESEC in PM, SMU-X Overseas (SMU-XO), dan ASEAN Youth Volunteer Programme.
Mahasiswi yang juga pernah bekerja di bawah Kemenperin (Kementrian Perindustrian Indonesia) ini sempat singgah di berbagai tempat, seperti Bielefeld, Jerman dan Singapura untuk menghadapi berbagai tantangan.
“Januari-Maret 2020, gue ke Jerman dengan pilihan Sustainable Development Goals nomor 17–partnership for the goals, jadi gue di sana presentasi dan bertukar pengetahuan di sebuah SMK di Jerman. Tapi ternyata, kebanyakan murid SMK-nya udah kerja dan hanya ke sekolah dua kali seminggu. Kebanyakan dari mereka juga berusia awal 20 tahunan. Dan pastinya gue harus ngomong Bahasa Inggris”. Namun, usia dan bahasa pun tidak menjadi batasan. Menurut gadis kelahiran 2000 tersebut, asal menguasai materi, presentasi pasti berjalan dengan baik.
“Orang-orang Indo itu sama pintarnya dengan anak-anak di negara lain. Kita jangan insecure, karena sebenarnya kita punya banyak knowledge yang bisa kasih ke mereka.”
Di Singapura, Natasha terjun ke bidang yang masih serumpun, tetapi dengan fokus berbeda dari keseharian perkuliahannya: akuntansi. Proyek kolaborasi antara Singapore Management University dan universitas di Indonesia ini mirip dengan mata kuliah yang sempat ia bahas, ABA. Bedanya, kali ini kliennya dari Singapura yang berniat masuk ke pasar Indonesia. Selain pengetahuan dan pengalaman baru, Natasha menyebut networking sebagai salah satu aspek yang berkembang sekali selama project tersebut.
“Di kelompok gue, isinya 3 anak Prasmul 3 anak SMU, dimana 2 di antara Prasmulyan itu program Accounting, Farhan sama Jessica. Lalu gue juga kenalan dengan mahasiswa Singapura yang sekelas sama kita, dan bahkan sempat dikenalin juga ke mahasiswa SMU yang orang Indonesia,” kata sang mahasiswi tingkat akhir.
Tantangan di pengalaman berikutnya adalah mendobrak restriksi pergerakan kegiatan manusia semasa COVID bersama ASEAN Foundation. Di webinar tersebut, Natasha bersama dengan rekan-rekan partisipan, secara berkelompok berdiskusi soal kelanjutan edukasi di negara-negara berkembang semasa COVID. “Gue dikasih opportunity yang besar sama salah satu FM.”
Bicara soal kesempatan, Natasha menegaskan kalau kita tidak boleh langsung menolak sebuah kesempatan meskipun kesempatan tersebut sedikit mengintimidasi.
“If you don’t deserve it, if you’re not worth it, the opportunity will not present itself to you. The worst that could happen ya, you’re going to be rejected. If it’s exciting, why not? Life is too short. Gas aja, mumpung masih muda.”
Natasha Angel
Add comment