Menjalani 2023, Indonesia kembali diingatkan bahwa kita hanya punya kurang dari 27 tahun untuk menanggulangi berbagai macam krisis terkait iklim. Beragam dampak dari perubahan iklim diperkirakan akan mengancam kehidupan manusia jika tidak segera ditanggulangi sebelum 2050.
Sebuah publikasi rilisan dari Asian Development Bank mengungkap bahwa Indonesia berada dalam sepertiga negara yang terpapar risiko dampak krisis iklim, dimana salah satu permasalahan utamanya ialah banjir. The New York Times juga sempat mengingatkan dalam artikelnya jika sebelum 2050 krisis iklim tidak segera ditanggulangi, maka banyak negara beserta kota-kota besar mereka akan tenggelam bersama dengan naiknya suhu dunia dan air laut.
Universitas Prasetiya Mulya mewujudkan inisiatif untuk berkontribusi dalam mengurangi risiko tersebut pada tanggal 20 Februari 2023 yang lalu di Hotel Mandarin Oriental. Bersama dengan Pemerintah Kanada yang juga menyumbangkan dana sebesar CDN $15 juta kepada Fakultas Matematika dan Fakultas Lingkungan University of Waterloo, Prasmul memberikan pendanaan sebesar CDN $750K untuk proyek Flood Impacts, Carbon Pricing and Ecosystem Sustainability atau FINCAPES dalam peluncuran resminya.
“Proyek FINCAPES akan memainkan peran kunci dalam membantu Indonesia meningkatkan upaya adaptasi dan mitigasi iklim di berbagai wilayah kritis. Kami senang dapat bekerja sama dengan Universitas Waterloo dalam memperkuat kemitraan kami dengan Indonesia sekaligus memajukan upaya bersama dalam menghadapi dampak perubahan iklim,” Kevin Tokar, Head of Development Cooperation, GAC, Canadian Embassy, Jakarta, menyampaikan.
“Upaya yang efektif dan berkelanjutan sebagai respon terhadap ancaman emisi karbon sangat penting untuk kelangsungan hidup masyarakat di Indonesia dan di seluruh dunia,” Profesor Stefan Steiner, Head of FINCAPES Projects, University of Waterloo mengungkapkan pentingnya segala macam bentuk kontribusi kepada proyek ini. “FINCAPES akan membantu transisi Indonesia ke ekonomi rendah karbon dan menjadi tempat tinggal yang berkelanjutan dan lebih sehat. ”
Acara ini dihadiri oleh perwakilan dari University of Waterloo, Vivek Goel (Presiden dan Wakil Rektor), Mark Giesbrecht (Dekan Fakultas Matematika) dan Bruce Frayne (Dekan Fakultas Lingkungan). Perwakilan dari dua institut pendidikan tinggi di Indonesia yang turut dilibatkan dalam peluncuran dan pengembangan proyek ini juga hadir. Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Arif Satria dan juga Rektor Universitas Prasetiya Mulya, Djisman S. Simandjuntak menginisiasi mulai jalannya proyek FINCAPES.
Mengenal Lanskap Kerja FINCAPES
FINCAPES, atau Dampak Banjir, Penetapan Harga Karbon, dan Keberlanjutan Ekosistem, menjadi alat bantu teknis yang memperkuat ketahanan sebuah institusi–baik daerah maupun negara. Program FINCAPES akan berjalan selama 5,5 tahun, dibantu dengan institusi pendidikan dan institusi-institusi lain.
Proyek ini pun merupakan langkah konkrit pemerintah Kanada yang terbuah dari hasil pertemuan G20 yang diselenggarakan di Bali pada 16 November 2022 lalu. Upaya-upaya membangun ketahanan tersebut dikenalkan melalui tiga komponen program utama yang akan meningkatkan dan mempercepat kapasitas Indonesia dalam adaptasi dan mitigasi perubahan iklim: ekonomi, lingkungan, dan kebijakan.
Pada komponen ekonomi, pakar University of Waterloo dan mitra Indonesia akan mengembangkan model risiko keuangan baru yang dapat membantu memperkirakan dan mempersiapkan biaya sosial ekonomi terkait perubahan iklim, khususnya kerusakan akibat banjir.
Kemudian, komponen lingkungan menyorot penyerapan karbon juga keanekaragaman hayati. Di Indonesia, hal ini diupayakan dengan membantu melindungi dan merehabilitasi lahan gambut dan ekosistem bakau yang kritis.
Komponen kebijakan mendukung penegasan pajak, program pembatasan serta perdagangan karbon untuk mengurangi gas rumah kaca di Indonesia. Di samping itu, komponen ini juga akan membantu proses transisi Indonesia dalam mencari energi alternatif yang berkelanjutan.
Dalam hal akademis internal pun, program ini akan membuahkan banyak pengembangan ilmu untuk Prasmulyan.
“Model pembelajaran kami yang teruji sejak lama, bisa direplikasi dan dimanfaatkan oleh banyak pihak untuk menangani persoalan kompleks seperti perubahan iklim,” papar Prof. Djisman, yang juga menyatakan bahwa Prasmul akan semakin mengembangkan model pembelajaran berdasar kolaborasi antar-bidang keilmuan yang sudah ada.
Dengan berjalannya kerja sama ini, Universitas Prasetiya Mulya mengucapkan selamat dan sukses kepada seluruh pihak yang terlibat. Semoga implementasi proyek ini menjadi kontribusi nyata dalam menyejahterakan masyarakat dan membangun ketahanan hidup rakyat Indonesia.
Add comment