Muhammad Fikrie Farhan tak pernah terbayang dirinya yang memiliki background pendidikan Ilmu Komputer akan terlibat dalam proses penyusunan regulasi dalam industri gas bumi. Namun, hal unik ini juga menjadi bukti bahwa mencoba bidang baru diluar zona nyaman, walaupun penuh tantangan, kelak menjadi hal yang membanggakan. Kira-kira seperti apa lika-liku karier Fikrie? Temukan selengkapnya di artikel berikut.
Bukan Lagi karena Demand, tetapi karena Kebutuhan
Ketika Fikrie memilih jalur pendidikan D3 Ilmu Komputer dengan spesifikasi programming dan kemudian melanjutkan program S1 di jurusan Sistem Informasi, keputusan itu dilatarbelakangi karena pada masa itu jarang sekali orang yang paham mengenai komputer, sehingga lulusannya sangat dicari. “(Lulusan komputer) Masih jarang, masih sedikit, jadi peluang kerja dan peluang bisnisnya sangat menjanjikan,” jelasnya.
Namun, perjalanan melanjutkan pendidikan program S2-nya sedikit berbeda. Fikrie sudah tidak lagi berfokus pada kebutuhan pasar, namun ia memprioritaskan pada kebutuhan profesi. Pada 2020, ketika bekerja di PT Perusahaan Gas Negara, Tbk sebagai Technical Policy Analyst, selanjutnya ia ditugaskan di Divisi Government and Community Relations. Pria yang rutin berolahraga tenis ini menyadari dan mengaku perlu menguasai keterampilan manajemen, “Saat itu, saya butuh banget tahu tentang management skill, salah satunya kemampuan untuk bernegosiasi secara persuasif dengan berbagai stakeholders, dan juga ketika berhadapan dengan kepentingan dari badan usaha lain. Jadi butuh ilmu dari kampus yang nantinya bisa diimplementasikan ke bisnis,” ujar Fikrie. Ditambah lagi, advokasi regulasi yang ia lakukan dapat berdampak luas untuk industri yang digeluti.
Argumentasi Kuat, Negosiasi Lancar
Fikrie bercerita tentang pengalaman tahun terakhir di MM Prasetiya Mulya. Salah satunya adalah saat menggali ilmu terkait tips negosiasi, “Waktu itu materinya insightful banget. Contoh, kita harus mencari tahu apa yang sebenarnya orang butuhkan dari suatu bor, baru dari situ kita sadar kalau sebenarnya yang ‘dibeli’ orang itu lubangnya, bukan bornya“. Ia pun melanjutkan bahwa penting untuk mengetahui pola pikir dan kebutuhan lawan bicara. Logika seperti itu yang menarik perhatian pria adventurous ini.
Ia memberi contoh lain yang lebih aplikatif, yaitu tentang kompetisi di pasar. “Ketika kompetitor melakukan perang harga atau banting harga, sebenarnya yang mereka lakukan bukan menurunkan harga, tapi menurunkan kualitas yang diberikan apabila dibandingkan dengan layanan yang diberikan perusahaan tempat saya bekerja,” Fikrie menuturkan. Dengan berbekal pemahaman inilah, Fikrie selalu punya argumentasi dan justifikasi yang kuat dalam setiap diskusi dan negosiasi yang dilakukan. Ia juga menarasikan bagaimana dahulu argumentasinya sangat mudah dipatahkan karena keterbatasan ilmu dan basis keterampilan yang dimiliki lebih berat pada sisi teknikal.
Tak hanya itu, salah satu pathway yang dilalui Fikrie untuk memperdalam kemampuan negosiasi adalah dengan mencari mentor. Ia merasa bahwa masih banyak knowledge gap yang harus diisi dengan berguru pada banyak orang dari latar belakang yang beragam, “Karena dalam membentuk suatu mindset yang multi dimensi, saya butuh mentor dari yang usianya di atas, setara, atau di bawah”. Berkat bertambahnya pengetahuan, pria pecinta outdoor activities ini dapat mengeluarkan pertimbangan yang kokoh di hadapan lawan bicara.
“Jangan pernah takut coba hal baru, saya nggak pernah punya background hukum, sebelumnya nggak pernah interaksi dan argumentasi dengan orang lain secara elegan, but I’m here now.”
Add comment