Ketika era pandemi menerjang beberapa tahun lalu, banyak orang yang kehilangan pekerjaan membuka bisnis sendiri sebagai upaya menyambung hidup. Ini menyebabkan tingkat UMKM pada masa itu meningkat drastis. Namun, mereka yang tidak terbiasa berbisnis akan mengalami shock therapy—ada BANYAK sekali yang harus diperhatikan dan dipelajari.
Maka usai pandemi pun orang-orang ini kembali berlomba untuk mendapatkan pekerjaan tetap sebagai pegawai, meninggalkan bisnis setengah jadi yang berhenti beroperasi, kecuali Yoshel. Di antara banyaknya usaha yang menghilang setelah pandemi berlalu, alumni Prasetiya Mulya satu ini justru kerap merintis bisnis-bisnis baru dan tampil semakin cemerlang. Apa sih, yang terjadi dalam proses Yoshel merintis bisnis-bisnisnya ini?
Mulai dari yang Kecil
Bagi laki-laki dengan bakat bisnis seperti Yoshel Ramlie, entrepreneurship adalah karir ideal. Pemuda yang akrab dipanggil Yoshel ini mengaku menyukai kebebasannya dalam berkreasi sebagai pengusaha. “Di sini aku punya kontrol untuk coba hal baru,” dia menjelaskan. “Aku bisa ambil risiko, coba hal yang ‘gila’. Aku punya kontrol untuk itu.”
Maka ketika kesempatan untuk berbisnis datang di masa kuliah, hal itu langsung dimanfaatkannya untuk menginisiasi Cigem Creative, bisnis pertamanya.
“Awalnya aku cuma mengakomodir. Aku belum punya vendor, jadi aku ambil orderannya terus aku lempar ke vendor lain,” Yoshel bercerita bagaimana usahanya dirintis. “Cuma memang makin ke sini, karena makin banyak yang percaya, kerjaanku juga makin banyak.”
Dari yang belum ada vendor, saat ini Cigem Creative memiliki target untuk memproduksi lima puluh ribu baju dalam sebulan. Wow!
Namun semakin tinggi sebuah gedung, angin yang menerjang tentu makin kuat. Imbas dari meningkatnya performa Cigem Creative terasa pada jadwal Yoshel: yang tadinya lumayan penuh, kini jadi terlalu penuh. Bahkan, Yoshel sempat mempertimbangkan untuk menghentikan bisnisnya. Namun, di balik setiap kesulitan, pasti ada solusi. Seorang kawan Yoshel datang menawarkan diri untuk bekerja sama. Cigem Creative pun mendapat kesempatan untuk bertahan.
“Dia awalnya mau belajar. ‘Shel, tolong dong ajarin gimana caranya bikin produksi baju.’” Siapa sangka, niat sederhana tersebut kemudian berujung pada partnership. “Sekarang lebih banyak operasional Cigem Creative di-handle sama temenku,” lanjut Yoshel, “Dia juga alumni dari Prasmul.”
Make Something Worth Your While!
Setelah operasional Cigem Creative diambil alih, Yoshel sekali lagi menemukan dirinya memiliki waktu luang yang kelewat banyak. Namun ia rupanya tipe orang yang anti-nganggur. Jika ada waktu luang, maka akan diubahnya menjadi celah untuk berkreasi. Dan kreasi yang dipilihnya adalah membangun bisnis baru, yaitu Yori Studio, bengkel sablon baju dengan konsep wisata lokal. Memang, ide ini berakar tidak jauh dari Cigem Creative.
“Ilmu dasar konsepnya sama, nyablon. Cuma yang biasanya aku nyablon itu di workshopku, aku pengen buat ini jadi kegiatan wisata. Jadi kayak edukasi juga, tapi sekaligus hiburan nih buat orang-orang.”
Lokasi yang diputuskan menjadi “markas” Yori Studio pun terhitung ideal, yaitu di salah satu pusat rekreasi kota Jakarta. Dalam ilmu pemasaran, tentunya ini menjadi hal yang penting. Karena kalau sampai salah lokasi, akibatnya bisa berimbas ke performa bisnis yang tidak optimal.
“Sekarang Yori ada di M Bloc Space. Jadi orang yang dateng ke M Bloc gitu bisa nyablon sendiri. Dia bisa ngerasain experience nyablon, yang selama ini dia pake bajunya, sekarang dia tahu gimana secara produksinya.”
Menariknya, di tengah perjalanan Yoshel merintis Yori Studio, dia juga memulai proyek lain bersama teman-teman SMA-nya, yang menjadi cikal bakal SOD Group, event planner yang mengadakan banyak festival Sounds of Downtown di Surabaya dan Semarang.
Siap Mental Buat Gagal?
SOD Group adalah bisnis Yoshel yang sebenarnya memiliki risiko paling besar, dan melahirkan hasil yang tidak kalah besar. Kalau kamu ingat, SOD Group adalah dalang di balik konser dadakan Yura Yunita di sebuah hotel di Surabaya. Dalam waktu kurang dari 1 tahun, SOD Group telah mengadakan 5 festival musik di 3 kota berbeda, mendatangkan artis-artis seperti Tulus, Nadin Amizah, RAN, serta banyak musisi berbakat lainnya. Portofolio brand yang menjadi partner SOD pun nggak main-main: beberapa di antaranya Grab, Chatime, Mie Sedaap, bahkan Bank Mandiri.
Yoshel tertawa sewaktu diminta menceritakan tentang bagaimana SOD Group dirintis.
“Temen SMA aku dua orang nelpon. Malem-malem, aku inget banget,” kenang Yoshel, yang lalu menceritakan percakapan dengan temannya via telepon dan bertanya apakah Yoshel memiliki modal dengan jumlah tertentu. Ketika Yoshel mengiyakan, pertanyaan berlanjut, “Siap hilang gak, modal segitu?”
Setelah berpikir sejenak, Yoshel menjawab siap. Lalu, mereka menjelaskan tentang rencana mereka merintis Sounds of Downtown. Ada beberapa faktor yang kemudian mendorong Yoshel menerima tawaran tersebut.
Pertama, faktor track record.
“Aku percaya sama temenku yang ngajak. Sesederhana aku tahu dua orang temenku yang ngajak ini orang yang sudah berbisnis, orang yang ngambil risiko.”
Di luar itu, ada juga faktor potensi.
“Dengan risk yang besar, aku rasa hasil yang didapat pun juga, kalau memang berhasil, oke. Jadi ya udah, karena menurut aku benefit-nya cukup oke dibandingkan dengan risikonya,” lanjut Yoshel. “Aku juga melihat potensi pasar saat itu sih. Potensi pasarnya bagus banget.”
Dan faktor yang paling penting, kesiapan mental.
“Aku pikir, let’s say aku masukin semua uangku saat itu,” jelasnya lagi, “Terus aku rugi, hilang semua. Aku harus mulai dari nol lagi. Saat itu aku punya mental untuk itu. Ya udah, enggak apa-apa, ngulang dari nol lagi, aku masih punya waktu kok.”
Namun dengan segala risiko dan potensi-potensinya, terbukti SOD merupakan kesempatan yang layak dicoba dan diperjuangkan.
Resep Rahasia Marketing Yoshel
Tentu sebagai entrepreneur berpengalaman, ada banyak hambatan yang dihadapi oleh bisnis-bisnis Yoshel. Namun dengan latar belakangnya sebagai orang marketing, Yoshel memiliki banyak trik untuk meningkatkan penjualan dan pembelian terhadap produk atau jasa yang dijualnya. Yoshel selalu mengandalkan satu hal sebagai solusi dalam berbisnis: empati.
“Kita harus tahu, problem apa sih yang dihadapi konsumen? Apa sih yang mereka inginkan? Masalah mereka apa? Dari situ kita cari solusinya.”
Yoshel percaya, dengan kita berempati pada pelanggan, akan terbentuk sebuah rasa percaya dan rasa setia pelanggan terhadap brand atau produk kita. Inilah yang dapat menjamin kesuksesan sebuah bisnis.
Yoshel juga berpesan pada teman-teman lain yang bermimpi untuk berkarir dalam dunia entrepreneurship, terutama di industri entertainment, “Hati-hati. Percayalah industri ini tuh bisa menghasilkan uang yang banyak, dan bisa menghilangkan uang yang banyak juga. Jadi, dengan risiko dan keuntungan itu, siapin mentalnya.”
Seperti SOD Group. Kita memang harus mempertimbangkan apakah hasil yang akan dipanen sebesar risiko yang dipertaruhkan. Namun memang tidak jarang, risiko yang besar menghasilkan panen yang besar pula. Dan aturan ini sepertinya menjadi hukum alam dalam berbisnis.
Add comment