Bagi kamu yang punya kesulitan dalam membina hubungan, baik itu bersama teman, pacar, atau keluarga, kartu-kartu yang diproduksi oleh tentangKita mungkin bisa membantu. Pasalnya, Clara dan temannya Syelin mendirikan tentangKita dengan misi untuk menciptakan dunia tanpa toxic relationship.
Kartu-kartu dari tentangKita memiliki ragam pertanyaan yang dapat memancing deep conversation; contohnya, salah satu kartu dari Edisi Pasangan berbunyi, “Bagaimana kamu ingin diperlakukan saat sedang merasa gagal atau sedih?”
Di tengah-tengah perjalanan menciptakan permainan untuk berbagai tahap dan jenis hubungan pun, tentangKita juga sempat menggandeng brand-brand lain dalam beberapa kolaborasi. Contohnya yang paling baru adalah Good Day. Tidak hanya itu, tentangKita juga mengajak bisnis-bisnis untuk menjalin komunikasi lebih baik dengan tim dan juga pelanggan mereka melalui permainannya.
Menarik banget kan?
Tentu dengan misi semulia menghilangkan toxic relationship, Clara dan Syelin menghadapi banyak tantangan ketika mendirikan bisnis mereka, mulai dari tidak adanya budget untuk marketing hingga brand lain yang berusaha meniru tentangKita. Dalam menghadapi itu semua, Clara mengaku mengambil banyak hal yang telah dipelajari di Prasmul dan mengaplikasikannya dalam dunia kerja.
Lalu bagaimana pengalaman Clara selama di kampus membantunya menjadi pribadi yang sukses seperti saat ini?
Level Up Your Brainstorming Game As a Leader
Ketika ditanya pengalaman apa saja yang meninggalkan kesan mendalam di Prasmul, Clara Vania Lucas, alumni S1 Branding angkatan 2015 ini, menjawab: banyak.
Dari kegiatan panitia, Clara belajar tentang kerjasama tim, koordinasi acara, kepemimpinan, hingga teknis dokumentasi foto dan video. Bagi Clara, semua itu memiliki manfaatnya ketika ia kemudian turun ke dunia kerja profesional. Apalagi ketika ia dan Syelin mendirikan tentangKita, yang notabene semua harus dikerjakan sendiri.
“Yang aku senang di Prasmul, aku bisa eksplor apa yang aku suka. Baru sadar juga, ternyata aku suka banget creative brainstorming.”
Clara bercerita bahwa dari semua kegiatan panitia yang diikuti, Prasmul Olympics yang paling membantunya berkembang. “[Pengalaman di Prasmul Olympics] itu bener-bener membekas banget di aku,” ujarnya, “Karena itu kayak the job experience pertama yang aku jalani untuk jadi leader.”
Dan, nggak hanya belajar kepemimpinan dalam berorganisasi, Clara juga belajar menjadi seorang creative leader disana dari posisinya sebagai Project Officer Creative.
“Waktu jadi PO Creative aku yang nge-lead creative brainstorming. Dan pengalaman itu sangat berharga karena sekarang di tentangKita pun kan creative heavy banget,” kenang Clara, “Aku belajar, the idea doesn’t always have to come from you, cause you are the leader. You don’t have to be the most creative person in the room, but you have to be the leader who keeps asking questions to prompt the creativity flowing out of your team. Itu aku dapetin pelajarannya dari menjadi project officer creative di POL.”
Your Solution to Your Condition
Selain itu, Clara juga belajar banyak dari pengalaman mengikuti beberapa kompetisi bergengsi, baik yang eksternal seperti PPM Business Case Competition, maupun kompetisi internal yang diadakan oleh salah satu dosennya, Pak Fredy dalam mata kuliah Consumer Insight.
“Pak Fredy hebat banget. Jadi dia tuh bikin suasananya jadi kompetitif; setiap 2 minggu kita ada presentasi dan selalu ada tim yang menang Juara 1, dan tim yang best group. Jadi [mahasiswanya] mau dong. Padahal nggak dapat apa-apa sih, cuma pride doang,” Clara tertawa. “Udah gitu kritik-kritik beliau tuh sangat membangun, dan bikin [critical thinking] kita tajam.”
Clara bercerita bagaimana dia pernah menangis setelah menerima kritik dari Pak Fredy terhadap presentasinya terkait real case contributor dari Traveloka. Saat itu penampilan kelompok Clara mendapat komentar “Bagus, flawless, tapi useless”.
“Karena, let’s say waktu itu brief-nya tuh customer-nya umur 17-40. Kita cuma ambil segmen kecilnya aja, supaya [risetnya] bisa deep dive,” Clara bercerita. Namun menurut Pak Fredy, “Emang kalian mau, nanti kalau misalnya jadi klien udah bayar mahal-mahal, dikerjainnya cuman age group yang sekecil ini?”
Walaupun kritik Pak Fredy sempat membuat Clara patah semangat, tapi penilaian Traveloka membuktikan bahwa kerja keras berbasis riset mendalam tidak akan mengecewakan: kelompok Clara dinobatkan sebagai juara satu oleh Traveloka. “Jadi apparently, mereka appreciate lah kita deep dive banget satu age group itu,” sahut Clara dengan bangga.
Riset mendalam ini kemudian menjadi mindset yang masih Clara pegang teguh hingga sekarang, yaitu bagaimana dalam consumer insight, fokusnya harus berlandaskan consumer, harus consumer oriented.
Always start with a pain, your product must be the pain killer.
Ini adalah prinsip yang Clara aplikasikan dalam tentangKita, di mana dalam pembuatan produknya, Clara selalu bertanya pada consumer tentang pain point mereka dan solusi seperti apa yang mereka butuhkan.
Believe In Yourself, Live Up to Your Goals
Selain bekal pengalaman dan pembelajaran yang didapatkan Clara serta Syelin dari hari-hari mereka di Prasmul, Clara juga belajar seputar risk management melalui bisnisnya sendiri, tentangKita. Dia bercerita bagaimana bisnis tersebut mereka rintis setelah usaha lain, yaitu seputar rental kebaya wisuda, berakhir gagal karena pandemi.
“Kita mulai [tentangKita] tuh bener-bener nggak ada modal marketing sama sekali,” ujarnya. “Modal kita cuma 4,4 juta berdua. Kita open PO. Zaman-zaman orang open PO brownies, kita open PO tentangKita.”
Dari 18 pesanan yang kemudian masuk, Clara dan Syelin memproduksi 50 set kartu. Sisa kartu yang tidak terjual dibagi-bagikan secara gratis pada KOL, dengan imbalan review dan tag akun Instagram. Mereka juga meminta dukungan dari sosial media teman-teman dekat.
“Jadi dari situ sih awalnya. Kita bener-bener start small, tapi kita punya mimpi besar untuk tentangKita.” Clara juga berpesan, “Mungkin buat yang masih ragu-ragu mau mulai [bisnis], kan suka kayak, aduuh takut nih. Ya udah mulai aja tapi kecil gitu. Starts small. Nanti pelan-pelan baru ditambah, misalnya dari modalnya. Gitu sih moto aku dalam memulai sesuatu.”
Dengan memulai sesuatu dari kecil, tentu resiko yang dihadapi pun tidak besar. Risk management tersebut, dibarengi riset mendalam, pemikiran kritis, dan kemampuan organisasi yang baik, niscaya sebuah usaha kecil pun akan dapat merealisasikan mimpinya yang besar.
Add comment