Business Case Competition susah? Nggak salah, tapi ini beberapa taktik yang mengantarkan Irene, Natasha, dan Josephine menuju kemenangan mereka!
The Million Ways to Make A Team
Tim yang terdiri dari tiga mahasiswi S1 Business Economics 2022 yang bertemu di kelas berhasil menambahkan daftar prestasi Prasmulyan di kancah nasional dan internasional. Irene Aurelia, Natasha Lay, dan Josephine Effendy baru saja meraih Juara 1, Best Team Presentation, dan Best Speaker di Gadjah Mada Business Case Competition (GAMABCC).
GMBCC merupakan ajang perlombaan kasus bisnis yang juga diikuti oleh mahasiswa/i termasuk kampus luar negeri, seperti University of Toronto, The University of British Columbia, dan juga National University of Singapore.
“Awalnya kita memutuskan untuk langsung daftar aja GAMABCC,” tutur Irene, yang dinobatkan menjadi Best Speaker dalam kompetisi ini. Maka bersama dengan dua teammates-nya, Natasha dan Josephine, Irene maju ke GAMABCC 2024.
Tentu, tidak semua lomba mudah untuk dilewati – karena, Irene dan Josephine juga tergabung ke dalam kompetisi lain. Ditambah dengan kegiatan-kegiatan akademik seperti UTS dan UAS.
“It’s quite hard to manage the time, apalagi untuk business case competition, karena lumayan intens. Dari brainstorming, pembagian tugas, mengerjakan proposal dan deck-nya. We have to juggle between our academics and the competition.”
The Million Ways to Disrupt
Business Case Competition tidak akan sama tanpa gebrakan-gebrakan untuk mendorong case collaborator untuk lebih maju dan berkembang. Pada GAMABCC 2024, ada dua case collaborator, yaitu Pertamina Gas Negara dan Kahf.
Pada preliminary round, Irene dan tim menyelesaikan kasus dari PT Pertamina Gas Negara Tbk, yang mengusung topik birokrasi yang panjang dan hambatan lainnya di aspek legal dan supply chain. Irene dan tim memberikan beberapa usulan sebagai solusi, salah satunya Building Information Modeling (BIM), membentuk organisasi sektor energi dengan Indonesian Energy Alliance, dan menjalin partnership dengan aliansi-aliansi lokal.
Sementara pada semifinal dan final round, Tim Prasmul mengusung strategi marketing untuk lini produk deodorant Kahf.
Irene membagi beberapa taktik timnya saat menangani case Kahf. Untuk Kahf, solusi yang Irene dan tim tawarkan adalah disruptive marketing strategy.
“Kita brainstorm untuk benchmarking – apa sih existing strategy yang ada di fellow competitor dan brand-brand lain yang ada di luar negeri? Selain benchmark, kita lihat dari produknya dan cari apa yang bisa di”ubah” menjadi out of the box.”
Karena kita butuh sesuatu yang disruptive, jadi kita ga bisa cari sesuatu yang common di market.
Dan setelah berjam-jam berdiskusi, akhirnya Irene, Natasha, dan Josephine menyepakati sebuah konsep yang akan ditawarkan ke Kahf: adventurous.
“Misal, kita ada tawarin Kahf untuk membuat web series seperti Running Man dari Korea Selatan, tapi versi Indonesia. Kita juga agak terinspirasi oleh Clash of Champions di Ruang Guru yang sempet viral banget. Makanya menurut kita, it’s a good strategy for Kahf.” papar sang alumni Kairos Gracia Christian School tersebut.
Tidak jauh-jauh dari konsep Running Man yang penuh misi, Irene dan tim juga mengajukan large-scale pop up experience.
“Kita pakai konsep adventurous juga seperti web series tadi. It’s interconnected, dari satu strategi ke strategi yang lainnya. Jadi visitors dapet mission card yang ada slot stampnya. Setiap misi yang selesai, stampnya nanti bisa bisa dituker untuk dapet free products atau diskon dari Kahf.”
The Million Ways to Be Proud
Tentunya ide-ide yang diajukan oleh Irene, Natasha, dan Josephine tidak akan bisa menjadi paripurna tanpa dukungan. Mereka bertiga juga berbangga, karena prestasi yang dibantu oleh kehidupan sehari-hari mereka di kampus. Irene yang merupakan Awardee IISMA 2024 ke Nanyang Technology University Singapore menceritakan bahwa ada banyak fasilitas kampus yang mereka gunakan saat mempersiapkan lomba.
“Kita terbantu dengan resources yang freely accessible buat Prasmulyan. Untuk lomba, yang paling penting itu punya data pendukung yang sudah ada dan yang tepat dan relevan sama case-nya. Makanya, jurnal-jurnal dan situs-situs seperti Jstor dan Statista sangat membantu kita untuk mendapatkan data yang diperlukan.” kata Irene.
Tidak cuma itu, program studi S1 Business Economics Prasmul juga mendukung Irene, Natasha, dan Josephine, terlebih saat mereka di Jogja. “Kita lomba kan harus ke Jogja, 4D3N. Perlu akomodasi 1 malam dan juga transportasi. Semua difasilitasi oleh prodi kami.”
Ditambah lagi, Irene juga mengaku mendapatkan bimbingan dari dosen-dosen di prodi Business Economics di lomba-lomba yang pernah ia ikuti.
Add comment