Jadi career coach atau mak comblang sudah biasa – kalau dua-duanya? Ini kehidupan Coach Anez sebagai career coach dan matchmaker!
Kenapa Coaching?
Di kehidupan, wajar banget ketika kamu merasa stuck. Perasaan stagnan saat melakukan keseharian itu juga gejala kalau kamu butuh sesuatu yang baru, alias waktunya level up. Coach Anez pun beberapa kali mengalaminya.
“Jadi waktu itu aku kerja terakhir jadi Recruitment Manager, terus aku berpikir bahwa I don’t think that I want to be the head of HR one day dan aku cuma berpikir, kalau aku nggak mau jadi Head of HR, aku maunyajadi apa sih?” kata wanita lulusan Labschool Kebayoran tersebut. “Waktu itu, feeling aku nggak ke Head of HR. I wanna become the CEO of a company.”
Namun, empat tahun berjibaku dalam ilmu psikologi di Universitas Atma Jaya saja belum bisa mendukung mimpi tersebut. Akhirnya, Anez memutuskan untuk menekuni bidang bisnis dan wirausaha bersama Program MM Business Management Prasmul, sekaligus mengambil sertifikasi menjadi professional coach.
“Waktu itu aku berpikir secara culture, kayaknya aku bakal cocok ke temen-temen di Prasmul. Terus kemudian, alumni network-nya juga kuat. Aku pikir secara profile temen-temennya, pembelajarannya juga masuk nih ke yang aku pingin, karena goal-nya I wanna make my own business one day.”
Sayangnya, saat lulus, angkatan Anez disambut oleh pandemi yang mengharuskan dunia rehat sejenak.
“Wisudanya aja dari rumah pake video,” kenang wanita kelahiran awal dekade 1990-an tersebut. Tapi di momen tersebutlah, Anez menyadari ilmu-ilmunya, mulai dari saat kuliah S1, sertifikasi, hingga kuliah S2, memiliki keterkaitan.
My background as a recruiter makes me wanna bridge between talent and also business.
Berkat insight bisnis yang didapat selama berkuliah di Prasmul, Anez mengaku akhirnya dapat melihat beberapa gap dan permasalahan dari perspektif baru. Bahkan, setelah MMBM, Coach Anez yang merupakan seorang INFJ memutuskan untuk menjadi professional career coach untuk mencoba menerapkan ilmu dari MMBM Prasmul, hingga kini sedang membangun bisnis matchmaking.
To be Human is to Love, Even if It Gets Too Much
Salah satu key ingredients dari perjalanan Coach Anez kembali ke satu konsep: kecerdasan emosional, atau emotional intelligence.
“Okay, jadi salah satu irisan tengah yang aku temukan antara ilmu psikologi dan ilmu bisnis itu adalah ilmu emotional intelligence. Emotional intelligence ini bisa kepakai dalam dunia profesional, personal, bahkan interpersonal as in dalam relationship, dalam keluarga, atau yang lain-lain gitu.” jelas wanita yang juga pernah mendalami psikologi klinis tersebut.
“As an individual juga, aku merasa kayak kenapa ya dunia ini terlalu logis padahal manusia juga punya aspek humanis atau psikologi yang belum banyak dieksplor.”
Berkecimpung sebagai career coach dan matchmaker, Anez memiliki suatu misi: memberdayakan anak-anak muda Indonesia di bidang karier.
So actually my mission is to empower Indonesians, terutama young professionals, dalam career transition, switching career, atau upgrading career.
Lantas, apa hubungannya nggak sih, dengan bisnis matchmaking? Tentunya, dong. Anez melihat bahwa dinamika dunia kerja modern seringkali merenggut waktu personal seseorang. Keseimbangan antara dunia profesional dan kehidupan pribadi untuk keluarga, teman, dan pasangan menjadi salah satu hal yang ingin Anez sorot. Dan bukan hanya sekadar memiliki hubungan saja, tetapi hubungan yang sungguh berarti.
What’s Next?
Langkah selanjutnya, seperti yang sudah diungkap Anez, adalah menggodok sebuah bisnis matchmaking yang “bukan sekadar dating app”. Dating app di kalangan anak muda yang mencari pasangan terkesan dangkal dan begitu-begitu saja, sehingga dianggap kurang efektif. Inilah yang ingin didobrak oleh Anez.
“What we want to build is a matchmaking, yang berbasis dengan komunitas gitu dan mungkin akan ada ilmu psikologi, emotional intelligence yang akan kita coba praktikkan supaya membantu orang untuk bisa mendapatkan a more meaningful relationship. Bukan sekadar cewek nyari cowok provider doang, atau cowok nyari cewek untuk sekadar jadi ibu rumah tangga doang.” papar Anez.
Nah, untuk mematangkan konsep ini, Anez mendekati pelanggan-pelanggan dan calon-calon pelanggannya.
“I try to talk to them to understand what they need and how my business can be a solution for them, itu yang pertama.”
Anez menggarisbawahi pentingnya stay up to date. Sebab, mendengarkan klien-kliennya berarti mendengarkan apa yang tengah terjadi di dalam pasar. Namun, ia juga menekankan kalau mengikuti tren-tren yang ada bukan berarti menjadi alasan untuk langsung bandwagoning ke isu-isu yang sedang hot.
“Follow and talk to the right people. Misalnya, daripada follow akun-akun gosip yang ngomongin artis-artis, we just need to know. Cukup tahu aja. Tapi kita nggak perlu berlama-lama bahas itu. We need to be more self aware, balik lagi ke emotional intelligence. Aku pun masih mempraktikkan dan mencoba mengembangkan lagi, and hopefully, it can help others.”
Add comment