Delapan tahun menyelami kolam yang sama, ternyata bisa jadi membosankan. Inilah yang dirasakan oleh Nadya Pratiwi, yang sudah berkutat dengan bidang akuntansi dan keuangan selama 8 tahun sejak kuliah di jenjang S1.
Dan tentunya, sama seperti sebagian orang, career switch pun menjadi jalan. Dari employee korporasi, alumnus FEB UI ini berbelok menjadi seorang entrepreneur.
My Prasmul, My Playground
Kenalan dulu yuk, dengan Nasi Peda Pelangi. Bisnis yang merupakan tiket masuk Nadya menuju work-life balance ini dimulai pada 2018, bersamaan dengan babak barunya sebagai mahasiswa pascasarjana MM Business Management di Prasmul.
Dan rupanya, keputusan ini menjadi keputusan tepat untuk Nadya yang baru juga merintis bisnis F&B kecil-kecilan, terinspirasi dari ibunya. Selain jadi contoh nyata studi kasus sebuah bisnis, warung tersebut juga menjaring banyak sekali input dari rekan-rekan MMBM lain.
“Kalau secara konkrit, Prasetiya Mulya jadi tempat buat aku test product dan test market,” sang ibu rumah tangga ini mulai bernostalgia. “Terus temen-temen yang ada di kelas juga semangatnya bisnis semua, jadi pasti kalau ngasih masukan itu apa adanya dan itu yang menurut aku mahal. Yah, walau memang bahasanya suka ketinggian kalau di Prasmul, cocoknya di perusahaan selevel Unilever.” ungkap Nadya.
Meski begitu, dosen yang mengampu mata kuliah wanita berpassion kuliner ini tidak menutup kemungkinan.
Ketika tanya ke dosen gimana aplikasinya buat UMKM, akhirnya kita bisa dapet strategic plan yang jelas dan relevan buat kelas UMKM.
Kindness, from plate to palate
Tahun 2020 menjadi tahun paling menantang bagi semua orang. Semua sektor dihantam oleh kebijakan pembatasan sosial dan upaya untuk menekan angka penyebaran Covid saat itu.
Tak terkecuali, Nadya dan Nasi Peda Pelangi pun kena imbasnya.
“Waktu itu mau gak mau, warung harus tutup 3 bulan. Kita nggak tau gimana cara maintain karyawan yang nggak bisa kita gaji dan harus kita rumahin, dan lain-lain.” Ibu dua anak ini bercerita. Namun untungnya, makanan dan minuman menjadi sektor utama yang menopang kehidupan semua orang.
“Akhirnya ketemu Beras Baik Movement di 2020. Kita bener-bener coret-coret Business Model Canvas lagi. Karena banyak waktu untuk merenung, kita coba pikirin lagi orang butuhnya di masa itu apa sih, kita harus come up dengan narasi Beras Baik Movement.”
Pertimbangan Nadya saat itu adalah proses bisnis yang sirkuler, saling berkesinambungan. Sebab, Nasi Peda Pelangi membutuhkan beras, dan petani membutuhkan konsumen. Setelah itu, Nadya bertemu dengan seorang petani yang mengajarkan bahwa bahan makanan ditentukan oleh kesehatan lingkungan yang menumbuhkan bahan tersebut.
“Akhirnya ketika paham tentang tanah, jadi baru tahu kalau di agamaku di Islam ada dari tanah kembali ke tanah. Manusia itu kayak jagat kecil yang merepresentasikan keadaan jagat besarnya yaitu ibu bumi, dari situ baru ketemu hubungannya dengan makanan.” kata wanita yang hobi jalan-jalan itu.
Di Maret 2020, Nadya bertemu seorang petani untuk diajak bekerjasama untuk membantunya dalam pengerjaan tugas akhir. Mulanya, inisiatif ini muncul dari upaya “menyehatkan tanah, sawah, atau ladang”. Solusinya pun, rupanya sudah berada dekat dengan sang petani.
“Dari situ, aku sepakat sama Mas Jum (sang petani). Aku bilang, ‘Yaudah mas tanemin aja, balik lagi pake cara nenek moyang biar nggak usah ngutang kimia dan segala macem, sehingga utang nggak tambah banyak. Nanti kalau panen, aku beli deh buat warung.’”
Sehingga sekarang, gerakan Beras Baik Nasi Peda Pelangi menjadi niatan baik yang selalu mengalir. Mulai dari beli beras langsung ke petani, memberdayakan bisnis sang petani, menghargai warisan ilmu nenek moyang dan alam, hingga menyejahterakan karyawan bisnis sendiri.
“Kita mulai dari beli 50kg per bulan waktu itu di 2020 akhir. Alhamdulillah sekarang 2.1 ton per bulan, jadi lumayan happy sih petaninya dan kita yang punya warung. Ternyata orang kota bisa konek sama temen-temen desa lewat sepiring nasi.”
Melihat ke belakang, Nadya yang pernah diundang sebagai pembicara TEDx Jakarta ini tentunya merasa bangga akan beragam percapaian. Membangun bisnis memang sulit, tapi mempertahankannya adalah pekerjaan terberat.
“Enam tahun ngebangun bisnis makanan sih kayak belajarnya gak beres-beres ya, tapi it’s a good point, karena masalah yang kita hadapi setiap tahun pasti beda, sesuai dengan step growingnya.”
Add comment