Ati Burdaningsih (40) warga Babakan Sari, Cianjur, mendapat ide membuat abon lele atas bimbingan mahasiswa Prasetiya Mulya, Jakarta. Untuk memperkenalkan makanan baru ini, diangkatlah kandungan nutrisi fosfor dalam lele yang bermanfaat untuk ibu hamil.

Satwa air  yang  selama ini hanya dikenal dalam menu pecel lele, kini naik pamor setelah diolah jadi abon. Apalagi  selain kandungan proteinnya  tinggi,  rasanya pun enak  tidak kalah dengan rasa  abon sapi dan abon ayam. Dipasarkan dengan merek  Boni Basari, abon ini dihadirkan  dalam  dua variasi rasa, yaitu  original dan  pedas. Nama Boni Basari berasal dari singkatan  Abon Ikan Babakan Sari.  Mengapa?  Karena tempat pembuatannya  di Kampung Babakan Maleber Desa Babakan Sari, Cianjur.

Dengan  bimbingan  para mahasiswa Prasetiya Mulya angkatan tahun 2008 yang terdiri dari Adrianta Pratama, Albertus Febrianto , Mariska Fardhiani, Carlo Mario, Mirza Arizki, Nela Ligianto, Euthalia Ginting, dan Jean Paul De Ponti,  Ati  terdorong untuk  memajukan bisnisnya.
Manfaatkan  sumberdaya
Ketertarikan para mahasiswa memilih jenis makanan olahan  lele,  disebabkan oleh  potensi  sumber daya  perikanan yang cukup melimpah di Cianjur. Beberapa  hasil perikanan adalah ikan nila, mas dan lele. “Selama ini sudah banyak  orang menggarap ikan nila dalam berbagai olahan. Kita mau buat sesuatu yang beda. Kenapa lele? Karena ini tantangan buat saya, gimana caranya  meningkatkan nilai lebih pada ikan lele” papar  Adrianta.

Proses pembuatan abon lele tak sulit, sama seperti membuat abon pada umumnya. Tetapi yang membuat spesial adalah kandungan bumbu di dalamnya. “ Abon lele ini sangat cocok  dinikmati pada saat malam atau siang hari. Saya percaya suatu hari nanti abon  Boni Basari  bisa menjadi sahabat baru bagi nasi” imbuh Ati sambil tersenyum. Abon  buatan Ati dikemas dalam ukuran  100 gram. Dijual  Rp 15.000 /bungkus.

Meski baru  menjalankan usaha ini 4 bulan,  keuntungan Ati  lumayan. Dengan modal awal Rp 2 juta,  untungnya  Rp  2,5 juta/ bulan. Padahal out let yang menampung produk ini  baru 4 kios yang di sekitar rumahnya.  Oleh karena  itu  Ati  terus membuka kesempatan kerja sama kepada para toko dan kios yang ingin menjual produknya.
Nutrisi sebagai strategi pemasaran
Untuk memasarkan  produk ini,  strategi yang ditempuh adalah mengangkat nutrisi yang terkandung dalam lele. “ Kandungan fosfor pada lele lebih tinggi daripada  yang terdapat pada telur yang hanya 100 mg. Peran mineral fosfor menempati urutan kedua setelah kalsium. Fosfor bagus untuk ibu hamil yang membutuhkan fosfor lebih untuk perkembangan tulang pada janin. Selain fosfor, ikan lele juga mempunyai  kandungan protein cukup tinggi, sekitar 17 %. ” jelas Adrianta.

Tak gampang  memperkenalkan  jenis  makanan baru di masyarakat. Apalagi gengsi  lele kalah  dibandingkan dengan   nila, atau ikan mas. Awalnya sebagian besar masyarakat Cianjur terkejut  mendengar abon lele. Mereka  ragu akan kekayaan gizi dan rasa  abon  tersebut. Agar cepat dikenal dan digemari,   yang ditempuh Ati dan pembimbingnya  cukup unik. Caranya,  mereka  membuat kostum/T-shirt  tentang abon lele, dan mendirikan stand berisikan produk mereka pada salah satu bazaar yang diadakan di Cianjur. Hasilnya cukup menggembirakan.  Dalam bazaar itu, nyaris  semua stock abon lele habis terjual.

Proses Pembuatan  
Proses pembuatan abon lele tidak sulit,  sama seperti membuat abon pada umumnya. Yang menjadikannya  spesial adalah kandungan bumbu di dalamnya.  Berikut langkah-langkahnya.
1). Langkah awalnya lele dikukus. Dagingnya dipisahkan dari duri.

2). Daging yang sudah tak berduri tersebut  dicampur  dengan bumbu yang sudah  diblender terlebih dahulu.
3). Ramuan bumbunya adalah ketumbar, serai, bawang merah dan lada. Untuk  menambah rasa pedas digunakan  cabai merah  yang sudah diulek kemudian dicampurkan ke dalam adonan bumbu.
4). Setelah pencampuran bumbu selesai,  baru dimasukin ke penggorengan.
5).Olahan lele yang sudah digoreng kemudian dikeringkan, memanfaatkan panas dari matahari pagi yang terik. Rasa amis  dari lele dapat dihilangkan  sehingga hanya rasa gurih dan pedas yang terasa.
6). Langkah  terakhir adalah pengepakan. Abon lele Boni Basari dikemas dalam ukuran  100 gram.

Survei calon konsumen
Sebelum merilis  produk ke pasar. Para mahasiswa Prasetiya Mulya ini terlebih dahulu membuat survei yang ditujukan kepada ibu-ibu rumah tangga.  Tujuannya,  mendapatkan  respon  dari para ibu  jika  mereka diminta mengkonsumsi   lele tanpa  diberitahu dulu nilai gizi   ikan lele ini.  Benarlah.  Sebanyak 22 responden tidak mau  mengkonsumsi lele tersebut. Namun setelah diberitahukan bahwa asupan gizi dari lele ini tinggi, dan  akan diolah sebagai abon, barulah mereka mau  menikmatinya.

Sumber : Majalah Ide Bisnis

Judul Asli : Abon Lele, Bermanfaat untuk Ibu Hamil

Diposting : 18 Oktober 2013

Penulis :

Teguh Jiwabrata

Editor in Idebisnis magazine

——————————————————————-
Related Article
Community Development 2011
Saturday, March 8, 2011 was a day full of tears of joy for Class of 2008 and 2007. It was the day when their live-in in ended. This year’s Comdev was held in Desa Babakan Sari and Desa Sukaluyu, Cianjur, West Java.The live-in was very memorable because it’s part of Community Development (Comdev) II, a compulsory subject for third year students. In Comdev, a goup students have to stay with local family for one month and help them start their own business by creating innovative products from natural resources available. During the time, students learned how to adapt to new environment and to lifestyle that different from their daily city life, sharing their business knowledge to the family and practice their skills.There, several groups together with the local families had to create new products, set  up local shop and did marketing activities. It is hoped that the new products can become source of continuous income for the family and increase their welfare.A bazaar on March 8 marked the end of the Comdev where 19 products are officially launched and sold to public. For the next 5 months, students will have to monitor and assist the family in running the business and assisting in marketing activities.

The 19 products are:

  1. Chiq (ethnic broche)
  2. Baso Jabrix (mushroom meatball)
  3. Bratasena (batik handicraft)
  4. Jayus (mushroom chips)
  5. Shireng (cassava chips)
  6. Picasa (banan chips)
  7. Ganas (gabus cookies)
  8. Kacang Goyang (egg covered nut)
  9. Tik-tak (taro chips)
  10. Cemils (crunchy rice)
  11. Kabita (chocolate rengginang)
  12. Coconut Candy
  13. Raos (dodol kedelai)
  14. Boni basari (catfish floss)
  15. Ajiep (mushroom floss)
  16. Browsing (cassava brownies)
  17. Kembang Goyang Bu Koko
  18. Batik Sae (fashion batik)
  19. Kitate Jipang

Vice Governor of West Java Dede Yusuf along with Regent of Cianjur Tjetjep Muhtar opened the bazaar.  In his opening speech, Dede Yusuf said that this bazaar was one of the social awareness of local Cianjurian delicacies and handicraft. “The bazaar helped to market local products and encourages local business and increase welfare. There’s also a possibility for people to become more aware of Cianjur, especially Desa Babakan Sari and Desa Sukaluyu,” explained the Vice Governor.

Meanwhile, Program Director S1 Prasetiya Mulya Prof. Agus W. Suhadi said that Comdev aimed to strengthen local economics. It is the fourth year S1 Prasetiya Mulya contributing to communities in implementing Comdev program after successful project in Sukabumi area during 2008-2010.

Comdev program teaches the students to see the economic potential from local community and natural resources, sharing the entrepreneur spirit, adapt to any kind of situation. As for the local residents the program teaches them how to look and seize a business opportunity and run it.