Oleh M. Setiawan Kusmulyono
Ketua Program Studi S1 Business Universitas Prasetiya Mulya
“Berbeda dari IQ yang ditentukan oleh faktor genetika. Dengan nyali, kreativitas bisa digali!”
Kalau kita berbicara mengenai topik kreativitas, sebagian besar dahi orang-orang akan mulai berkerut. Mereka takut karena bagi mereka, kreativitas itu memang menakutkan. Mereka merasa tidak kreatif dan pada akhirnya lebih banyak mengambil sikap diam ketika ada permasalahan yang harus dipecahkan bersama.
Hal ini tentunya wajar sekali, mengingat kreativitas tidak dipahami oleh seluruh pihak secara utuh. Ada yang menganggap kreativitas itu berpikir unik, sehingga harus selalu punya ide-ide baru. Ada yang berpikir kreativitas itu adalah berpikir di luar pikiran manusia biasa. Ini tentunya membuat semakin berat karena harus berpikir seperti alien, “wong mikir biasa aja juga susah, ini suruh mikir kaya superman”.
Masalah pertama tentunya adalah budaya kreativitas ini belum banyak dimasyarakatkan secara massif di Indonesia. Masyarakat Indonesia cenderung permisif dan tunduk atas budaya serta adat istiadat yang ada. Hal inilah yang membuat keberanian masyarakat Indonesia untuk mengungkapkan opininya masih kalah dengan negara lain yang lebih terbuka dalam menerima pendapat, kritik, dan saran.
Namun, ada sebuah penelitian yang tentunya memberikan angin segar bagi kawan-kawan yang masih takut untuk kreatif karena menganggap kreativitas itu mukjizat dari Tuhan. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Reznikoff dan teman-temannya pada tahun 1973, menunjukkan bahwa kreativitas itu berbeda dengan IQ (intelligence quotient) yang biasa diujikan untuk mengukur kecerdasan manusia.
Level IQ yang melekat pada manusia merupakan faktor yang dominan diturunkan. Namun, bagi kreativitas, dominasi keturunan lebih minim dibandingkan faktor lainnya. Sebuah tes pun pernah dilakukan pada anak kembar identik yang berusia 15 — 22 tahun. Hasil tes tersebut menunjukkan bahwa dalam 10 tes uji kreativitas yang diberikan, hanya 30% yang menunjukkan hasil yang serupa. Sisa hasilnya menunjukkan variasi yang beragam.
Kesimpulan penelitian ini tentunya memberikan kabar yang menggembirakan bagi teman-teman yang merasa bahwa dirinya kurang kreatif. Hasil penelitian ini juga mengindikasikan bahwa dua pertiga dari kemampuan kreativitas dihasilkan dari proses pembelajaran yang diperoleh, bukan dari genetika.
Oleh karena itu, bagi yang merasa belum kreatif, mulai saat ini, pupuk kembali rasa percaya diri teman-teman untuk berani bernyali mengeluarkan ide-ide yang berbeda dengan lingkungan. Tentunya, jangan lupa terus belajar untuk dapat memaksimalkan kualitas ide-ide kreatif yang akan kita hasilkan.
Salam Wirausaha!
Add comment