BSD, Tangerang – Generasi milenial, mereka yang lahir dalam rentang tahun 1980-1995 merupakan kelompok unik. Tumbuh dalam gempuran teknologi, membuat mereka menjadi generasi superaktif di dunia maya. Tak dapat di pungkiri, kemajuan teknologi pun pada akhirnya mempengaruhi bagaimana milenial membentuk karakternya.
Dari cara mereka belajar misalnya, generasi langgas menuntut sesuatu yang baru. Mereka tertarik untuk melibatkan unsur kreatif, inovatif, dan efektif dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Lantas, bagaimana cara para pendidik, yang didominasi oleh generasi X, mampu mewujudkan pembelajaran sesuai gaya milenial? Topik tersebut menjadi pembahasan menarik dalam seminar dan workshop Learning in The 21st Century: Teaching Millenials in Their Terms, pada hari Kamis (22/8), di Universitas Prasetiya Mulya.
Dalam acara ini, dijelaskan bahwa perubahan dalam pola ajar tentunya bukan hanya tuntutan generasi milenial maupun post-milenial, melainkan desakan abad-21. Menurut Prof. Beverley Oliver dari Deakin University, Australia, justifikasi terhadap karakter generasi milenial bukanlah solusi yang tepat jika ingin menciptakan SDM yang unggul.
“Perbedaan karakter milenial dengan generasi sebelumnya bukan problem sesungguhnya, yang harus dihadapi para pendidik adalah meningkatkan engagement, excitement, dan attendance dari tiap siswa di dalam era globalisasi ini,” ungkap sosok yang menjabat sebagai Deputy Vice Chancellor Education & Alfred Deakin Professor ini.
Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah penduduk usia milenial di Indonesia pada tahun 2017 sebanyak 32,6% atau setara dengan 85 juta jiwa[1]. Jika para penduduk usia produktif tidak dipersiapkan secara matang,baik dalam kompetensi hard skills maupun soft skills, maka Indonesia bisa semakin tertinggal dari negara lain.
Prof. Beverley memberi contoh akan pentingnya penekanan pembelajaran eksperiensial, salah satunya melalui pendayagunaan teknologi. “Banyak cara agar belajar semakin menarik. Misalnya, metode storytelling secara digital dalam menyampaikan materi pembelajaran,” ungkap beliau.
Dalam kesempatan yang sama, Rektor Universitas Prasetiya Mulya Prof. Dr. Djisman S. Simandjuntak juga menitikberatkan poin penting dalam metode ajar di abad-21 ini. Penanaman kolaborasi, kompetensi entrepreneurship, dan diseminasi multidisiplin ilmu bagi para pelajar merupakan hal yang tak terelakkan jika ingin menciptakan generasi bibit unggul.
“Inti dari kehidupan berkemanusiaan bukan hanya kompetisi, melainkan kooperasi. Karena dengan kolaborasi, para siswa bisa menjawab permasalahan yang kompleks,” tutur Ekonom Senior dan Board of Director Centre for Strategic and International Sudies (CSIS). Beliau menambahkan, kemampuan entrepreneurship dan STEM (science, technology, engineering, mathematics) juga perlu diedukasi agar mereka bisa memanfaatkan banyak peluang di masa kini maupun yang akan datang.
Seminar dan workshop yang dihadiri oleh kepala sekolah, dosen, manajemen universitas, maupun para pemangku kepentingan ini juga mengadakan workshop dengan pemateri dari Universitas Prasetiya Mulya maupun industri diantaranya TCS iON India, Microsoft Indonesia, dan Pearson Singapore, terkait pelatihan pemanfatan instrumen digital dalam kegiatan belajar, hingga pelatihan membuat kelas yang interaktif. (*VIO)
[1] https://www.pressreader.com/indonesia/kompas/20171102/282389809744462
Add comment