Melepas masa SMA dengan mengikuti rekomendasi dari gurunya untuk mengambil jurusan Teknik Elektro, Prasetya Aditya Imansyah justru menemukan serunya berjualan ketika ia menjual berbagai keperluan acara, saat tingkat akhir kuliah. Lalu, apa saja yang ia pelajari dan terapkan sepanjang kariernya sebagai Business Development dan Partner Development?
Belajar tentang Manusia
“Setelah selesai kuliah langsung mau terjun ke marketing karena tertarik untuk mempelajari tentang behavior manusia dan society.”
Bisa dibilang, batu loncatan pertama Pras adalah saat menerima tawaran untuk berjualan dengan skema komisi. Pengalaman perdana menjadi ‘sales’ tersebut membuka matanya tentang keseruan menjajakan barang. Ditambah lagi, saat itu media sosial sedang naik daun dan ia pun mempelajari cara berjualan di media tersebut. Sayangnya, karena terlalu sibuk berjualan, aktivitas kuliah pria lulusan Institut Teknologi Telkom ini sempat terabaikan, sebelum akhirnya lulus pada 2016.
Tanpa menyia-nyiakan waktu, setelah mendapat persetujuan dari orang tua, Pras langsung melanjutkan studi di MM Prasetiya Mulya dengan konsentrasi marketing. Ia pun membulatkan tekad untuk mempelajari lebih dalam tentang manusia, termasuk perilaku, karakteristik, dan pola pikir, yang dinilainya lebih menantang dibanding bidang lain. Selama berkuliah, ternyata ilmu tentang manusia juga diterapkan lewat berbagai kerja kelompok. “Yang paling berkesan adalah cara Prasmul membuat tugas itu secara berkelompok, misalnya tugas akhir. Darisitu, karena sudah belajar tentang manusia, jadi lebih paham untuk merelakan, tidak mementingkan ego, dan bekerja sama supaya bisa grow bareng,” ucapnya.
Planning, Timing, Pitching, dan Closing
Sudah empat tahun pria yang hobi bermain game ini berkecimpung di sektor business development. Selama berproses, ada formula yang ia sadari dan temukan bahwa proses mendapatkan klien itu berawal dari riset dan timing yang tepat. Jika ditanya tentang bagaimana cara meluluhkan hati klien, ia bercerita, “Harus tahu terlebih dahulu kondisi industri, mana yang sedang berkembang baik, mana yang punya prospek yang bagus, baru kemudian mencari momentum yang pas berdasarkan kapan mereka mau spend their marketing budget.”
Setelah mendapatkan informasi tersebut, barulah Pras bersama rekan kerjanya membuat daftar perusahaan yang diincar dan mencari kontak. “Sekarang udah ada LinkedIn, cari kontak dari sumber mana pun, mikirnya bukan jualan dulu tapi kenalan, ngobrol, mendengarkan apa yang mereka hadapi, pain points-nya, kebutuhannya, baru bisa tawarin solusi buat kebutuhan mereka dari services yang kita punya,” ia melanjutkan.
Setelah merincikan kendala yang dialami klien, ia pun baru melakukan pitching, hingga akhirnya mencapai closing. Namun, peran sebagai business development tidak berhenti sampai disitu, ia masih harus menjalin hubungan baik dengan klien agar dapat bekerjasama jangka panjang. “Marketing is all about trust. Supaya bisa membangun long lasting relationship dengan klien, sampai akhirnya ada retention, itu butuh peran business development, terutama kalau lagi ada masalah. Harus tenang dan bisa selesaiin semua tanpa berantem.” Fakta uniknya, ada pesan dari Pak Fathony, Dekan School of Business and Economics yang selalu diingat Pras, bahwa menjadi seorang marketer itu harus gaul, perbanyak teman, karena ketika punya banyak teman dan bisa menjaga relationship, bisnis akan berjalan dimanapun kita berada.
“Memang kita terus melakukan outbond marketing, tapi ketika konsumen merasakan kenyamanan bekerjasama dengan kita, mereka akan merekomendasikan kita. Jadi, inbound marketing juga muncul disitu.”
Dari Bisnis ke Operasional
Sejak 2021, Pras melepas jabatannya sebagai Business Development Executive di Ayoconnect dan mencoba peruntungannya di divisi TikTok Shop Partner Development. Perbedaaan apa yang ia rasakan? Pras menjelaskan bahwa pekerjaan sebelumnya sangat kental dengan ilmu bisnis, sedangkan saat ini, ia lebih mendalami perihal operasional. “Sekarang, KPI-nya adalah untuk acquire partner yang berkompeten. Lagi-lagi, networking berperan penting.”
Di satu sisi, sebagai orang yang bertugas untuk membantu para partner berkembang, Pras harus paham betul tentang algoritma aplikasi dan punya product knowledge yang mumpuni. “Kalau nggak paham, kita nggak bisa gain credibility dan butuh trust dari partner untuk mereka bisa buka dapur perusahaannya. Meanwhile, nggak bisa bantu kalau nggak tahu secara detail.”
Jika dibandingkan, Pras mengaku pekerjaan dulu sebagai sales lebih terasa hustle-nya. “Dulu ngerasain banget kerja keras dan ketika berhasil, itu senengnya bukan main,” ia menambahkan. Berbeda dengan sekarang, ia berlaku sebagai support system yang siap membantu partner untuk meningkatkan performa. Hanya saja, banyak faktor eksternal yang tidak bisa ia kendalikan, ketika partner belum mencapai target yang memuaskan. “Banyak yang diluar kontrol, tapi gua selalu mengingatkan untuk konsisten dan semangatnya tetap dijaga.”
Add comment