Universitas Prasetiya Mulya kembali adakan Inspiring Business Talk, forum dan wadah diskusi untuk membahas perkembangan bisnis dan topik-topik lainnya. Mengangkat tema “Business and Organizational Agility, and Application of AI”, IB Talk seri ini diadakan dalam rangka Innovation Award di Ciputra Artpreneur, Jakarta Selatan, Sabtu (5 Oktober 2024).
Dalam IB Talk kali ini, Dr. Achmad Setyo Hadi membuka diskusi dengan proses berinovasi. Ia mengungkapkan bahwa perusahaan harus melakukan eksplorasi untuk mencari ide baru dan mengeksploitasi hasil eksplorasi tersebut. “Kedua hal ini bukan untuk dipilih, tetapi dijalankan secara bersamaan.” tegas sang faculty member Prasmul tersebut.
Salah satu inovasi yang sedang naik daun adalah Kecerdasan Buatan, atau Artificial Intelligence (AI). Merebaknya penggunaan AI di berbagai industri dan bidang kini menaikkan pertanyaan baru: apakah AI adalah inovasi, atau sekarang berubah menjadi ancaman untuk menggantikan pekerjaan manusia?
Dr. Achmad Setyo Hadi menggarisbawahi bahwa AI bukan pengganti manusia. “Karena kalau mereka bisa menggantikan manusia, istilah AI itu tidak ada lagi. Karena A itu Artificial. Kalo dia sudah sama dengan manusia, berarti dia ‘Intelligence’.”
Namun kenyataannya, ruang yang ditempati AI ini makin lama makin luas dan mengaburkan garis di antara kebebasan dan batasan.
Dualitas antara agency yang bersifat merancang, mengembangkan dengan batasan sosial serta struktur yang berlandaskan kebiasaan dan budaya berjalan dalam harmoni dan memiliki dinamik tarik ulur.
“Kecerdasan buatan itu bisa dipandang sebagai agency atau structure, tergantung konteksnya, penggunaannya, dan bagaimana AI tersebut berinteraksi dengan manusia.” jelas Dr. Achmad Setyo Hadi. Ia mengambil aplikasi peta yang kini diintegrasi dengan AI sebagai contoh kasus nyata.
“Pengguna menentukan tujuan akhir, tapi AI yang menentukan rute terbaiknya.” Inilah yang dimaksud AI sebagai tools yang membatasi tindakan manusia terlepas dari fakta bahwa AI tidak memiliki kesadaran seperti manusia, terutama dalam aspek emosional. Karena meski orang menginput data yang menginstruksikan untuk merespons sesuatu berdasarkan emosi manusia, tetap saja manusialah yang membuat mesin tersebut. Inilah yang membuat manusia tetap unggul dibanding AI.
“Dalam konteks bisnis, nurani; budaya; etika, itu landasan luar biasa. Dimana pada titik ini, ada keterbatasan pemahaman emosional. Lain cerita ketika banyak orang menginput data yang menginstruksikan.”
Add comment