Sebagian besar orang akan menyarankan Anda untuk berkarier sesuai passion. Namun, langkah unik diambil oleh pria ini. Berbekal 3 gelar di akuntansi dan keuangan, kariernya saat ini justru berbeda 180 derajat.
Sempat mencoba peruntungan di bidang lain, Triatmaji Setyonugroho yang sudah mengenali passion sejak SMA akhirnya nyaman untuk berkelana sesuai dengan minatnya. Kira-kira apa saja yang ia maknai dan temukan selama perjalanan karier? Mari kita simak di artikel ini.
Melawan Arus Passion
Selepas masa SMA, Aji, panggilan akrab Triatmaji, berdiskusi dengan kedua orang tua tentang konsentrasi yang akan diambil di jenjang pendidikan berikutnya. Kebetulan, pada saat itu, pekerjaan yang sedang populer bertolak belakang dengan passion-nya, “Dulu itu, kenapa milih Accounting, di 2006 lagi booming bidang economic, finance, dan accounting di industri. Setelah berdiskusi dengan orang tua, akhirnya sepakat kalau marketing bisa learning by doing, sedangkan accounting tidak.”
Pesepeda generasi pandemi ini pun menjalani perkuliahan di bidang accounting tanpa keluh kesah hingga menyabet gelar sarjana. Tak berhenti sampai disitu, karena kondisi finansial yang mendukung, Aji pun melanjutkan pendidikan di MM Prasetiya Mulya yang berfokus pada bidang finance. Alasannya pun sangat penuh pertimbangan, “Dulu sih mikirnya karena setelah ditekuni, accounting itu banyak belajar tentang recording of transactions kan, masih sedikit lah decision making-nya, jadi mau belajar lebih untuk financing dan investment.”
Keputusan tersebut membawa pengaruh positif untuk Aji. Ia mengaku mendapat banyak pelajaran, “Waktu belajar finance di Prasmul, hal yang saya pelajari, yang menurut saya terpenting adalah bahwa investment atau finance sangat terkait erat dengan strategi perusahaan.” Tak hanya itu, ilmu yang diperolehnya juga punya kontribusi untuk pekerjaan saat ini sebagai Artwork Production Specialist di Unilever, terutama ketika ia harus berdiskusi dengan tim finance. Ia jadi punya gambaran dan latar belakang pengetahuan yang mampu mengimbangi tim finance.
Jodoh Takkan Kemana
Aji memulai pergulatan di industri marketing ketika menjadi Management Trainee di PT Farpoint Prima. Sebagai seorang MT, pria yang menghabiskan waktu bersama keluarga dengan jalan-jalan ini berkesempatan mencoba berbagai fungsi. Rencananya, ia akan banyak membantu di bagian investment. Namun, takdir berkata lain.
Berkesempatan untuk menginjakkan kaki di marketing functions, tim HR dan manajer tim marketing menyadari bahwa darah Aji berada di marketing, bukan di investment. Tak hanya itu, Aji juga dilibatkan dalam banyak proyek, seperti iklan, event, dan branding. Bak pepatah jodoh tak kemana, pengalaman-pengalaman ini seakan mempertemukan Aji dengan jati dirinya kembali, “Dari situ akhirnya ya udah deh, I believe this is the correct one, this is the job I was looking for.”
Ketika ditanya tentang pendapat orang tua tentang jabatan barunya, Aji mengaku mereka memberikan dukungan penuh. “Dengan pilihan itu, orang tua juga happy karena mereka tau sejak SMA emang passion saya lebih ke art, dan keputusan untuk menyebrang dari investment ke marketing ini bukan cuma tindakan nekat karena nggak mau accounting, melainkan karena dari company-nya yang menyambut.”
Lika-Liku Menjadi ‘Jembatan’
Melanjutkan studi S2 di bidang manajemen menjadi nilai tambah untuk pria yang ahli fotografi ini. Pasalnya, latar belakang pendidikan tersebut membantunya dalam memahami desain, lebih dari sekadar nilai estetika. “Seringkali, orang yang mengerti tentang desain itu nggak cukup punya knowledge dari sisi bisnis atau nggak begitu mengerti mengenai strategic. Di sisi itulah saya punya advantage, sehingga bisa menjembatani antara creative ideas into executable comstrat. Kebanyakan peran saya disitu,” Aji menjelaskan.
Sebagai orang yang berada di tengah-tengah, ada banyak hal yang ia pelajari. Salah satunya adalah pola pikir tentang sebuah desain, “Desain itu it’s about solution, bukan cuma estetik aja, it’s much more strategic.” Maka dari itu, ia banyak menimba ilmu tentang bagaimana cara untuk bisa mengkomunikasikan business goals kepada target pasar yang diincar melalui sebuah desain, salah satunya packaging.
Tak heran bila setiap proses menjadi tanggung jawabnya, mulai dari input, process, hingga output. “Tugas saya juga harus make sure kalau that design itu printable, karena printer untuk packaging itu banyak limitasinya, misalnya warna dan teknis yang harus kita take into consideration.” Terakhir, Aji harus bersinergi dengan berbagai divisi, mulai dari brand, marketing, R&D, dan supply chain untuk memastikan desain packaging sudah dapat menyampaikan brand message dengan sempurna.
Dalam menjalani profesi, ada beberapa tantangan yang harus Aji hadapi. Pertama, industri FMCG adalah industri yang bergerak sangat cepat. Artinya, mau tidak mau ia harus memiliki tingkat adaptasi yang baik, “Pada saat kita harus keep up sama market, kita kejar-kejaran waktu, dikejar momentum juga.” Tantangan berikutnya lahir dari kebutuhan konsumen yang harus didengar. Untuk itu, ia harus memahami keuntungan apa yang bisa ditawarkan serta kelebihan dan kekurangan brand yang dapat diketahui lewat data market research.
Untuk menutup cerita, pria yang pernah memiliki bisnis Manau Books ini juga berbagi tips tentang bagaimana cara yang tepat untuk menyampaikan brand message. Aji menjelaskan, “Hal yang paling penting adalah know your brand better, karena dari situ kita bisa fokus di keunggulan mana yang mau ditonjolkan dari brand kita.” Ia juga menambahkan bahwa memprioritaskan unique value proposition juga menjadi PR tersendiri karena attention spend konsumen cenderung rendah yaitu hanya beberapa detik. Ketika sudah mengetahui sisi mana yang mau di-spotlight, akan lebih mudah untuk membuat sebuah desain. Hindari terlalu banyak hal yang ingin disampaikan, karena konsumen pun jadi bingung dengan produk kita.
“There’s a specific market for our product, kita nggak bisa menyasar semua orang.”
Triatmaji Setyonugroho
Add comment