Cerita Prasmul
Find Your Best Angle – Kisah Vania Christiawantho Menemukan Jalur Karier Terbaik

Find Your Best Angle – Kisah Vania Christiawantho Menemukan Jalur Karier Terbaik

Dari atlet Wushu, mahasiswa Ilmu Kesehatan Masyarakat, startup founder, content creator, hingga sekarang manager dan inovator. Perjalanan Vania Christiawantho dalam menemukan angle terbaiknya meniti karier tidak mudah, tetapi perlu dijalani.

What I’ve Been Looking For 

Di tengah-tengah kuliah, tepatnya semester empat, Vania mengaku kalau ia sempat merasa jalur karier yang ditawarkan jurusan tidak cocok dengannya. “Kita udah mulai magang dan itu ke rumah sakit, ke masyarakat, aku menyadari bahwa kayaknya this is not what I want.” 

Meski begitu, mantan atlet Wushu tersebut menyelesaikan kuliah dan bahkan mengikuti banyak kegiatan-kegiatan lain seperti MUN, konferensi, mahasiswa berprestasi, dan menulis karya ilmiah untuk membuatnya tetap engaged dengan perkuliahan. Usut punya usut, ternyata aktivitas inilah yang menginspirasi Vania di 2018 untuk membangun startup yang berhasil naik level jadi PT di 2021 bersama rekannya.

Saat menempuh pendidikan S1

“Saat itu kan aku masih S1 ya, masih semester lima dan enam awal punya ide itu, dan akhirnya aku co-founding sama salah satu alumni UI juga. Kita punya interest yang sama di bidang EduTech and HR Tech. Jadi, kita berdua ngebangun Digitalent Accelerator sama Match and Work.

Namun pengalaman itu saja tidak cukup.

Saat kembali mengelola bisnis keluarga dan juga bisnis-bisnis rintisan sendiri, Vania menyadari bahwa ia kurang memahami beberapa aspek mendasar yang padahal dibutuhkan. 

“Dulu nggak pake Business Model Canvas, nggak mikirin Value Proposition, cuma berdasarkan pain doang gitu,” ceritanya. “Akhirnya aku coba Prasmul. I think it is a really good choice ya waktu itu untuk join Prasmul, karena disitu aku belajar bangun bisnis dari dasar, bukan cuma cuplikan-cuplikan course atau informasi yang aku dapatkan dari internet.”

Dari sana, Vania membulatkan tekad untuk membuat sesuatu yang berkaitan dengan latar belakang kuliahnya, gizi.

“Kebetulan aku memang selalu pingin bikin bisnis FnB. Network aku juga lumayan banyak, jadi why not utilize it?

The Complete Experience

Pada saat pandemi memukul banyak perusahaan, Vania juga sempat membantu usaha keluarga sebagai sales dan marketing English SpeakUp Center (ESC). ESC yang punya empat kampus kehilangan sekitar 30% murid sewaktu Covid meradang di sekujur Indonesia.

“Tadinya kita sama sekali nggak ada digital marketing, IG aja ya udah seadanya, yang penting orang tahu kalau kami exist,” Vania berkilas balik di masa-masa mengumpulkan pengalaman di bidang marketing. Mulai dari membuat TikTok, mengencarkan sales call, Vania mulai membangun ESC kembali sedikit demi sedikit, dan mengembangkan English for Adults yang demandnya meningkat.

Namun karena terfokus ke sales dan marketing, Vania mengaku sempat terkungkung dalam pandangan sales dan marketing saja.

Mata kuliah Consumer Behavior-nya Pak Eka Ardianto itu juga bener-bener life changing banget. Karena itu kan di awal-awal semester juga ya, aku baru tahu kalau kita bukan cuma ngejual produk, tapi juga harus tahu cara pikir customer, dan gimana cara kita meng-influence mereka dan mendapatkan kepercayaan untuk beli dan juga puas dengan produk kita.

From (Literal) Pain to Gain

Satu lagi pengalaman sebelumnya, Vania pernah mencoba menjadi content creator. Salah satu konten yang naik daun pada masanya adalah satu produk minuman yang bisa dikonsumsi tiap hari, tidak diproses dan semuanya alami. Alias, jamu.

Di sinilah Vania menemukan titik pain yang mendasari bisnisnya.

“Jadi kalau aku lagi menstruasi kan sakit banget. Aku selalu minum kunyit, sehari-hari juga minum sereh, jahe. Jadi aku berpikir, oke, why not build something based on this?

Setelah menimba ilmu wirausaha, Vania menjalin network untuk menanamkan modal, juga mencari wanita-wanita hebat yang kini menjadi partnernya.

Ada Cindy, yang berlatar teknologi pangan di salah satu FMCG terbesar di Indonesia. Lalu ada Mbak Nita, ex-Project Manager Bank Mandiri. Seperti pecahan puzzle, mereka saling melengkapi.
“Pas banget karena aku kan nggak bisa masak, nggak ngerti gimana cara formulate, tapi aku bisa research, aku tahu dampaknya apa buat kesehatan. Aku sendiri juga orangnya lebih ke kreatif daripada yang tersusun rapi, tertata, jadi organizing is not my forte.”

Add comment

Translate »