Sehabis satu kesempatan datang dan dijalani, terbit kesempatan yang lain. Begitu cerita Zaida Jameela Heinrich yang hidup dengan banyak mengambil peluang. Mulai dari awal kuliah, hingga hampir di penghujung masa studinya, mahasiswa School of Applied STEM Prasmul ini memetik banyak buah manis dari keberaniannya dalam mencoba hal baru.
Memilih “Jalur Alternatif”
Buat gadis yang akrab dipanggil Jameela ini, kesempatan ada untuk dicoba. Salah satu yang diarunginya adalah saat ia memilih jurusan kuliah untuk ditekuni selama beberapa tahun ke depan.
“Dulu pas masih kelas 12, aku sebenernya masih bingung mau ambil jurusan apa. Kebetulan temanku ada yang mau tes di Prasmul,” cerita Jameela.
Tidak hanya asal mengambil keputusan, ia lalu berkilas balik pada masa-masa mengumpulkan informasi soal Prasmul, “Aku lihat di websitenya, ada STEM. Aku tahu aku mau kuliah teknik, tapi nggak tahu (mau ambil) teknik apa. Lalu aku lihat, ada Renewable Energy Engineering (REE) dan aku langsung tertarik karena sangat dibutuhkan juga di masa depan pastinya.”
Dan jadilah, pada tahun 2019, Jameela memulai kehidupannya sebagai Prasmulyan di S1 Renewable Energy Engineering.
Kuliah Online Juga Kaya Kesempatan!
Meski hanya sempat menyicip perkuliahan offline satu tahun saja, Jameela mengaku tidak pernah sepi kesempatan, baik dari segi akademik ataupun non akademik. Mengenai perkuliahan, ia menemukan banyak insight untuk menyiapkan diri di industri nanti.
“Di REE itu ada Renewable Energy Project, yang sebenarnya campuran antara teknik dan bisnis. Di matkul itu, kita nyari topik dulu, terus kita kaitkan dengan masalah yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari,” ungkap perempuan keturunan Jerman tersebut. Waktu itu, ia dan kelompoknya memilih untuk mengangkat permasalahan agrikultural dan menggagas irigasi menggunakan tenaga surya. Namun, bukan masalah berinovasi bersama kelompok itu saja yang menurutnya menjadi daya tarik, tetapi juga melihat progress kelompok lain. “Pasti banyak kelompok yang fokusnya di bidang lain, sehingga sekalian aku bisa belajar tentang berbagai masalah dan solusi yang mereka berikan.”
Soal bidang non akademik, mahasiswi yang gemar olahraga ini juga menceritakan pengalamannya meniti karier dari hobinya yang lain: modelling.
“Aku dulu ikut UI Fashion Week, Juara II waktu itu, lalu ditawari agency,” kata Jameela. “Akhirnya aku masuk agency dan terus ngejalanin bidang modelling.”
Tapi mengambil kesempatan, tentu saja ada batasan-batasannya. Sementara ini, selepas pulang dari Skotlandia, Jameela mengaku sedang hiatus sejenak dari karier di dunia mode. “Untuk sekarang, karena baru balik dari Glasgow dan padet kuliahnya, aku lagi nggak ambil job.”
Glow-Up dari Glasgow
Kesempatan lain yang menjadi titik balik mahasiswi yang pernah menjadi atlet atletik ini, tak lain dan tak bukan, adalah menerima beasiswa dan kesempatan untuk belajar di luar negeri selama kurang lebih 3 bulan. Jameela yang awalnya tidak punya ekspektasi apa-apa, malah mendapatkan banyak sekali pengalaman dari perbedaan yang ditemukannya dalam program study abroad, Indonesian International Student Mobility Awards (IISMA).
Perbedaan pertama, tentu saja regulasi pembatasan sosial yang lebih jarang di Skotlandia. Jameela dapat pergi ke kampus seperti biasa dan masuk ke kelas. Tidak hanya sebatas itu, kelas yang dihadiri di University of Glasgow lebih banyak berbentuk kuliah umum, dengan mahasiswa jumlah besar.
Perbedaan kedua terletak pada mata kuliah pilihan. “Aku ngambil matkul yang nggak berhubungan sama REE, karena kayaknya tujuan dari IISMA itu mereka mau kita memperluas wawasan kita.” Di antara 4 mata kuliah yang diambil Jameela, 2 di antaranya masih memiliki ikatan erat dengan apa yang biasa dipelajarinya di Prasmul. Namun dua yang lain–filsafat dan psikologi–menjadi lahan ilmu baru.
Ketiga, lingkungan di sekitar.
“Dan karena peserta IISMA semuanya juga baru datang ke Glasgow, jadinya sama-sama bisa relate. We’re trying to find our ways in the university, itu yang bikin seru dan memorable.”
Jauh dari rumah membuat juga Jameela mengapresiasi kebudayaan Indonesia lebih dalam serta menjalin networking yang lebih kuat dengan sesama perantau yang tergabung di Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI).
“Di komunitas ini, kami saling kenalan dan pastinya kami semua kangen sama makanan Indonesia. Makanya untuk menyebarkan budaya Indonesia, kita ngadain Indonesian Fair di kampus dan didatengin sama mahasiswa lain, dekan, dan dosen-dosen,” cerita gadis asal Jakarta tersebut.
Carpe Diem, Carpe Noctem!
“It’s a matter of luck, tapi pasti di setiap kesempatan yang ada, kita harus give our best, karena dari situ kita bisa dapetin experience yang mungkin nggak kita bayangin sebelumnya.”
Berkaca dari pengalamannya sendiri, Jameela berpesan kepada teman-teman yang masih maju-mundur dalam meraih sebuah kesempatan:
Add comment