Anda pasti setuju dengan pernyataan yang menyebut bahwa tidak ada batasan umur bagi seseorang untuk berbisnis. Dalam arti lain, tidak ada istilah terlalu muda atau terlalu tua untuk menjadi entrepreneur. Prinsip inilah yang direalisasikan oleh Ivan Setiawan, yang membangun bisnis semasa kuliah. Menariknya, Filmonkish ia bangun murni keinginan pribadi, bukan karena tugas.
Cerdik Mencari Celah Bisnis
Sebenarnya, alumni S1 Branding ini tidak pernah terpikir akan membangun bisnis saat kuliah. Akan tetapi, peluang bisnis justru menghampirinya secara tiba-tiba, bahkan lewat cara yang tak terduga yaitu bazaar. Beruntung, Ivan juga peka dan menyambutnya dengan baik.
“Waktu itu, aku datang ke salah satu bazaar di Jakarta Selatan. Nggak sengaja, aku ketemu satu kamera yang unik banget pake roll film dan akhirnya aku beli. Nah, pas ada acara Prasmul, aku bawa kameranya dan ternyata banyak yang tertarik.”
Kalau boleh jujur, ia pun kaget dengan antusiasme teman-teman saat melihat kamera baru menggantung di lehernya. Mereka pun bertanya-tanya berapa uang yang dikeluarkan Ivan untuk barang vintage tersebut. Ada yang menebak lima juta, bahkan sepuluh juta. Mendengar hal tersebut, otak bisnisnya seperti mendapat lampu hijau, “Kok mereka perceive mahal ya, berarti bisa nih dibisnisin, akhirnya mulai banyak yang nitip.”
Sejak itu, rutinitasnya sebagai mahasiswa mengalami sedikit perubahan. Ia harus pergi ke Pasar Baru, sepulang kuliah, untuk membeli pesanan kamera. Bukan hanya gap harga yang ia sadari, melainkan juga rendahnya tingkat melek digital dari pedagang di tempat tersebut, “Yang jual kakek-kakek semua, mereka nggak ngerti OLX, Tokopedia, Shopee, jadi aku bisa masuk ke pasar online.”
Setelah mengumpulkan modal yang cukup, kurang lebih setahun lamanya, pria yang pernah magang sebagai Sales & Marketing di Sinarmas Land ini memberanikan diri untuk stock barang.
Sekali Belajar, Dua Bisnis Dikembangkan
Karena menjalankan bisnis sembari kuliah, Ivan berkesempatan untuk langsung mengaplikasikan ilmu yang ia pelajari di kelas ke bisnisnya, “Aku bangun Filmonkish itu sambil kuliah, jadi sambil aku implementasiin. Nah, salah satu yang paling berguna itu market research, selain itu ada consumer behavior, consumer journey, strategic marketing, yang juga kepake banget.”
Pada saat wawancara, ia juga menyampaikan bahwa baru menyadari pentingnya melakukan riset pasar ketika diajak untuk berpartisipasi dalam proyek Wonderful Indonesia, milik Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, usai menarik perhatian saat presentasi Consumer Journey. “Selama sebulan, aku pergi ke Bali dan Batam buat riset ke bule-bule,” Ivan bercerita. Sejak momen itu, ia rutin melakukan riset kepada konsumen mulai dari sebelum rilis produk baru hingga setelah konsumennya melakukan repurchase.
Tak berhenti sampai disitu, pengetahuan yang telah diperoleh di kampus juga dimanfaatkan untuk mengembangkan perusahaan lain. Kebetulan, pria yang hobi muay thai ini memilih Denim It Up sebagai subjek untuk Project Improvement, tugas akhirnya. Siapa sangka, marketing campaign yang dibuat sukses membawa omzet Rp400 juta per bulan, “Aku diinfo langsung sama bos aku kalau dapet segitu dan akhirnya aku diangkat jadi CMO (Chief Marketing Officer).”
Jabatan tersebut hanya ditekuni selama hampir setahun. Alasannya, Ia berpikir kalau bisnis orang lain bisa dapat ratusan juta per bulan dengan strategi pemasarannya, Filmonkish pun juga bisa dibawa bawa ke titik itu. “Ternyata, teori-teori tentang influencer marketing dan sales promotion yang aku pelajari bisa works di bisnis orang lain, jadi aku mau coba di bisnisku,” ucap Ivan.
Meskipun hanya sesaat, pria yang sedang aktif membuat konten itu sudah mendalami tentang community marketing. Iya, sesuai tebakan kamu, teknik ini juga ia terapkan untuk Filmonkish yang targetnya adalah penggemar budaya Jepang dan Korea.
Hampir Tutup, Keadaannya Mendadak Berbalik 180 Derajat
Bukan bisnis namanya jika tidak penuh dengan risiko. Ditambah lagi, hampir semuanya masih dikerjakan oleh Ivan seorang diri. Ia hanya dibantu oleh dua orang lainnya, serta beberapa pekerja lepas. “Aku one man show, bahkan sampai packing pun aku kerjakan sendiri, karena aku mau ada personal touch-nya,” Ivan menjelaskan.
Namun, siapa yang pernah menduga bila awal 2023 kemarin jadi salah satu mimpi buruk untuk Ivan, “Awal 2023 kemarin, Filmonkish udah hampir bangkrut karena kamera analog udah gak tren lagi.” Kala itu, Ivan tidak mau menyerah begitu saja dan kemudian meluncurkan produk baru bernama Digimo, yang merupakan kamera digital yang dilengkapi dengan filter vintage.
Karena sudah berada di ujung tanduk, produk itu ia rilis tanpa ada budget pemasaran. Tiba-tiba, peristiwa besar terjadi, “Di hari pertama kita launch, 500 kamera terjual, kita nggak pake iklan, nggak pake ads, ternyata seloyal itu customer kita,” ungkap Ivan. Kabarnya, ia meraup omzet Rp1,3 miliar selama pertengahan Juni sampai akhir Juli lalu.
Dalam berbisnis, memang tidak ada yang pasti. Disini lah peran skill dan mentalitas seorang entrepreneur diuji!
Add comment