Membangun bisnis bukan tentang keberhasilan, tapi bagaimana kita bisa bangkit dari kegagalan.
William Tanuwijaya, CEO Tokopedia
Ketika bekerja sebagai seorang penjaga warnet (warung internet), William Tanuwijaya langsung jatuh cinta pada dunia maya. Ide untuk mendirikan sebuah platform online market pun tercetus, dan Tokopedia akhirnya lahir pada tahun 2009. Nama William melejit sebagai CEO muda berbakat yang menginspirasi banyak calon entrepreneur dan profesional, termasuk mahasiswa MM Program Prasetiya Mulya. Dalam ajang CEO Lecture pada hari Kamis (1/8) lalu, ia mengungkap inspirasi di balik realisasi mimpi dalam memeratakan perekonomian Indonesia secara digital.
Kegagalan Bertemu Kegagalan
Mengikuti tema perkuliahan yakni “Belajar Bareng The Underdog Culture”, William menceritakan perjalanan menanjaknya sampai bisa tiba di milestone 10 tahun Tokopedia. Waktu awal membangun bisnisnya, online marketplace bukan suatu hal yang baru di negara maju. Namun menerapkan konsep jual-beli online di negara kepulauan seperti Indonesia tentu saja mengundang rintangan yang berbeda.
“Waktu itu, tidak ada investor yang mau memberikan modal pertama,” William menceritakan. “Apalagi di perusahaan berbasis internet. Di titik itu, belum ada satu perusahaan teknologi dari Indonesia yang sukses.”
Uang bukan satu-satunya roda yang bisa menggerakkan perusahaan rintisan William. Hal kedua yang ia butuhkan adalah sumber daya manusia. Tapi nyatanya, tidak ada yang mau mengirimkan CV padanya. Beberapa orang yang akhirnya diwawancara pun enggan bergabung setelah melihat kantor Tokopedia yang saat itu terletak di dalam ruko kecil.
“Walaupun bisnis sudah berjalan, pasti masih ada yang akan meremehkan,” ungkap pria kelahiran Sumatera Utara tersebut sebelum menceritakan pengalamannya dalam mencari investor internasional. Berkesempatan untuk bertemu dengan petinggi perusahaan dari Amerika, ia memberikan presentasi dengan Bahasa Inggris yang terbatas.
“Baru lima menit, saya diusir,” kenang William. “Katanya saya cuma menghabiskan waktunya.”
Filosofi Bajak Laut
Melompat dari satu kegagalan ke kegagalan lainnya, apa yang membuat William percaya diri dalam meneruskan Tokopedia? Ia mengaku bahwa salah satu panutan hidupnya bukanlah seorang wirausahawan maupun tokoh dunia, tapi karakter fiksi dari komik One Piece. Bernama Luffy, ia bercita-cita menjadi raja bajak laut walaupun tak bisa berenang. Impian tersebut Luffy wujudkan dengan mengumpulkan orang-orang yang memiliki pemikiran serupa.
“Tokopedia dibangun dengan filosofi bajak laut tersebut,” jelas William. “Pertama adalah misi. Ketika kita berlayar, kita harus menentukan ke mana ingin berlabuh. Misi tersebut harus disosialisasikan kepada seluruh awak kapal.”
Ia melanjutkan, “Sebuah perusahaan layaknya seperti satu kapal dengan CEO sebagai nahkoda. Ketika berkembang, akan butuh lebih banyak kapal. Tiap kapal ini harus memiliki kapten yang kreatif, berani berargumen, namun tetap berlayar ke arah yang sama.”
“Lalu kompas dan peta dibutuhkan dalam perjalanan,” William menjabarkan. “Kompas adalah value dan DNA perusahaan, hal yang membedakan bisnis satu dengan lainnya. Sedangkan peta adalah strategi perusahaan yang selalu berubah tiap minggu, bahkan tiap tahun.”
Bangun Perusahaan Seperti Universitas
Dengan filosofi bajak laut dan semangat bambu runcing, William bangkit dari tiap kegagalan sampai akhirnya menemukan investor dari Jepang, Korea, kemudian Singapura. Tahun ini, Tokopedia telah mencapai value lebih dari 1 juta Dolar dan memberikan lebih dari 1,5% untuk perekonomian Indonesia.
“Berbisnis bukan tentang nekat doang, tapi juga harapan,” tekan William. “Ketika Tokopedia berdiri, ia mengubah hidup saya. Tapi saya lihat, ternyata ia juga mengubah banyak hidup orang lain.”
Sudah 10 tahun berjalan, William tidak ingin gampang merasa puas. Ia berpendapat bahwa sebuah perusahaan harus dibangun seperti universitas, yakni sebuah organisasi yang dikenal karena dampak dan lulusannya. Maka dari itu, William juga nurture pegawainya dengan memberikan mereka kepercayaan dan kesempatan.
“Perusahaan harus memikirkan rencana sampai 100 tahun ke depan,” William mengatakan. “Kita harus mempersiapkan pemimpin yang lebih baik dari diri kita sendiri.”
Add comment