Meski telah banyak berinvestasi pada pendidikan dan pengembangan karier para pekerja, masih banyak perusahaan yang gusar menghadapi tingginya angka turnover Millennials.. Padahal, lima tahun mendatang, diprediksi 75% industri dunia akan diduduki oleh generasi unik tersebut.
Berawal dari kekhawatiran yang ada, CEO Club Prasetiya Mulya pun menyelenggarakan sebuah seminar bertajuk “Managing Millennials” yang berlangsung pada Rabu (18/02) lalu di Fairmont Hotel, Jakarta. Acara ini mengundang Tan Wijaya (Presiden Direktur PT. IBM Indonesia) dan Rani Soebijantoro (Founder & Managing Partner Ambiz Internship & Jobs) sebagai pemateri.
Millennials yang Loyal, Adakah?
Job Hopping atau berpindah-pindah pekerjaan tampaknya memang salah satu karakter pembeda Millennials dibanding generasi lainnya. Dengan adanya internet, kelompok usia ini lebih mudah membandingkan satu pekerjaan dengan pekerjaan lainnya, sehingga mereka tak ragu meninggalkan pekerjaan yang dianggap kurang mengakomodir personal value dan ambisi yang dimiliki.
Hal ini diamini oleh Tan Wijaya yang menyatakan, “Perusahaan kini terkesan menjadi ‘sekolah’ dimana mereka (Millennials) masuk, belajar, lalu pindah ke perusahaan lain ketika sudah pintar.”
Meski demikian, tak seluruh Millennials ingin melakukan job hopping. Jika manajer SDM lebih jeli, masih banyak kandidat yang menginginkan stabilitas dan kenyamanan dari satu tempat kerja. Menurut Rani Soebijantoro, terjadinya job hopping bukan sepenuhnya salah pekerja, melainkan karena kesalahan proses hiring. “Kalau kandidat yang dipilih tidak sesuai dengan kultur perusahaannya, mau dibentuk dan diberikan program retensi seperti apapun, tidak akan bertahan!”
The Right Method to Attract The Right Candidate
Biasanya, definisi “The Right Candidate” kebanyakan perusahaan adalah mahasiswa tingkat akhir yang percaya diri, berprestasi, berpengalaman kerja, dan berpikiran kritis. Memang tak salah, namun perusahaan harus bersiap bersaing dengan perusahaan lain karena populasi kandidat tersebut hanya 3% dari talent pool yang ada. Harga untuk merekrutnya pun tak murah.
“Daripada kita berkompetisi di red ocean yang 3% itu, lebih baik kita main di laut yang sangat tenang,” Rani berujar. Menurutnya, kompetisi akan menjadi lebih ‘tenang’ bila perusahaan bersedia merekrut pekerja yang belum berpengalaman, namun berkeinginan kuat untuk belajar.
“Selain itu, kandidat yang belum bekerja 1-3 tahun setelah lulus pun sebenarnya memiliki potensi yang besar,” tambah Rani. “Sebab, biasanya kandidat tersebut menghabiskan waktu luang untuk catching up dan menambah kemampuan mereka.”
Jika masih ingin menarik perhatian ‘The Right Candidate’, Rani pun menyarankan agar perusahaan mulai mendekati mahasiswa potensial tersebut sejak tahun pertama pendidikannya. “Ajak mereka untuk training di tempat Anda. Dengan begini, mereka akan familiar dengan kultur perusahaan Anda dan, harapannya, memilih bekerja di sana ketika lulus nanti,” ujarnya.
Wujudkan Millennials yang Loyal
Berdasarkan publikasi PwC tentang Millennials at Work, training & development, jam kerja yang fleksibel, dan bonus menjadi tiga benefit utama yang diharapkan pekerja dari perusahaan. Hal ini pun tercermin pada perubahan-perubahan yang terjadi di IBM, salah satunya terkait dengan jam kerja. “Karyawan bisa datang dan pulang jam berapapun, asalkan mereka disiplin dalam mencapai target-target pekerjaan yang diberikan,” ungkap Tan Wijaya.
Ada tips khusus yang diberikan Tan agar generasi yang terkenal tidak taat aturan ini menjadi disiplin. “Millennials tidak percaya konsep senioritas berdasarkan usia dan jabatan, namun lebih percaya pada role model dan mentor,” ujarnya. “Agar mereka disiplin, perusahaan harus memiliki sosok panutan dalam tim yang akan membimbing pekerjaan Millennials tanpa harus mendikte.”
Selain fleksibilitas cara dan waktu kerja, Millennials pun membutuhkan pengakuan dan transparansi atas pekerjaannya. Menurut LinkedIn, mereka ingin tahu apakah pekerjaannya dilakukan dengan benar, serta dianggap penting dan berdampak bagi perusahaan. Kelompok ini tidak takut menghadapi kritik, selama disampaikan secara langsung dan membangun.
Terdiri atas alumni Universitas Prasetiya Mulya yang berada pada posisi C-Level, CEO Club merupakan sebuah wadah untuk membangun dan mengembangkan jejaring di kalangan profesional dan pengusaha. Kegiatan dari organisasi ini meliputi seminar, Focus Group Discussion (FGD), dan guest lecture dalam rangka berbagi insight mengenai dunia bisnis Indonesia.
Add comment