Bagi sebagian besar orang, perkuliahan bukan hanya jadi tempat untuk menimba ilmu, tapi juga mengenali dan mengembangkan diri. Hal ini nyata bagi Jonathan Andersen, Prasmulyan S1 Business Economics 2018. Bukan dari buku atau mentor, medium yang berperan dalam transformasi diri Jonathan ternyata merupakan alat penangkap gambar alias kamera. Simak bagaimana fotografi membantunya dalam mengupas kepercayaan diri selama berkuliah!
Sosok yang Pendiam
Ketika masih menjadi pelajar di SMA Saint Nicholas, Jakarta Utara, Jonathan menyatakan bahwa ia hanya fokus di akademis saja dan tidak terlibat di organisasi. “Aku orangnya dulu agak pendiam,” ia menjelaskan.
Namun di masa tersebut, Jonathan menemukan suaranya di fotografi. Meski sudah memegang kamera sejak umur 14 tahun, baru tiga tahun kemudian ia mulai menyelam lebih dalam. Secara autodidak, Jonathan mengumpulkan ilmunya dari internet dan YouTube. Bahkan di awal pembelajaran, ia berusaha mereplikasi teknik dari karya-karya yang menginspirasinya pada hasil potretnya sendiri.
“Tahap favoritku adalah editing,” ungkap Jonathan. “Karena di situ, kita bisa ambil alih dan tentuin sendiri mau diarahkan ke mana. Ibarat seperti melukis, kita bisa atur warnanya.”
Salah satu tokoh yang menjadi panutannya adalah Ryan Mamba, fotografer asal Singapura. Menurut Jonathan, Ryan dapat mengubah objek sederhana dan menjadikannya luar biasa melalui editing. Hal ini yang ingin Jonathan terapkan pula pada karyanya.
“Ketika menemukan suatu objek atau tempat untuk dipotret, aku pikirin perasaan apa yang didapatkan di situ. Kemudian aku berusaha cocokkan dan salurkan emosi tersebut kepada orang yang melihat foto tersebut.”
Keluar dari Zona Nyaman
Sejak menjadi Prasmulyan, Jonathan mencari cara untuk berkontribusi dalam kegiatan kampus dengan keterampilannya. Pada tahun pertama, ia bergabung dalam berbagai macam kepanitiaan Prasmul seperti Social Week, Entrepreneur Day, dan Liga Prasmul. Setelah itu, pada tahun kedua, ia memutuskan untuk ikut serta dalam Business Economics Student Association (BEST) sebagai tim dokumentasi.
“Jujur waktu itu pun masih pendiam,” Jonathan mengakui. “Tapi dari kepanitiaan dan organisasi aku dapat networking. Aku ketemu banyak orang baru dan belajar banyak dari orang lain.”
Selama di BEST, Jonathan bukan hanya mengasah ilmu fotografi, tapi juga menambah skill baru di desain, Photoshop, dan videografi. Namun kemampuannya semakin ditantang pada tahun ketiga. Tak lagi menjadi anggota, ia ditunjuk sebagai External Relations Coordinator untuk BEST Periode 2020/2021. Dipercayakan dengan jabatan ini, Jonathan akhirnya menemukan keberanian baru dalam berkomunikasi dan leadership.
Ia menyampaikan, “Aku dipaksa keluar dari zona nyaman. Sekarang aku nggak boleh diem-diem lagi, harus berani approach orang. Sebagai leader pun aku harus membina para anggota. Selain memberi tugas sesuai keterampilan mereka, aku juga memastikan bahwa mereka ada kesempatan untuk mendapatkan skillset yang baru.”
Balance for Benefit
Jonathan memampang hasil fotografinya dalam portofolio online agar orang lain dapat turut menikmati karya-karyanya. Tetapi ternyata, memotret bukan satu-satunya hobi Jonathan. Ia juga memiliki kegemaran di bidang kopi. Berawal dari ketertarikannya kepada latte art, kini ia fokus dalam mengeksplorasi berbagai variasi rasa kopi yang menurutnya unik. Ia pun menjalankan Toko Matrix, sebuah online shop yang menjual peralatan pembuatan kopi serta baju secondhand.
“Dari pengalamanku, kalau hanya berat ke satu hal, hal yang lain akan terkorbankan,” Kata Jonathan. “Maka dari itu hobi dan akademis harus bisa di-balance. Dengan begitu kita bisa mendapatkan benefit dari hal-hal tersebut.”
Meski sudah men-juggle sejumlah kewajiban dan hobi, masih ada banyak ilmu dan skill yang ingin Jonathan pertajam, seperti memasak dan videografi. Kemudian untuk melengkapi transformasi diri di masa kuliah, ia mau memperdalam public speaking skills lebih lanjut.
“Aku masih lumayan takut dan gugup,” Jonathan menerangkan. “Karena itu aku mau berlatih supaya bisa lebih lancar sharing ide ke orang lain. Aku cukup beruntung karena di Prasmul, melalui mata kuliah Business Communication, aku terbiasa berkomunikasi dengan orang lain dalam beragam format.”
Add comment