Bukan kali pertama, Ingvelda Feliecia Hermawan, Kristie Marsela dan Yonatan Natanael sukses membawa pulang piala kebanggaan untuk Universitas Prasetiya Mulya. Setelah sempat berjaya merebut juara 1 (marketing plan competition) dalam lomba Business Festival Competition yang diselenggarakan Universitas Padjajaran, kini kolaborasi trio S1 Bisnis angkatan 2015 ini kembali sukses dalam kompetisi Indonesia Digital Leader (IDL) pada 2016 lalu.
Produktif Kunci Kesuksesan
Meski berasal dari kelas yang berbeda, kekompakan yang dibangun Ingvelda, Kristie dan Yonatan sudah kuat karena pernah menjalani kompetisi bersama sebelumnya. Untuk kembali menjajal ilmu dan memaknai arti sportivitas, mereka memutuskan mengikuti ajang IDL.
IDL adalah kompetisi kepemimpinan besutan perusahaan startup Kudo. Dalam ajang ini, generasi muda potensial seluruh Indonesia disatukan dan ditantang dengan ragam kasus menarik, yang mengharuskan kandidat mengeksplorasi critical thinking dan jiwa kreativitasnya.
Merasa terpanggil dan tertantang, ketiga mahasiswa S1 Bisnis Prasmul ini mantap mendaftar dan mengikuti tahap pertama, yaitu essay. Sebagai anak bisnis, rangkaian essay yang mereka susun tidak lepas dari perspektif bisnis, Yonatan menuturkan “Kami mencoba utarakan bagaimana dunia usaha dapat mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara. Bagaimana dengan hadirnya pegiat usaha, taraf hidup masyarakat bisa meningkat”. Sebagai generasi millennial, Kristie berujar bahwa mereka juga mencoba mengangkat isu seputar tantangan dan peluang pengusaha dalam menghadapi dunia digital. Ibarat blessing in disguise, tanpa disangka essay cerdas yang mereka rangkai berhasil lolos menyaingi ratusan kandidat lain.
Babak baru dalam ajang ini pun dimulai. Mereka dipertemukan dengan 30 kandidat lain yang berasal berbagai universitas unggulan di Indonesia. Menyandang status sebagai mahasiswa Prasmul, mereka mengerahkan usaha demi membawa nama Prasmul baik dipandang mata. Adalah Case Study Competition, tahapan kedua yang mengharuskan trio ini memutar otak dalam mememcahkan masalah yang berkaitan dengan finance, digital marketing, offline marketing, human resource dan sales. Ingvelda bercerita bahwa mereka ditantang untuk memposisikan diri menjadi staf professional yang kreatif, berpikir kritis dan memberi solusi bagi tiap divisi “Tujuan kami intinya harus bisa memberikan improvement bagi perusahaan. Semua ide kami tuangkan melalui paper dan presentasi online di depan petinggi Kudo.“ Meski tidak mudah, perjuangan tahap 2 dapat dilewati dengan lancar, sehingga membawa mereka menapaki kaki ke tahap selanjutnya.
Semakin tinggi tahapan yang dihadapi, semakin rumit pula rintangan yang diberikan. Upaya, tenaga dan waktu mereka curahkan dalam tahap terakhir yaitu Execution Challenge. Yonatan menjelaskan mereka bertiga harus melewati 2 tantangan yaitu membuat strategi digital marketing untuk Kudo dan meningkatkan jumlah agen kudo melalui kegiatan offline marketing. Semua itu mereka implementasikan secara nyata dalam bentuk kegiatan seminar, kunjungan door to door ke rumah warga bahkan mengaktivasi laman Facebook Kudo. Di penghujung perjuangan, mereka harus melakukan presentasi di depan petinggi Kudo untuk memaparkan apa saja kegiatan dan pencapaian yang mereka capai selama 6 bulan lamanya.
Ibarat perjalanan panjang, mereka melakukan segala tantangan ini disela — sela waktu kuliah. Kristie berkisah “Susah banget bagi waktu, karena kami sambil kuliah sehingga waktunya terbagi. Beberapa kandidat lain ada yang sudah lulus, jadi bisa jalanin tantangan dengan lebih maksimal.” Ingvelda menjelaskan, mereka tetap berusaha produktif dengan menggunakan sisa waktu yang dimiliki tiap harinya untuk menjalani lomba “Kebetulan kami beda kelas, jarang ketemu. Satu-satunya cara, setiap malam kami pasti kontak untuk update informasi, bagi tugas dan saling mengingatkan progress masing-masing”.
Menjalani lomba dengan durasi 6 bulan lamanya memang tidak mudah, namun banyak membawa cerita seru. Ditanya soal tantangan terfavorit, ketiga mahasiswa ini kompak menjawab mengidolakan tantangan dalam meningkatkan sales, karena ditahap itu mereka didorong untuk berpikir kritis mencari kerjasama dengan berbagai pihak, mengerahkan kemampuan bisnis dan melebarkan koneksi. Saking sukanya, mereka berhasil menembus angka penjualan hampir 200 juta.
Bertemu Sosok Inspiratif
Selain terasahnya kemampuan manajemen waktu, berpikir kritis dan kreatif, mereka juga mendapatkan akses untuk mengikuti program bootcamp. Program ini ditujukan sebagai wadah inkubasi, dimana mereka dipertemukan dengan tokof inspiratif mulai dari CEO, Entrepreneur dan Staff Professional di perusahaan terkemuka di Indonesia.
Mereka juga sempat mengunjungi kantor Bukalapak, Gojek, BTPN bahkan Jakarta Smart City untuk berbincang dengan para tokoh dibalik suksesnya perusahaan — perusahaan tersebut. Sebuah pengalaman langka dan tak datang dua kali. Yonatan mengakui, ia dan kedua temannya sangat mendapatkan ilmu baru dari kunjungan tersebut “Pastinya mendapat masukan bagi kami, terutama sebagai anak bisnis kami mendapatkan banyak insight baru yang aplikatif, seperti gimana sih kultur yang ada di perusahaan, gimana sih sudut pandang CEO.”
Setelah setengah tahun lamanya mereka berkutat dalam ajang ini, tahap yang ditunggu — tunggu akhirnya datang juga. Meski dewi fortuna belum berpihak pada mereka untuk menduduki posisi pertama, tim visioner berhasil menjadi juara 3 dan disandingkan dengan juara satu dari Universitas Indonesia dan juara dua dari Universitas Hassanudin.
Dengan sulitnya rintangan yang mereka hadapi, meraih predikat sebagai juara 3 adalah capaian yang membanggakan. Selain karena optimisme dan produktifitas mereka, modal ilmu yang diberikan Prasmul dimana mahasiswa dipaparkan dengan ruang lingkup ilmu yang luas juga menjadi faktor pendorong kesuksesan Yonatan, Ingvelda dan Kristie. Civitas academika Universitas Prasetiya Mulya bangga atas kesuksesan yang dicapai. Terus ukir catatan kesuksesan, dimanapun kalian berada Prasmulyan!.
Add comment