“Manusia dan Teknologi”
Oleh Dr. Karlina Supelli dan Dr.LG Saraswati Putri
Kehadiran teknologi seperti dua sisi mata uang. Di satu sisi sangat membantu manusia dalam mencapai tujuannya. Di sisi lain dia juga memberikan sisi gelap sebagai konsekuensi dari penggunaannya.
Dalam Seminar “Teknologi dan Manusia” yang diselenggarakan oleh Universitas Prasetiya Mulya dalam rangka Pembukaan Perpustakaan STEM pada 16 September 2016, Dr Karlina Supelli mengungkapkan bahwa kinerja masyarakat modern konsumtif telah digerakkan oleh prinsip-prinsip formatif piranti ini, dan pelan-pelan kita beralih dari masyarakat teknofobia (takut akan teknologi) ke teknofilia (pecinta teknologi).
Karlina menanyakan, “Budaya apakah yang paling cepat berkembang di anak muda sekarang? “ Jawabannya adalah : Budaya komentar. Hal ini membuat sesuatu yang esensial ikut hilang: yaitu kesanggupan untuk berpikir mendalam.
Untuk itu, seseorang harus mengerti technology literacy. Menurut Karlina, sama dengan kita belajar membaca huruf yang akhirnya membantu kita belajar tentang dunia, harusnya teknologi juga seperti itu. Teknologi sebagai alat dan cara kita berhubungan dengan dunia, dan hal ini harus dipahami oleh anak dari dini hingga tingkat mahasiswa untuk mempelajarinya, bahwa akhirnya dia belajar dunia lebih baik dengan adanya teknologi, tapi juga harus belajar dan mengerti bahwa dunia maya punya banyak sisi, dan di tingkat mahasiswa, kita sudah seharusnya menjadi orang yang mampu berpikir mengenai teknologi, dan bukan hanya berkomentar.
Di Indonesia sendiri , refleksi mengenai dampak teknologi terhadap cara kita berpikir dan bertindak menjadi tragis ketika kita menyadari, betapa lemah kapasitas kita sebagai bangsa untuk memproduksi piranti teknologis dalam keanekaragaman bentuknya. Menyangkut teknologi lanjut dan canggih, kita terutama dan pertama-tama masih pada tahap pengguna.
Artinya, menyangkut teknologi, cuaca kultural kita didominasi oelh aspek rekreatif. Sedangkan aspek kognitif kebudayaan, yang memandang teknologi sebagai sistem pengetahuan dan sistem bertindak, masih berada dalam taraf yang tidak menggembirakan. Buktinya kita lihat pada upaya alih teknologi yang berjalan kikir dan tertatih tatih. Pada industri manufaktur, misalnya, alih teknologi berlangsung masih pada aras teknologi menengah dan sedikit teknologi lanjut. Indonesia bahkan mengalami krisis insinyur.
Di sinilah kita menghargai dan mensyukuri setiap upaya untuk membangun pendidikan sains dan teknik yang serius. Dengan catatan, tentunya. Para lulusannya kelak setia bekerja sebagai ilmuwan, ahli teknik dan teknik rekayasa serta pakar teknologi. Tanpa kesetiaan itu, kita semakin gagap mengikuti derap kemajuan teknologi dan bertahan dalam hubungan dengan teknologi sebagai pengguna yang mengejar kenyamanan, tetapi tidak mampu menjadi pemikir dan penghasil teknologi.
Dr. LG Saraswati :
Sementara itu, Dr. LG. Saraswati Putri mengungkapkan sisi lain dari teknologi dan dunia maya. “Bentuk demokasi yang paling radikal itu ada di dunia maya.Kita generasi yang paling terpampang dengan kemajuan teknologi dan sosial media tersebut. Bullying di sosial media memang terjadi di dunia maya, tetapi kekerasannya asli. Inilah sisi gelap teknologi, khususnya sosial media saat ini” ujarnya. Oleh karena itu institusi pendidikan juga harus berperan agar memberi kesadaran agar individu harus hadir saat memakai gawai. Seseorang harus tahu konseskuensi dari yang dia tulis”, ujarnya.
Menurutnya dalam hal teknologi, dunia maya dan sosial media seharusnya Bukan sosial yg hadir, tapi individu yg hadir. Kesadaraan, kepekaan dan keputusan individu menjadi penting utk mengkritisi aplikasi techne.
Bom atom, teknokrat NAZI dan pembantaian bangsa Yahudi. Mereka bersembunyi dibalik “kebaikan bersama”Yang sosial, belum tentu jadi benar.
Kebebasan individu itu penting dalam mengembangkan arah teknologi. Kedewasaan individu lebih penting drpd kepatuhan hampa yg sosial” ujarnya lagi.
Mengutip dari Heidegger, saat ini teknologi yang diciptakan hanya untuk memuaskan kebutuhan manusia saja. Sementara itu, teknologi yang berada pada tingkat penyibakan adalah teknologi yang baik bagi keseimbangan ekosistem. Teknologi saat ini masih di tahap banal, benda yang digunakan manusia diperuntukkan untuk menggerus alam demi memenuhi kepentingan dirinya. Seharusnya manusia dapat membangun kebudayaannya, teknologi, serta segala sistem sosialnya berkesesuaian dengan keberadaan ekosistemnya. Disekuilibrium akan semakin memburuk bila manusia tidak berubah. Kebahagiaannya, eksistensinya, serta masa depan manusia terpaut dengan bagaimana ia memahami alamnya.
/mtr
Para lulusannya kelak setia bekerja sebagai ilmuwan, ahli teknik dan teknik rekayasa serta pakar teknologi