Familier dengan menu ‘Iga Barbar 1 Kg’ khas Iga Bagus, yang ramai disambangi para food blogger, seperti MGDALENAF, Nex Carlos, atau Farida Nurhan? Rupanya, restoran spesialis iga dan daging bakar tersebut merupakan rintisan dari dua alumni MM Prasetiya Mulya yang bertemu dalam program MM Business Management, yaitu Siti Agustina Harahap yang akrab disapa Uthie, dan Dwi Cahayaningsih alias Dwi.
“Aku memang awalnya ada usaha catering, tapi banyak pertanyaan tentang bisnis yang menghambat decision making aku. Karena semuanya terjawab setelah kuliah di MMBM, bahkan sejak matrikulasi, aku jadi ingin buka restoran sendiri, tapi dengan partner,” ujar Dwi. Dari inisiatif ini, Dwi tak sengaja dipertemukan dengan Uthie yang saat itu tengah mencari lahan investasi. “Tiba-tiba diajak nyobain menu baru dari Bagus, suami Dwi. Pas nyobain langsung jatuh cinta karena iga biasanya nggak selembut dan se-juicy ini,” cerita Uthie. Alhasil, dari sinilah asal muasal Iga Bagus terbentuk.
Iga Bakar, Ya Iga Bagus!
Mengaku masih ‘seumur jagung’, bahasan pertama kedua sahabat karib ini seputar bisnis adalah mencari pembeda antara Iga Bagus dengan para kompetitor. “Dari sisi produk, kita lihat point of parity dulu, dan ternyata orang sukanya daging iga yang empuk, juicy, lalu point of difference dengan penampilan yang menarik dan variasi ukuran” ujar Dwi.
Memiliki konsep family resto yang erat dengan kebersamaan, dari situlah Iga Bagus hadir dengan menu andalannya, Iga Barbar 1 Kilogram yang bisa dinikmati bersama keluarga. “Kami punya visi untuk menjadi family resto legendaris di Indonesia, jadi sejak awal kita junjung banget kualitas dan konsistensi rasa. Mau makannya kapan pun, supaya rasanya sama kita rajin evaluasi rasa,” ungkap Uthie. Bahkan, keduanya mengaku jika dari sisi produk saja, sudah terdapat SOP yang terstandar. “Kita betul-betul pastikan komposisi lemak dan dagingnya sesuai standar, teknik potong, proses masak, bahkan mili sausnya itu kita tetapkan,” kata Dwi.
Begitupun dari segi layanan, womenpreneurs ini menyadari bahwa produk yang berkualitas perlu dibarengi dengan ekspektasi konsumen yang terjaga. “Awalnya konsumen komplain, ‘15 menit kok nggak keluar-keluar’, padahal masak iga kan butuh waktu ya,” cerita Uthie. “Oh ternyata kita harus manage ekspektasi. Kalau dari awal kita state makanannya akan keluar 15-20 menit, berkurang review buruknya,” lanjut Ibu satu anak tersebut. Sehingga kini, dari foto makanan pun, Iga Bagus sangat menyesuaikan dengan realita yang akan dirasa konsumen.
“Sekarang kita perhatikan banyak kompetitor yang mulai mengikuti ide-ide itu. Tetapi karena kita punya first mover advantage, jadi waktu orang mikir, ‘wah mau iga satu kilo nih,’ yang pertama diingat ya Iga Bagus dulu,” ujar Uthie.
Menghadapi Pascapandemi
Untungnya kita sudah prepare dari awal terbentuk, karena di MM Prasetiya Mulya diajarkan untuk menghadapi sesuatu yang nggak diinginkan itu dengan siap.
Dwi Cahayaningsih
Seperti bisnis lainnya, 2020 sempat menjadi masa terpuruk bagi Iga Bagus. Baru saja buka pada akhir tahun 2018, satu tahun setelahnya harus merasakan penurunan pengunjung karena akses ke daerah tebet banjir, hingga kemudian disusul pandemi. Sama-sama menyadari pentingnya penyesuaian strategi hingga the new normal nanti, berikut ilmu berbisnis di masa pandemi yang dibagikan Uthie dan Dwi.
Perkuat Cash Flow
Yang terpenting untuk saat ini adalah menjaga agar bisnis dapat survive. Karena itu, upayakan menjaga perputaran uang untuk mempertahankan denyut nadi bisnis.
Simplifikasi Menu
Kurangi menu yang berbahan baku dengan daya tahan singkat, fokus pada menu best seller agar sisi operasional bisnis dapat diatur dengan lebih mudah dan mengurangi cost serta menurunkan resiko produk cacat.
Adapt dengan Perubahan Kebutuhan & Perilaku Konsumen
Kini, penerapan protokol kesehatan adalah suatu kebutuhan. Selain mewajibkan seluruh karyawan untuk vaksin, Iga Bagus juga melakukan penyemprotan desinfektan secara berkala dan berencana memperluas area outdoor. “Konsumen pasti ada perubahan perilaku, seperti pola konsumsi yang lebih sehat, lebih memilih stay at home, jadi kita lakukan inovasi produk dengan mengeluarkan menu baru seperti jamu dan promo take away” kata Uthie.
Apapun Inovasinya, Tetap Berpegang pada Brand Core Values
Meskipun terdapat sangat banyak tawaran berinovasi, seorang pebisnis perlu tetap selektif dalam mencari inovasi yang sesuai dengan nilai yang dijunjung bisnis. “Seperti waktu dulu ramai ready to cook gitu, kita nggak ikutan karena kurang sesuai dengan Iga Bagus yang menjunjung tinggi kualitas dan konsistensi rasa,” tukas Uthie.
Bagi aku pribadi, menjaga persepsi customer itu lebih mudah daripada mengubah persepsi yang sudah buruk ke kita.
Siti Agustina Harahap
Akhir kata, kedua partner berpesan untuk selalu memperkaya ilmu, memperkuat mental, dan menjadi kreatif. Dwi menutup, “Berbeda dengan karyawan,pengusaha itu nggak punya bos yang selalu ingetin kalau kita salah atau ngajarin ilmu baru, tapi kita harus cari tahu sendiri. Jadi perlu selalu evaluasi diri, haus sama pengetahuan, semangat, dan nggak boleh gampang menyerah.”
iga dan sate kambing adalah favoritku dari dulu. hehe