Tepat 90 tahun lalu di tanggal 28 Oktober, pemuda-pemudi Indonesia menyingkirkan segala perbedaan untuk bersatu dan berikrar pada negara tercinta. Sejak itu, Sumpah Pemuda menjadi bagian penting dalam sejarah perjuangan Indonesia menuju kemerdekaan. Cita-cita ini kemudian seakan mengikuti setiap gerakan para pemuda dalam memajukan Negeri sebagai masyarakat yang satu dalam Tanah Air, Bangsa, dan Bahasa.
Hampir satu abad berlalu, namun semangat unifikasi kawula generasi Z masih berkobar dengan indahnya. Tak kandas perjuangan para pemuda di tahun 1928, Universitas Prasetiya Mulya memastikan bahwa rasa nasionalisme mahasiswa penerus bangsa masih mendarah daging. Melalui ajang Sumpah Pemuda 2018: Ragam Inovasi Dalam Mozaik Budaya Nusantara yang diadakan hari Selasa (30/10) lalu di Kampus BSD, warga Prasmul menikmati rangkaian acara penuh inspirasi dan tawa.
Melanjutkan Perjuangan 1928
Sebagai negara kepulauan, luasnya lautan mudah dijadikan alasan untuk perpecahan. Namun menurut Prof. Dr. Djisman Simandjuntak selaku Rektor Universitas Prasetiya Mulya, keahlian penduduk Indonesia dalam bekerja sama dan bersaudara merupakan faktor pendorong kemakmuran masyarakat.
“Dalam ilmu fisika, peristiwa Sumpah Pemuda bekerja sebagai attractor alias pemikat, suatu hal yang menghela daya-daya di sekitarnya,” ujar sang Rektor dalam pidato pembukaan. “Lebih dari janji, ia adalah suatu hal yang tidak dapat dikompromikan. Segala apapun yang dihadapi, kita harus junjung sumpah itu.”
Bapak Harry Tjan Silalahi, tokoh aktivis mahasiswa sekaligus Pembina Universitas Prasetiya Mulya, hadir sebagai tamu kehormatan serta guest lecture dalam ajang Sumpah Pemuda 2018. Selaras dengan perkataan Pak Djisman, mantan ketua Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia tersebut menyatakan bahwa semangat Sumpah Pemuda harus terus diperbarui.
Sumpah Pemuda merupakan komitmen rohani yang harus diperjuangkan sampai akhir hayat. – Harry Tjan Silalahi
“Banyak orang menyalahartikan kata ‘satu’ dalam Sumpah Pemuda,” kata Pak Harry. “Indonesia memiliki ragam suku bangsa. Tidak mungkin kalau dilebur. Mereka tetap harus memegang identitas masing-masing. Namun dari keragaman tersebut, kita adalah satu bangsa, Bangsa Indonesia.”
Cara Trendy Melestarikan Budaya
Sebagai salah satu kegiatan Sumpah Pemuda 2018, Prasmul mengundang sejumlah pembicara ahli untuk menyampaikan pendapat mereka mengenai inovasi dalam budaya. Syarika Bralini, yang merupakan Ketua Komite Inovasi Berbasis Budaya, hadir sebagai keynote speaker dan menginspirasi Prasmulyan tentang peran mereka sebagai masyarakat yang bertanggung jawab untuk melestarikan budaya. Kemudian, menyentuh topik tourism business, Kevin Ajudia (IT Museum Gedung Sate), Wiryanatha Wijaya (CEO Monster AR), serta Yudho Hartono, MM (Kepala Prodi S1 Hospitality Business) menjelaskan bagaimana pekerjaan mereka berhasil mengintegrasikan teknologi demi memajukan bisnis pariwisata di Indonesia.
“Sekarang jamannya teknologi,” tutur Kevin. “Kami ingin waktu yang dihabiskan dengan gadget jadi lebih bermanfaat bagi pengunjung. Maka dari itu Museum Gedung Sate menerapkan konsep smart museum yang melibatkan sensor, data digital, video mapping, VR, serta AR dalam tour experience.”
Ada tiga alasan kenapa AR dan VR bisa membantu tourism business, yakni accessibility, time saving, dan added value. – Wiryanatha Wijaya, Monster AR
Bukan hanya itu, pelestarian seni budaya Indonesia dalam bisnis kekinian pun jadi pembahasan dalam seminar yang berbeda. Disajikan oleh Helen Wahyudi (Business Director IKAT Indonesia), Tee Dina Midiani (BEKFRAF), dan Ellen Nio (Associate Patamar Capital), penyebaran potensi budaya Indonesia dan mengedukasi masyarakat tentang corak unik yang dimiliki tiap daerah menjadi highlight dari seminar ini.
Tiap daerah di Indonesia memiliki cerita dan kekayaanya masing-masing. Mengapa kami sebagai generasi muda tidak mengapresiasi hal tersebut? – Helen Wahyudi, IKAT Indonesia
Bersatu Dalam Lomba
Usai sesi talk show dan seminar, Sumpah Pemuda 2018 dibikin makin spektakuler dengan berbagai kontes. Dari pagi hingga sore, sejumlah Prasmulyan berbatik terlihat sibuk mengambil selfie bersama teman-teman untuk mengikuti lomba Instagram. Selain itu, mahasiswa pun diberi panggung untuk unjuk bakat dalam talent show, sekaligus mengasah otak kreatif untuk melestarikan budaya Indonesia melalui pameran ide bisnis inovatif mahasiswa.
Antusias mahasiswa juga kentara dalam perlombaan kostum pahlawan Nasional. Diadakan di lapangan basket Prasmul yang telah disulap menjadi arena panggung catwalk, sebanyak 18 pasang Prasmulyan menampilkan kostum mereka layaknya fashion show. Tepukan tangan meriah dari penonton menyambut tokoh-tokoh familier seperti Bung Tomo, Cut Nyak Dien, Ahmad Dahlan, Rasuna Said, bahkan sampai tokoh fiksi legendaris Indonesia yakni Gatot Kaca serta Wiro Sableng.
Sebagai generasi muda, kita harus punya tekad dan keberanian tinggi untuk melakukan perubahan demi kemajuan Bangsa Indonesia. – Mahasiswa Prasmul 2018
Kompetisi terakhir yang tak lunturkan sorak-sorai perhelatan Sumpah Pemuda 2018 adalah lomba minum jamu. Bukan hanya melibatkan mahasiswa, seluruh Faculty Member serta Staff pun diundang untuk beradu otak dan lidah dalam pertandingan yang mengocok perut tersebut.
—
Seiring tenggelamnya matahari, semangat nasionalisme dan persatuan disematkan kembali dalam jiwa insan-insan Universitas Prasetiya Mulya. Bukan akhir perjalanan, Sumpah Pemuda 2018 justru menjadi pengingat bahwa nasib masa depan Bangsa berada di kepalan tangan generasi muda. Kolaborasi sebagai mindset yang ditanamkan dalam Prasmulyan juga perlu bersandar pada janji mulia pemuda-pemudi Indonesia 90 tahun silam.
Seperti apa keseruan Sumpah Pemuda berikutnya? Nantikan kisahnya di Ceritaprasmul!
Add comment