Bila mengintip profil Instagram Natasha Abigeyl, kamu akan melihat hasil kerjanya sebagai fotomodel dan talent untuk berbagai macam brand. Nyaman berpose depan kamera sejak SMP, Prasmulyan S1 Branding 2018 ini menganggap modeling lebih dari platform untuk berekspresi. Ikuti kisahnya!
Berkarier dari Kesempatan
“Aku orangnya oportunistis. Jika ada kesempatan datang, kemungkinan besar aku akan mempertimbangkannya.”
Bukan basa-basi, pernyataan ini mencerminkan bagaimana Natasha terjun ke dunia permodelan. Pada tahun 2015, ketika sedang mengunjungi sebuah mall di Jakarta Selatan, Natasha dihampiri oleh editor majalah Kawanku untuk mengikuti sebuah beauty shoot. Setelah menimbang, terutama dari aspek trust, ia memutuskan untuk mengiyakan tawaran sang editor dan mulai melakukan photoshoot pertamanya.
“Aku jadi terbuka pada dunia modeling, ternyata seru juga ya,” kata Natasha. “Setelah itu aku iseng daftar GoGirl! Look. Sempat ikut sampai tiga kali, akhirnya menang pada tahun 2016. Dari situ aku baru menjadikan modeling sebagai side job.”
Tentunya, pekerjaan ini bukan hanya mengandalkan wajah dan kemampuan bergaya. Attitude dan kesabaran juga dibutuhkan jika ingin survive di industri ini. Tak jarang Natasha mengikuti audisi dari pagi hingga malam, hanya untuk ditolak pada akhirnya. Bergantung pada permintaan brand serta berkompetisi dengan ratusan model lainnya, Natasha belajar untuk tidak mudah tersinggung dan goyah.
“Rasa insecure pasti ada, tapi aku berusaha untuk stay positive,” ungkap alumnus SMA Penabur Bintaro tersebut. “Aku tahu ada banyak ‘faktor x’, misalnya bisa saja acting udah bagus, tapi nggak sesuai target market. Itu di luar kontrol kita. So if it’s meant to be, it will be.”
Kecintaan pada Brand Lokal
Meski sudah mewakili brand ternama seperti Samsung Indonesia, Blibli.com, dan Traveloka, Natasha tidak lupa menggunakan platform modelingnya untuk mempromosikan brand independen dan desainer lokal. Ketertarikannya pada dunia fashion, seni, dan kreasi lokal memang sudah tertanam sebelum ia aktif modeling. Itu sebabnya Natasha juga gemar mengunjungi bazar seperti Pop Up Market dan Art Week, di mana ia pertama mengenal Universitas Prasetiya Mulya.
“Indonesia punya desainer-desainer yang kualitasnya udah bagus banget, bahkan layak go internasional,” ujarnya.
Selain melalui permodelan, untuk perihal ini, Natasha juga menumpahkan passion-nya ke The Corator, sebuah media online yang berfokus pada industri kreatif Indonesia, khususnya fashion, art, music, dan experience. Sebagai Business Director, Natasha bertanggung jawab mengenai growth dan strategi bisnis.
“Goals aku simple, to keep doing this selama mungkin. Yang penting adalah aku masih happy ngejalaninnya dan masih bisa mengembangkan nama Natasha Abigeyl.”
“Kami merasa di Indonesia banyak brand berkembang, tapi awareness terhadap brand tersebut sangat kurang,” Natasha menjelaskan. “Bagi kami, medium paling tepat untuk meningkatkan awareness itu ya media. The Corator menjadi platform bagi brand lokal untuk bercerita mengenai latar belakang serta values mereka.”
Pertemuan Antara Prasmul, Modeling, dan The Corator
Balancing antara perkuliahan dan kedua pekerjaannya memang sudah jadi rutinitas harian Natasha. Melainkan jadi beban, ia justru melihat bagaimana tiga kegiatan tersebut saling bertemu dan berdampak satu sama lain.
“Aku seneng karena di Prasmul tugasnya selalu group project atau presentasi,” tutur Natasha. “Itu berguna banget di The Corator, terutama ketika aku pitching ke investor atau berkomunikasi dengan klien serta pihak eksternal.”
Lucunya, Natasha menemukan efek yang berkebalikan antara Prasmul dan modeling. Koneksi yang ia dapatkan bersama fotografer, makeup artist, dan lainnya mempermudahnya dalam mengerjakan tugas kuliah. Keunggulan ini sangat nyata untuk mata kuliah Consumer Insight, di mana Natasha harus mengumpulkan dan approach informan setiap minggu dari beragam usia.
“Dari SMA, aku memang mencari jurusan kuliah yang bisa mengasah sisi kreatifku,” Natasha mengutarakan. “Sebagai mahasiswa S1 Branding, kreativitasku semakin bagus karena aku dipaksa untuk melihat segalanya dari kacamata konsumen. Nggak cuma ngawang, aku tahu landasannya apa dan bisa bikin solusi yang relatable.”
semoga bisa ke Prasmul