Ditulis Oleh: Nitolonia Fernando Lifao Waruwu (Nito Waruwu)
Mahasiswa S1 Branding – 2015
Menjadi mahasiswa dalam mata kuliah Business Mathematics membawa saya mengenal salah satu faculty member mata kuliah tersebut, yaitu Ibu Isti Budhi Setiawati. Sejak itu, tak jarang kami bertukar pikiran dan berdiskusi, baik untuk keperluan tugas kampus maupun penulisan artikel yang berkaitan dengan bisnis dan ekonomi.
Dalam salah satu diskusi kami, Ibu Isti berbagi cerita dan pengalaman beliau dalam melakukan riset gabungan bersama Center for Strategic and International Studies (CSIS), yaitu sebuah institut penelitian di bidang kebijakan ekonomi dan politik yang didirikan pada tahun 1971. CSIS memiliki tugas utama untuk memberikan pemikiran dan rekomendasi kepada pemerintah dan pengambil kebijakan mengenai isu dan kebijakan internasional maupun nasional.
Merasa tertarik dengan riset gabungan yang dilakukan Prasetiya Mulya dan CSIS, berikut kisah yang berhasil saya rangkum dalam sesi tanya jawab dengan Bu Isti:
Selamat siang Bu, Saya dengar Ibu dan tim faculty member Business Economics lainnya sedang terlibat dalam riset gabungan dengan CSIS ya.. Boleh Ibu ceritakan lebih lanjut?
Betul. Jadi, Presiden Jokowi sempat menyatakan bahwa Indonesia akan ikut dalam bagian Trans-Pacific Partnership (TPP). Oleh karena itu, Pak Djisman selaku Chair Board of Directors dari CSIS menginisiasi dilakukannya riset ini. Selain Prasetiya Mulya, tim riset dari beberapa universitas diajak ikut serta dalam penelitian ini. Salah satu studi memperkirakan TPP akan meningkatkan GDP dunia sebesar USD 223 miliar atau 0,2 persen pada tahun 2025. Oleh karena itu, riset ini mencoba memaparkan cost dan benefit bagi Indonesia apabila bergabung dengan TPP, dimana TPP sendiri adalah perjanjian dagang antara 12 negara yang terdiri dari Amerika Serikat (hingga Januari 2017), Jepang, Australia, Brunei Darussalam, Kanada, Chile, Malaysia, Meksiko, New Zealand, Singapura, Peru dan Vietnam.
Okay.. Lalu, mengapa riset mengenai TPP ini begitu penting, Bu?
TPP adalah salah satu perjanjian area perdagangan bebas yang sangat komprehensif, perdagangan artinya uang. Tarif eskpor-impor, penyelesaian perselisihan investor dan negara, pengadaan barang dan jasa bagi keperluan pemerintah, hak cipta dan properti, keberadaan BUMN, dan konvergensi regulasi dengan regulasi TPP merupakan beberapa hal yang diatur dalam kemitraan ini. Jadi, riset mengenai TPP ini sangat penting untuk dapat menelaah terlebih dahulu apakah sebenarnya Indonesia lebih diuntungkan atau dirugikan apabila bergabung dengan TPP.
Apalagi dengan adanya TPP nanti, barang-barang negara anggota TPP akan sangat mudah sekali masuk ke Indonesia. Sebaliknya, Indonesia juga memiliki akses pasar yang masif dan dengan tarif ekspor yang rendah, bahkan nantinya akan berada di level 0%. TPP ini peluang sekaligus ancaman. Ancamannya akan signifikan, terutama apabila industri-industri di Indonesia belum siap bersaing, dan akhirnya hanya sekedar menjadi ‘pasar’ bagi produk negara anggota lainnya.
Metode riset yang digunakan seperti apa, Bu?
Metode riset yang digunakan pastinya pengumpulan data sekunder, bahkan primer. Untuk data sekunder, kami menggunakan analisis deskriptif data, analisis ekulibrium parsial, regresi statistik, dan tabulasi matriks potensial yang digagas oleh Pak Djisman sendiri. Untuk data primer, kami langsung mewawancara para pemilik perusahaan dan pemimpin asosiasi industri. Sekilas mungkin terdengar berat dan matematis sekali ya.. Tapi, sebenarnya kalau sudah paham kerangka berpikirnya, kebanyakan data diolah dengan menggunakan software hitungan seperti Excel dan EViews.
Oh begitu, Bu.. Lalu, bagaimana ceritanya Prasmul akhirnya terlibat dalam riset ini dan siapa saja dari tim faculty member yang terlibat?
Awalnya, CSIS melakukan pemetaan strategis mengenai lembaga mana saja yang akan diajak untuk melakukan riset berdasarkan keahlian masing-masing lembaga. Akhirnya, Lembaga Penyelidikan Ekonomi Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEBUI), Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada (PSPD UGM), Centre of Economic Development Studies Universitas Padjajaran (CEDS UNPAD) and dan Universitas Prasetiya Mulya dipilih sebagai tim riset bersama dengan tim riset ekonomi CSIS.
Prasmul itu sebenarnya sudah punya lembaga riset ekonomi sendiri lho, namanya CISDEV (Centre of Inclusive and Sustainable Development). Untuk riset TPP, yang terlibat ada saya, Pak Djisman, Bu Erica, Pak Alvin, Bu Milkha, Pak Rusman, dan Bu Lina (Kaprodi Energy Engineering), dibantu juga oleh 10 (sepuluh) asisten riset Prasmulyan dari prodi Bisnis.
Kemudian, pembagian tugas riset di antara seluruh entitas yang terlibat itu bagaimana ya, Bu?
Pembagiannya diatur langsung oleh CSIS dengan mempertimbangkan expertise masing-masing lembaga. Prasmul yang spesialisasinya adalah industri dan bisnis ditugasi untuk meneliti tentang export potential dan IPR (Intelectual Property Rights). CSIS sendiri meriset bagian competition policy dan cross border trade in services. TPP memiliki total 30 bab dengan 30 aspek yang dikaji.
Lalu, apakah hasil risetnya nanti akan dipublikasikan?
Hasilnya nanti pasti akan dipublikasikan oleh CSIS dan bisa diakses oleh publik, namun kita belum tahu kapan. Intinya, kemungkinan besar hasil riset ini tidak akan dirilis sebagai informasi gratis, tapi berbayar. Saya sempat cek kemarin bahwa memang sebagian besar jurnal dan buku CSIS dapat diakses dan dibeli dari website mereka. Bisa juga hasilnya disebarluaskan melalui seminar, forum, maupun diskusi publik.
Awal Januari 2017, Trump menyatakan bahwa Amerika Serikat, sebagai penggagas, resmi menarik diri dari TPP, dengan anggapan bahwa TPP hanya akan membuat Amerika kehilangan banyak peluang lapangan kerja. Tentunya, ini menjadi ancaman bagi eksistensi TPP sendiri. Bagaimana Indonesia dan publik masih dapat memetik manfaat dari riset gabungan ini?
Tentunya, hasil riset ini akan sangat bermanfaat bagi pemerintah, akademisi, mahasiswa, maupun masyarakat Indonesia secara umum karena riset ini menghasilkan sebuah framework analisis cost-benefit untuk perjanjian perdagangan bebas secara umum, sehingga tidak hanya dapat digunakan untuk TPP, melainkan juga perjanjian perdagangan bebas lainnya yang mungkin akan dijajaki oleh pemerintah Indonesia ke depannya.
Sebagai seorang faculty member, pelajaran atau pengalaman apa sih yang Ibu dapatkan dari proses penelitian ini?
Saya rasa tim kami sangat komunikatif dan aplikatif dalam melakukan dan mengemukakan hasil riset kami. Bagi kami, pemaparan saja tidak cukup. Interpretasi yang mendalam, atau bagian so what-nya, seringkali sama pentingnya, atau bahkan jauh lebih penting. Overall, it was a fun experience for me.
Ada pesan terakhir bagi para Prasmulyan yang tertarik dengan dunia riset?
Research is not all about statistics or complicated methods as you might have imagined. Research is a process to find (at least) an answer for every question. Finding your most suitable gown for a party is also a research 🙂 (nw)
Sumber Foto:
http://geotimes.co.id/online/wp-content/uploads/2015/11/Pertemuan-Jokowi-Obama-271015-laily-2.jpg
http://www.usfunds.com/media/images/investor-alert/_2016/2016-05-27/COMM-tpp-map-05272016-LG.png
https://img.rt.com/files/2017.01/original/5886c87bc361886f308b457f.jpg
https://www.csis.org/
Add comment