Dengan merajalelanya perusahaan startup di seluruh penjuru dunia, muncul satu istilah yang sering diucapkan para penggiat startup: growth-hacking. Sebutan ini pertama dilontarkan pada tahun 2010 oleh Sean Ellis, seorang wirausahawan dan angel-investor asal California. Ia menjabarkan growth-hacker sebagai seseorang yang melakukan segala sesuatu untuk mengembangkan sebuah perusahaan dalam waktu sesingkat mungkin.
Melihat banyaknya startup Indonesia yang juga ingin mulai mengadopsi metode growth-hacking, Andreas Surya (Principal of Kejora Ventures) dan Demia Syailia Putri (Business Process Improvement Manager) hadir sebagai pembicara dalam ajang Inspiring Business Talk pada hari Kamis (28/11) lalu di Intro Jazz Bistro & Cafe, BSD. Kali ini, kegiatan yang rutin diadakan oleh Magister Manajemen Prasetiya Mulya tersebut mengangkat tema Hacking High Growth: Finding Growth Opportunities for Your Startup Business. Jadi, apa sebenarnya growth-hacking dan bagaimana cara mengaplikasikannya secara efektif?
Growth-Hacking ≠ Marketing
Salah satu kesalahan umum pelaku startup adalah menyamakan growth-hacking dengan marketing; proses meningkatkan penjualan melalui iklan dan pemasaran. Sedangkan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, growth-hacking merupakan metode untuk mempercepat pertumbuhan perusahaan dalam waktu yang singkat.
“Cita-cita semua perusahaan startup adalah memiliki growth yang tinggi,” ujar Demia. “Dengan resources dan budget yang terbatas, seseorang harus bisa mencari cara yang out of the box untuk mencapai growth signifikan. Itulah peran seorang growth-hacker.”
Di mana marketing digarap dari awal, tepatnya sejak tahap awareness, Demia menyatakan bahwa growth-hacking lebih efektif ketika diimplementasikan jauh melampaui tahap tersebut. “Dari sudut pandang konsumen, mereka melalui lima lifestage, yakni awareness, acquisition, engagement, activation, dan retention,” ungkap alumnus MM Business Management Prasetiya Mulya tersebut. “Nah, growth-hacking justru dilakukan ketika sudah memasuki retention stage.”
Menurut Andreas, perusahaan startup digital memiliki advantage dalam menerapkan growth-hacking karena sifatnya yang platform-based. Misalnya seperti perusahaan Gojek yang tidak memiliki aset mobil, motor, maupun driver. Business model seperti demikian bergantung pada networking serta jumlah user yang tinggi.
“Siapa yang berhasil scale paling besar, dia yang akan terus bertahan,” kata Andreas. “Ketika ia bertahan, maka ia telah menciptakan barrier to entry sehingga perusahaan raksasa dunia akan berpikir dua kali sebelum melakukan penetrasi ke Indonesia.”
Growth Tidak Selamanya Bagus
Walaupun growth berarti pertumbuhan, Andreas menyatakan bahwa tidak semua wujudnya dapat dinilai positif. Sebut saja dalam proses scale-up, perusahaan A berhasil mendapatkan tiga konsumen baru, tapi kehilangan 5 konsumen lama. Hal tersebut menandakan bahwa pertumbuhan perusahaan tidak sehat dan perlu dibenahi.
“Ada empat hal yang dibutuhkan sebuah perusahaan untuk menjalankan growth-hacking,” Andreas merincikan. “Pertama adalah produk yang dicintai user. Mereka harus mampu menciptakan produk dengan experience yang superior. Lalu, perusahaan sudah mencapai market-fit, artinya sudah memiliki target market dengan demand yang tinggi.”
Andreas melanjutkan bahwa sebuah perusahaan perlu memiliki satu metrik sebagai alat ukur perkembangan perusahaan. Misalnya angka download, jumlah transaksi, atau jumlah repurchasing. Namun yang terpenting dalam menggunakan metode growth-hacking adalah Founder dengan scaling-mindset. Ia harus bisa memproyeksikan bagaimana metode yang digunakan dapat bermanfaat untuk pertumbuhan perusahaan beberapa tahun ke depan.
“Beberapa perusahaan memiliki divisi khusus untuk growth-hacking,” Demia menambahkan. “Seorang Head of Growth perlu mengantongi kombinasi skill-set, antara lain programming, product design & UX, analytics, behaviour psychology, dan brand positioning. Ia pun familier dengan proses analisis data, memahami engineering, dan dapat menemukan solusi secara kreatif.”
Yakin Dengan Produk
Dari pemaparan Demia dan Andreas, terlihat bahwa growth-hacking bukan sekadar simsalabim untuk menumbuhkan sebuah perusahaan. Dalam mendirikan startup, tiap orang wajib mengetahui bahwa tidak ada jalan pintas menuju kesuksesan. Demia mengingatkan, satu hal yang krusial untuk growth-hacking adalah keyakinan.
“Kalau belum yakin dengan produk, perusahaan tidak bisa lakukan growth-hacking,” terangnya. “Apakah produk tersebut menjawab masalah yang dihadapi calon market? Walaupun jawabannya sudah, produk itu tetap harus melalui tes secara terus-menerus, dan hasilnya tetap di-refine secara berkala. Hal itulah yang dapat menghasilkan sustainable growth.”
—
IB Talk merupakan kegiatan sharing session yang diselenggarakan oleh Universitas Prasetiya Mulya. Berkolaborasi dengan berbagai universitas, perusahaan, dan korporasi, IB Talk menjadi salah satu platform bagi para praktisi dan akademisi untuk giveback kepada masyarakat umum.
Universitas Prasetiya Mulya mengundang Anda menjadi kolaborator IB Talk berikutnya. Silakan menghubungi MCR Prasetiya Mulya via telepon: 021-304-50-500(Ext: 2033) atau email: maidi.helinsha@pmbs.ac.id
Add comment