Dalam menentukan tempat berkuliah, pasti ada banyak hal yang jadi bahan pertimbangan. Kegemaran pribadi, opsi jurusan, kualitas sekolah, dan alumni merupakan sebagian kecil kata kunci yang mewarnai Google Search para calon mahasiswa dan orang tua. Lalu, ketika ada tiga bersaudara memilih kampus yang sama, pasti ada sesuatu yang spesial dari tempat itu, kan?
Krishna, Paramitha, dan Stephen Djakaria adalah trio kakak-beradik yang memutuskan untuk menimba ilmu di Universitas Prasetiya Mulya bersama. Lantas, seperti apa ya rasanya berkuliah dengan saudara kandung sendiri? Ini kisah mereka!
Kebersamaan yang Bukan Disengaja
Tak ada yang memaksa ketiga individu tersebut untuk berkuliah di Prasmul. Malahan, hanya si bungsu Stephen yang mantap menunjuk Prasmul sebagai the one and only University yang harus ia jajaki. Tunas tertua, Kris, tidak mendapatkan pencerahan yang sama. Mengincar Universitas di Inggris, ia sudah melakukan survei ke beberapa tempat.
“Lama-lama, saya sadar kalau lokasi kampus bukan jaminan masa depan sukses. Saya sempet galau. Tapi setelah ngeliat presentasi Prasmul di Expo Perguruan Tinggi Malang, saya jadi tertarik banget,” ungkap mahasiswa S1 Accounting 2014 ini.
Paling tak disangka adalah Mitha, yang sebenarnya tidak memiliki ketertarikan dengan bisnis. Hatinya berlabuh di bidang lain, yaitu kuliner. “Menurut Papa, kalau hanya belajar masak, saya gak bisa ciptain bisnis restoran yang sustainable. Bener juga, sih.” Mitha mengisahkan. “Dari Prasmul, seengaknya saya punya fondasi tersebut. Kalau mau ngelanjutin sekolah masak lagi, ya gak masalah.”
Opini Orang Tua tentang PrasmulPak Djakaria, yang merupakan ayah dari tiga bersaudara tersebut, mengaku tidak memiliki keraguan mengenai kampus pilihan anak sulungnya. Ketika ditanya perihal alasan kepercayaannya terhadap Prasmul, Pak Djakaria menjelaskan,
“Lihat saja, para pendiri Prasetiya Mulya merupakan pebisnis sukses. Setelah lulus, perusahaan pasti mau menerima sarjana dari Universitas yang berkualitas. Nah, Prasmul itu salah satunya.” |
Kalau sang adik ingin mengeksplor dunia kuliner, Kris ingin langsung terjun menjadi seorang profesional. “Di Malang, industri bisnis belum berkembang secara rapid,” ia berpendapat. “Maka dari itu, saya mau cari pekerjaan dan pengalaman dulu di Jakarta, agar bisa dapetin perspektif berbeda. Nantinya, semua ilmu itu akan saya bawa pulang ke Malang.”
Lebih Mudah Beradaptasi
Sebagai embung, Kris jadi yang pertama untuk mencicipi kehidupan ratusan kilometer dari rumahnya di Malang. “Surviving bangku kuliah aja udah cukup menantang, apalagi kalau dari luar daerah,” jelas Kris. Kakak pertama tersebut mengiakan kehadiran Mitha membuat proses adaptasi jadi lebih mudah. “Kalau ada keluarga dan saudara, kita bisa saling sharing dan masalah homesickness pun terobati.”
Opini Orang Tua tentang PrasmulTak mengejutkan kalau Pak Djakaria bercerita bahwa ia sempat khawatir melihat anak sulungnya kuliah ke kota asing. Namun setelah melihat tata kota BSD yang modern dan asri, pria yang sibuk menjalankan bisnis tekstil ini jadi yakin kalau anaknya akan cocok di Prasmul.
“Awalnya pasti ada sedikit beban, tapi orang tua harus berani melepas anak untuk mandiri,” Pak Djakaria berpesan. “Sejak berkuliah, anak-anak saya jadi lebih bertanggung jawab. Mereka makin mengerti hak dan kewajiban diri sendiri.” |
Penyesuaian diri juga lebih mulus bagi Stephen, karena ia telah mendapatkan tips and tricks dari kedua kakaknya. Selain disarankan untuk pintar-pintar memilih teman, ia pun diingatkan oleh sang kakak untuk belajar dengan serius dan rajin.
Kuliah Bareng Bikin Akrab
Keberadaan saudara jadi kesempatan untuk saling membantu. Terutama bagi Mitha yang merasakan mudahnya berkoneksi antar angkatan. Memanfaatkan koneksi senior dari Kris dan junior dari Stephen, ia tak kesulitan menyebarkan kuisioner yang dibutuhkan dalam mata kuliah Business Development.
Mitha turut menambahkan, dulu mereka tidak seakrab ini. Saat masih di Malang, ketiganya hanya bertemu saat kumpul keluarga atau makan malam. Setelah berkuliah, family time makin terasa terancam akibat jadwal kelas dan kehidupan sosial yang saling bertabrakan. “Kami harus inisiatif,” tutur Mitha. “Biasanya tiap weekend, saya iseng masak biar bisa makan bareng. Mau gimana juga, family always comes first.”
Kris menutup ujaran adiknya, “kami makin menghargai waktu bersama. Kami harus saling membantu dan melengkapi. Kami harus saling mendekatkan diri sebagai keluarga.”
Opini Orang Tua tentang PrasmulKetiga bersaudara memiliki pandangannya masing-masing mengenai Prasmul. Gemar mengasah soft-skills, Kris senang mengikuti program wajib layaknya Community Development dan organisasi seperti Student Board untuk mengasah jiwa leadership-nya.
Stephen, yang baru memasuki tahun kedua, masih belajar memahami kampus dambaannya tersebut. Teamwork yang utama dalam tugas-tugas Prasmul menjadi hal mencolok baginya, karena ini merupakan sarana untuk membina keinginan dan tujuan anggota tanpa terhalang ego masing-masing. Tak menyesal dengan jalur yang telah diambil, kurikulum yang didominasi praktek nyata merupakan favorit Mitha tentang kampusnya. Pak Djakaria berseru, “Percaya tidak, setiap pulang ke Malang, ia mempromosikan Prasmul ke adik kelasnya di SMAK Kosayu Malang!” |
Sekarang jadi makin jelas, bahwa Universitas Prasetiya Mulya merupakan tujuan menggarap ilmu yang dapat merebut kepercayaan calon mahasiswa, orang tua, bahkan seluruh anggota keluarga. Jadi, jangan berpikir dua kali kalau mau mengikuti jejak sang kakak, karena ternyata, berkuliah bareng saudara memiliki banyak keuntungan. Yuk, jadikan Prasmul sebagai kampus keluarga kalian! (*SDD)
Add comment