Sebagai pengguna media sosial, kamu tentu tidak asing dengan konten mengulas makanan ala para food reviewer. Nyatanya, untuk menghasilkan konten menarik tersebut, diperlukan seni khusus untuk jeli melihat keunggulan brand, serta menciptakan konten marketing yang singkat namun eye-catching.
Intip kisah Tobias Moza Rahardja, mahasiswa S1 Business 2017 yang berhasil mengaplikasikan seni tersebut di akun TikTok miliknya, @cobajajan!
Aspek Kreatif dalam Sebuah Konten
Menjadi content creator bukanlah hal yang sebelumnya terbayangkan oleh Tobias. Bahkan, awalnya, ia hanya ikut-ikutan teman yang menerima tawaran endorsement makanan. “Kami mulai bikin konten itu sejak pertengahan tahun 2020. Waktu itu sudah ada sekitar 200.000 followers,” ungkap Tobias.
Namun, ketertarikan Tobias membuatnya berani untuk membuat konten food review-nya sendiri melalui akun TikTok, @cobajajan. Tak disangka, jumlah penonton dan pengikutnya terus meningkat dan menuai reaksi positif.
Akhirnya pada Januari 2021, Tobias memutuskan untuk menjadikan profesi food reviewer sebagai fokus keduanya, setelah berkuliah. “Sejak itu, syukurnya endorsement mengalir terus, beberapa brand juga nggak cuma sekali untuk minta di-endorse,” ungkapnya.
Meski demikian, pemain saxophone dalam grup band Prasmul, Blue Tone ini mengaku bahwa perjalanan menciptakan konten tak selalu mulus, terlebih mengingat dirinya merupakan sosok pemalu. “Membuat konten medsos harus terlihat pede supaya menarik. Padahal, dalam hati sebenarnya takut juga, karena orang-orang bisa nangkap apa yang kita omongin dengan berbeda,” jelasnya.
Selain itu, tantangan untuk selalu kreatif dan memberikan perspektif baru yang memikat penonton selalu ada. Karena itulah, menurut Tobias, seorang content creator perlu memetakan segmentasi audience agar kontennya selalu relevan.
Memperoleh Inspirasi dari Sesama Food Reviewer
Meski terjun ke industri yang kompetitif, Tobias tidak menganggap sesama food reviewer sebagai lawan. Justru sebaliknya, ia menjadikan kreator lainnya sebagai sumber belajar dan menggali inspirasi.
“Ada akun @bukananakdapur, yang bisa menciptakan konten-konten lucu sehingga beda dari yang lain, sampai food reviewer yang fokus di review makanan seperti @beruangrakus,” Tobias berbagi. “Dari keduanya, aku belajar untuk bisa menyampaikan pesan dari sebuah brand makanan, tapi dengan pembawaan yang fun dan bisa diterima semua orang,” sambungnya.
Dari mereka juga, Tobias mengasah kemampuan memberikan ulasan makanan yang jelas, meski dalam video berdurasi yang singkat. “Semua informasi brand perlu dirangkum terlebih dahulu, supaya cukup dalam video yang kurang dari semenit,” tukasnya.
Teknik Branding dan Marketing
Menurut Tobias, diperlukan strategi agar sebuah konten dapat memberi impresi positif bagi penonton. Salah satunya adalah mengangkat sisi menarik dari makanan maupun brand yang diulas. “Coba fokus pada kelebihan seperti, ‘oh, makanan ini porsinya banyak.’ Itu lebih menarik daripada selalu ngomongin tentang rasa makanan yang enak,” ungkap Tobias.
Untungnya, teknik tersebut turut diasah dalam pembelajaran di program S1 Business, “Di Prasmul, aku belajar bagaimana menemukan keunikan suatu brand, dan mengkomunikasikan keunikan tersebut melalui teknik marketing yang kreatif,” ungkapnya.
Hingga kini, Tobias masih aktif menjawab panggilan-panggilan endorsement, tanpa menomorduakan tugas akhirnya sebagai mahasiswa akhir di Universitas Prasetiya Mulya. Ia merampungkan, “Saat ini baru rencana, tapi lewat pengalaman jadi food reviewer, aku mau mendirikan brand minuman sendiri.” Tapi buat sekarang fokus lulus dulu deh!”
Add comment