Warna merah muda, biru, jingga, dan ungu menghiasi lemari kaca suatu gerai dessert di sebuah mall. Pemandangan menggiurkan ini yang membuat langkah seorang pengunjung melambat sampai terhenti. Setelah pergelutan sengit antara dua warna, si pengunjung akhirnya menentukan pilihannya dengan mantap dan bergerak menuju kasir untuk melakukan transaksi.
Berdiri sejak tahun 2013, bukan tampilan cantik saja yang membuat konsumen tertarik dengan produk dari Puyo Silky Desserts. Puding lembut bak kain sutera tersebut juga sangat lezat dan sehat, sehingga tak buat ragu untuk membelinya lagi dan lagi. Seperti bisnis lainnya, Puyo tidak hadir dengan sendiri dalam semalam. Ada dua sosok muda di balik kesuksesan penganan elok tersebut, salah satunya adalah Eugenie Patricia.
Saat masih berumur 19 tahun, Eugenie dan kakaknya, Adrian Agus, mendirikan Puyo Silky Desserts menggunakan resep pudding sang ayah. Kini, dua sosok peraih titel ’30 Under 30’ dari Forbes Asia ini telah membuka 40 cabang Puyo di Jabodetabek, Karawang, dan Bandung, serta merekrut lebih dari 200 karyawan. Bukan hanya menumpang nama, Eugenie memegang kendali penuh atas perusahannya tersebut. Sebagai co-founder, ia bertanggung jawab mengelola karyawannya, serta memahami dan mengatasi segala masalah yang dihadapi bisnisnya.
Bukan hanya Puyo yang sekarang dikelola oleh Eugenie. Ia melebarkan sayap bisnisnya dengan membuka Nash Eyelash Extension dan mempelopori komunitas Youth of Indonesia. Dalam wawancara intim ini, lulusan S1 Business 2013 Prasetiya Mulya tersebut berbagi kisah penuh inspirasi dalam membangun sebuah brand yang memorable di usia belia.
“Mulai semuda mungkin.”
Mundur ke 5 tahun yang lalu, bagaimana awal mula Puyo Desserts Berdiri?
Semua berawal dari Papaku yang pintar masak. Resep silky dessert ini awalnya dari eksperimen beliau, kemudian aku dan kakak yang melihat bahwa Puyo punya potensi. Di tahun 2013, kami melihat opportunity dimana belum ada brand puding yang ada di top-of-mind orang-orang. Disitulah kami yakin kalau Puyo bisa mengisi posisi tersebut.
Puyo terbukti sebagai brand yang fenomenal sekaligus sustainable. Apa tipsnya?
Yang utama adalah memastikan kualitas produknya. Kemudian, cara kami maintain dan memastikan supaya customer datang kembali adalah dengan mengkombinasikan marketing dan service excellent. Hal-hal kecil itulah yang kita perhatikan selama 5 tahun ini.
“Entrepreneur skills bukan hanya tentang berbisnis dan menghitung profit. Kemampuan problem solving juga termasuk di dalamnya. Inilah skills yang dibutuhkan untuk profesi apapun.”
Apa tantangan yang dilalui dalam proses pengembangan Puyo?
Saat membangun bisnis di usia muda, aku dan kakak harus memperkerjakan orang-orang yang lebih dewasa dari kami. Harus bisa di-respect dan juga me-respect orang-orang tersebut. Bagaimana caranya kami dilihat sebagai owner, namun juga memberi respect dan mau belajar dari mereka yang kami ajak di tim Puyo. Itu pelajaran yang menantang buatku.
Dengan tanggung jawab yang besar, bagaimana Eugenie menanggapi demotivasi di usia muda?
Biasanya baca buku, menonton film atau talk show yang memotivasi. Mungkin terdengar cliché, tapi dari situ aku langsung mendapatkan banyak ide. Kalian juga bisa cari mentor atau orang-orang yang bisa memotivasi. Selain itu, yang terpenting adalah memiliki goal. Aku dan kakak selalu nulis apa yang harus dicapai Puyo tahun ini. Itu yang jadi motivasi untuk terus bergerak tiap harinya.
“Tips [time management] adalah balance dalam segalanya. Main tetap harus.”
Menurut pengalaman Eugenie, apa yang harus dipersiapkan dalam membesarkan bisnis startup?
Pertama, tidak boleh malu. Dari awal aku bikin Puyo, pasti selalu ada yang berkomentar negatif. Dibanding aku malu dan stop, lebih baik lanjutkan saja. Toh tetap bisa melakukan hal-hal lain. Akhirnya aku pede saja. Kedua, jangan berhenti belajar. Aku selalu tanamkan di diri untuk tidak close-minded. Kita harus terima masukan dari siapapun, belajar dari buku, dari pelajaran di kampus, di sekolah, kita serap ilmu itu sebanyak-banyaknya agar saat menjalankan bisnis, itu bisa dipraktekkan.
Bicara soal kampus, apa yang paling Eugenie ingat saat kuliah di Prasmul dulu?
Selama 4 tahun, keseruan yang didapatkan tiap semester selalu berbeda karena proyek yang dijalankan pun berbeda pula. Mulai dari mata kuliah business creation, business development, sampai business project..
Ilmu apa saja dari Prasmul yang berperan dalam perkembangan Puyo?
Aku selalu bilang ke semua orang dan teman-temanku, yang paling seru dari Prasmul adalah praktik. Aku dapat kesempatan untuk jalanin praktik business model yang berbeda-beda. Selama di Prasmul, aku membuat Eat Express dan Melu Culinary Tours. Yang pertama merupakan F&B juga, tapi makanan berat. Target pasarnya berbeda dengan Puyo, harganya pun beda. Melu Culinary Tours adalah business project aku, dan itu bidang jasa. Jauh berbeda dengan cara berjualan Puyo. Banyak case di Puyo yang aku gunakan untuk tugas-tugas di Prasmul, dan banyak juga case dari Prasmul yang aku terapkan di Puyo.
“Menurut aku, dengan adanya media sosial, anak-anak muda zaman sekarang harus lebih bisa meng-empower satu sama lain.”
Puyo memiliki beberapa pegawai lulusan Prasmul. Apa kelebihan dari networking dengan Prasmul?
Dilihat dari proses seleksi sendiri, aku tahu kapabilitas orang-orangnya sudah bagus. Kalau aku tahu orang tersebut dari Prasmul, aku langsung percaya. Karena cara penyampaian mereka, pola pikirnya, dan cara menyelesaikan tugas sudah berbeda tolak ukurnya dibandingkan banyak mahasiswa lain. Aku merasa, karena pola pikirnya sudah sama saat masuk ke dalam satu tim, kerjanya jadi enak banget. Tidak perlu diajarkan dari nol. Sudah ada banyak standar-standar yang menurut aku ‘oke’ banget untuk dipraktekkan di lapangan kerja asli.
Terakhir, apa milestone yang telah dicapai dan mau dicapai Puyo di tahun ke-5 ini?
Setiap tahun, kita ingin give back, karena itu adalah salah satu value yang Puyo miliki. Give back to the community that we serve. Pertama, kita kerjasama dengan The Nature Conservancy, di mana kita mengumpulkan 100 juta untuk melestarikan penyu di NTT. Kedua, kita bekerjasama dengan Taman Bacaan Pelangi dan tahun lalu, kita membangun dua taman bacaan di daerah Flores. Tahun ini kita akan berkolaborasi dengan Chelsea Islan. Kita mau membangun satu lagi taman bacaan, mungkin di daerah Sumba atau Flores. (*SDD/vio)
Add comment