PRASETIYA MULYA PUBLISHING

Kepemimpinan Peduli pada Masa Pandemi

Prasetiya Mulya Publishing > Artikel > Category Artikel > Kepemimpinan Peduli pada Masa Pandemi

oleh Sammy Kristamuljana
Guru Besar Manajemen Stratejik – School of Business and Economics, Universitas Prasetiya Mulya dan Editor Senior Forum Manajemen Prasetiya Mulya (FMPM)

Kepemimpinan Peduli pada Masa Pandemi

Sammy Kristamuljana Guru Besar Manajemen Stratejik – School of Business and Economics, Universitas Prasetiya Mulya dan Editor Senior Forum Manajemen Prasetiya Mulya (FMPM)
“Ketakutan dan kecemasan” itulah yang setiap hari dirasakan oleh semua orang sejak Presiden Joko Widodo secara resmi mengumumkan terdeteksinya dua korban virus corona di Indonesia pada 2 Maret 20201. Kedua kata itu juga berdampak pada kondisi  mental dan fisik para pelaku bisnis. Hanya rasa tanggung jawab dan dorongan bertahan hidup yang masih memaksa mereka untuk tetap kreatif.

 

Selain rasa takut dan cemas, rasa peduli terhadap sesama pun semakin sering terlihat belakangan ini. Contoh yang sering kita lihat, ajakan untuk membeli lewat cara pesan-antar tidak hanya disertai pesan untuk membantu pengemudi ojek2 pengantarnya, tetap juga demi membantu karyawan konveksi3 atau resto4, petani buah5 atau sayur-mayur, peternak ayam atau sapi perah koperasi susu, dan seterusnya.

Sekilas, rasa kepedulian pada sesama itu seperti tidak ada bedanya dengan rasa kesetiakawanan sosial, misalnya keputusan bahwa pejabat tinggi negara tidak akan menerima THR untuk tahun 2020 ini. Perbedaannya rasa peduli sesama dengan salah satu hasil seperti di atas adalah buah dari menerapkan “kepemimpinan peduli sesama”,6 yaitu “bentuk kepemimpinan yang melihat selain dirinya, karyawan, pemasok, dan pemangku kepentingan yang lain adalah sesama pihak yang menderita dampak perubahan struktural bisnis yang dijalankan.” Prinsip kepemimpinan ini didasarkan pada keyakinan bahwa keruntuhan struktur7 ekonomi pertumbuhan yang menjadi model andalan selama ini hanya bisa diatasi bila sesama pihak yang menderita bahu-membahu menghadapinya.

Penelitian menunjukkan bahwa, pada masa normal sebelum wabah virus corona terjadi, penerapan kepemimpinan peduli sesama di atas berdampak pada kinerja organisasi yang lebih baik dibandingkan bentuk kepemimpinan yang lain. Bentuk kepemimpinan ini mutlak

masa “normal baru”. Berikut ini adalah tiga langkah praktis untuk menerapkan proses kepemimpinan peduli sesama tersebut.

 

HAYATI DAN TERAMPIL MENGENALI TRAUMA GUNCANGAN AKIBAT KRISIS

Tindakan spontan yang secara alamiah dilakukan oleh seorang pemimpin ketika krisis melanda pertama-tama adalah berupaya menstabilkan situasi akibat dari guncangan yang ditimbulkan krisis itu. Contohnya, menyebar orang-orang kunci serta pusat data bisnis dan infrastruktur sistem pengoperasiannya ke sejumlah lokasi yang aman, dan membentuk tim penanggulangan bencana. Segera setelah guncangan berhasil diredam, pemimpin melakukan penghayatan atas emosi dan reaksi kuat yang timbul dalam dirinya kemudian membangun keterampilan untuk bisa mengenali dan memproses semua itu dengan cepat sehingga situasi kembali terkendali. Seorang pemimpin bukan hanya harus bisa merasakan sendiri trauma akibat guncangan, tetapi juga mengatasinya sendiri, barulah setelah itu dia bisa memahami apa yang dialami orang lain dan membantu mereka mengatasinya.

 

PEDULIKAN SESAMAMU DAN SESAMAMU AKAN MEMEDULIKANMU

Alih-alih menampilkan diri sebagai orang yang tangguh, jauh lebih efektif bila proses pemulihan karyawan, konsumen, dan pemasok dimulai dengan model peran pemimpin yang tidak kurang rapuhnya dibandingkan yang lain. Menjumpai sesama yang menderita dengan kerendahan hati, berempati atas penderitaannya dan menunjukkan kepedulian dengan mengulurkan tangan untuk membantu terbukti efektif menurunkan tingkat stres, membatasi dampaknya pada kemunduran fisik mereka, serta mengembalikan semangat untuk berprestasi dan produktif lagi.

 

Setelah perasaan sebagai “satu tim” berhasil dipulihkan dan dampak krisis berkembang ke tahap berikutnya, pandangan ke depan mulai bisa dibangun. Tiga aktivitas yang sebagian besar bersifat tumpang tindih perlu dijalankan: (1) proyeksikan arah ke depan berdasarkan perkembangan tahap-tahap krisis yang sudah dilalui dan sedang dihadapi serta timbulkan makna dari setiap tahap itu, (2) perkuat terus rasa memiliki dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari organisasi, dan (3) selalu berikan perhatian, terutama pada mereka yang paling membutuhkan lewat tindakan peduli yang benar-benar bisa dirasakan.

 

MEMBANGUN HARAPAN BERSAMA UNTUK MASA NORMAL BARU

Berbagai skenario8 menyarankan bahwa krisis akibat pandemi virus corona akan berlangsung cukup lama 9 dan, bila situasi pascakrisis muncul, perilaku yang terbentuk selama periode Work from Home Economy untuk sebagian masih akan berlanjut. Kondisi yang akan terjadi pada masa pascakrisis adalah masa normal baru yang tidak akan sama dengan situasi normal pada saat sebelum pandemi terjadi.

 

Meski demikian, dua langkah pertama di atas telah mempersiapkan, khususnya para karyawan, untuk mulai bisa diajak membayangkan seperti apa situasi pascakrisis yang akan muncul dan menyusun rencana-rencana untuk menjalaninya. Untuk menghasilkan lompatan mental dan fisik yang memberi harapan kuat, kebiasaan berdialog antara karyawan dengan konsumen dan pemasok perlu dibangun. Dialog itu perlu terus diperluas dengan pemegang saham, analis, konsultan, ekonom, dan tokoh-tokoh masyarakat sehingga apa yang disebut sebagai “masa depan” itu adalah benar-benar masa depan yang dibangun bersama.

sesama. Hal ini dikarenakan, yang diperlukan hanyalah pemimpin yang mau mengakui kerentanan dirinya sebagai korban kejadian yang juga dialami oleh yang lain. Kemudian, ia bersegera melanjutkan beberapa langkah: mengulurkan tangan kepada sesama korban pertama-tama kepada mereka yang berada di mata rantai pasokan terdekat, yaitu karyawan, konsumen, pemasok; memulihkan diri sendiri bersama-sama yang lain dalam lingkungan yang saling menerima; memupuk keakraban lewat kebiasaan saling asih-asah-asuh sehingga kembali menjadi komunitas yang produktif dan bertujuan sama; dan bersama-sama dengan pemangku kepentingan yang lebih luas menemukan serta mewujudkan kembali harapan menjadi manusia seutuhnya.