Langkah pertama melakukan sesuatu yang baru seringkali membuat kita takut dan penuh keraguan. Bagaimana kalau gagal? Salah? Tidak sanggup? Namun, selama menjadi seorang Prasmulyan, berani mengambil keputusan dan tidak takut untuk berbuat salah menjadi hal utama yang dipegang oleh Valen Meicella Ishen.
Sebagai seorang mahasiswi S1 Digital Business Technology angkatan 2020, Valen telah membuktikan tingginya rasa percaya pada diri sendiri lewat berbagai pencapaian yang telah ia wujudkan.
Inclusivity Over Focusing on What is “Normal”
Dari sudut pandang Valen, sudah tidak bisa dipungkiri bahwa dunia ini sudah semakin menjadi digital. Karenanya, lulusan dari jurusan yang berorientasi di bidang teknologi seperti Software Engineering memiliki high demand di dalam industri.
“Dengan pegangan aku suka main HP, aku suka main laptop, dan aku ingin buat aplikasi yang ada di HP aku dan laptop, ya udah, I give it a try in Software Engineering,” ucap Valen.
Awalnya Valen suka User Interface (UI) Design karena tertarik membuat desain aplikasi yang delightful dan enjoyable untuk user. Semakin digeluti, ia pun mengeksplor banyak hal dalam UI, bahkan semakin penasaran dengan inclusivity dan accessibility yang ada di bidang ini.
Biasanya desain berpusat pada “kenormalan”, standar umum yang kadang mengabaikan orang-orang dengan different abilities. Di sinilah inclusivity berperan. Aspek tersebut merupakan pembuatan desain untuk semua orang agar perbedaan apapun yang ada dari orang tersebut dapat teratasi.
Meski sulit, Valen selalu merasa puas ketika pembuatan itu berhasil. Sebab ia ingin semua orang bisa menggunakan aplikasinya.
“Karena aku pengen banget bisa humanizing digital experience for everyone,” pungkas Valen.
Aesthetic atau eye-pleasing semata tidak cukup. Desain harus bisa membawa kesenangan sendiri untuk setiap orang yang mengaksesnya, terlepas dari latar belakang dan keadaan apapun.
If You Never Try, You Will Never Know
Valen selalu berprinsip semua kesempatan bisa dicoba dulu, hasilnya dipikirkan belakangan. Misalnya, kamu ingin mencoba sesuatu yang baru. Namun, ketika merasa takut apakah mampu atau nggak, rasanya sayang sekali. Padahal di lain sisi, kamu belum coba kesempatan tersebut.
“Karena kalau kita overthinking mulu nggak akan kelar-kelar,” ucapnya.
Itulah yang menjadi kunci utama Valen bisa ikut banyak hal. Menjadi hal yang wajar ketika langkah pertama tidak begitu meyakinkan dengan melihat kemampuan diri sendiri. Namun, pada akhirnya setelah dijalani terlihatlah room improvement bagi Valen. Sesuatu yang membawanya kepada kesempatan-kesempatan lain yang memukau.
Slicing Open the Apple: Pengalaman Valen di Apple Developer Academy
Prinsip itulah yang juga mengantarnya pada Apple Developer Academy. Valen terpilih bergabung bersama 200 peserta dari 7000+ pelamar dengan tingkat penerimaan 2,8%. Wow, ketat sekali bukan? Tapi Valen berhasil membuktikan bahwa ia bisa menembus rangkaian seleksi.
Pembelajaran di Apple Developer Academy ini berbentuk challenge based learning. Terdapat 5 challenge yang terdiri dari 2 challenge tim, 2 challenge pribadi, dan 1 challenge besar. Selama berada di sana, ia bertanggung jawab sebagai pemimpin desain dan mengelola proses pembuatan aplikasi menggunakan pemikiran desain.
Hebatnya, ia terpilih menjadi student representative dari Apple Developer Academy ini bersama 3 peserta lainnya.
“Jadi di student representative ini aku berlaku untuk bisa memimpin dan menyediakan untuk bisa membuat komunitas untuk semua learner dari Apple Developer Academy. Untuk bisa mem-build pola pikir mereka as world class developer. Di situ aku masih merasa leadership skills aku kurang, tapi aku belajar banyak di situ untuk bisa me-manage 200 orang,” jelas Valen.
Dalam sebuah mini challenge bersama dengan tim, Valen mengangkat ide pada target user yang cukup tricky, yaitu orang dengan skizofrenia (ODS).
Tantangan tersebut butuh analisa dan ide baru dalam membantu orang-orang dengan skizofrenia. Cukup memusingkan dengan tidak adanya aplikasi untuk ODS yang bisa dijadikan referensi. Selain itu, ODS ini sangat sulit menangani dirinya sendiri. Bahkan dilihat dari curhatan-curhatan komunitas, mereka merasa ada yang mengontrol dirinya.
“Pada akhirnya kita butuh analisa baru, kita butuh ide baru, untuk gimana membantu orang-orang dengan skizofrenia ini. Sampai akhirnya kita menyadari ternyata orang-orang dengan skizofrenia ini tingkat terbesarnya bisa sembuh ataupun at least bisa meng-handle penyakitnya itu karena bantuan dari orang terdekat atau yang biasa disebut dengan caregiver,” jawab Valen mengenai pengalaman paling berkesan yang ia dapatkan saat praktik langsung menjadi seorang UI designer.
Dari situlah Valen dan tim mengembangkan aplikasi yang mampu membantu caregiver sekaligus ODS bernama Kazo (Kawan Skizofernia). KAZO membantu pengasuh orang yang hidup dengan Skizofrenia untuk melacak gejala dan menunjukkan status pasien.
Sayangnya, implementasinya tidak bisa dilakukan karena sebatas tantangan semata. Nevertheless, she gained a lot. Sepuluh bulannya bergabung di akademi tersebut sungguh tidak sia-sia.
“Dari hal ini (Apple Developer Academy) aku dapet banyak banget, pertama tentunya dari designing prosesnya. Aku bisa mempelajari dari sisi development or product management-nya, serta ada juga dari profesional skills dan work ethics-nya,” Valen membagikan.
Dengan kegigihan, akademi ini membuatnya lebih berkembang lagi dengan berhasil membuat desain untuk 3 aplikasi iOS dan 1 aplikasi MacOS. Sampai sekarang ia bisa berkoneksi dan menemukan tim yang solid untuk bekerja hingga pertemanan.
Small Businesses, Big Journeys
Valen tidak ingin berhenti di momen saat ini. Dengan masa depan yang masih terbentang begitu luas di hadapannya, Valen memiliki visi untuk berbisnis di digital transformation agency. Saat ini ia sedang merancang ide bisnis dengan teman-teman Digital Business Technology lain untuk mewujudkan visi itu.
“Hopefully it works nanti ya. Intinya sih di lima dan sepuluh tahun ke depan aku bisa melihat aku sebagai CEO,” ungkap Valen penuh dengan keyakinan ketika ditanya posisi dirinya lima sampai 10 tahun ke depan.
Tidak semata-mata untuk dirinya sendiri, Valen bermimpi untuk membantu Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) mendigitalisasikan bisnis mereka dan berkompetisi dunia teknologi yang persaingannya semakin ketat.
“Kuliah adalah tempat kalian untuk menguji diri dan tempat kalian untuk melakukan kesalahan. Agar kalian bisa cepet dan tau gimana harus bisa memperbaiki diri. Dan bisa akhirnya siap untuk nanti keluar ke dunia yang nyata, yaitu dunia kerja,” tutup Valen.
Add comment