Alasan yang paling umum ketika memilih jurusan kuliah adalah karena passion yang dimiliki atau peluang karier yang menjanjikan. Uniknya, Kayla Adriana Wijaya punya cara lain untuk menentukan jurusan, yaitu dengan mengikut tes minat bakat. Beruntung, keputusan tersebut tepat karena pengalaman kuliah di S1 International Business Law, justru membuatnya suka dengan hukum.
Mitos vs Fakta: Anak Hukum Harus Betah Baca
Tumpukan buku dan dokumen yang harus dikuasai oleh anak hukum tidaklah sedikit. Ditambah lagi, mereka harus benar-bener memahami maksud dari setiap bulir-bulir yang tercantum di peraturan perundang-undangan. Tak heran bila mereka harus meluangkan waktu lebih untuk membaca.
“Fakta, karena hampir semua tugas itu dalam bentuk paper yang butuh research jadi harus banyak baca, belum lagi baca putusan-putusan yang bisa ratusan halaman. Lomba di bidang hukum, seperti legal opinion, essay, dan moot court juga butuh research dulu buat bikin argumen sebelum bikin paper-nya.”
Banyaknya penelitian yang harus dilakukan membuat Kayla memiliki manajemen waktu yang baik, karena ia harus dapat membagi waktu antara tugas kuliah, lomba, dan organisasi yang mengisi kesehariannya.
Ia juga mengaku bahwa membaca dan time management adalah kebiasaan yang harus dimiliki oleh anak hukum, “Sebagai mahasiswa hukum, harus pintar-pintar bagi waktu karena satu tanggung jawab atau tugas bisa memakan waktu yang lama buat diselesaikan.”
Pantang Menyerah Layaknya Kang Sol A di Law School (K-Drama)
Meskipun sejak awal Kayla tak pernah terpikir akan mengambil jurusan hukum, ia tetap berusaha untuk memahami setiap mata kuliah yang diajarkan. Bahkan, ia tak ragu untuk mengikuti lomba tingkat internasional di tahun pertamanya.
“Aku iseng ikut lomba buat nambah pengalaman di CV, sekaligus nekat karena memang belum pernah ikut lomba hukum dan langsung coba yang internasional. Selama jalanin prosesnya, aku ternyata suka sama arbitrase, topik waktu itu.”
Di percobaan pertama, ia belum berhasil menang, namun mendapat banyak pembelajaran baru. Ilmu itulah yang dijadikan bekal untuk mendaftar kedua kalinya. Benar saja, semangat pantang menyerah dari mahasiswi penggemar K-Drama ini berbuah manis, “We were the highest-ranking team from Indonesia in Willem C. Vis International Commercial Arbitration Moot dan 2nd Runner Up di Indonesia Vis Pre-Moot.”
Selain berani mencoba kembali, lomba juga mengajarkannya untuk pantang menyerah karena prosesnya yang panjang dan menguras tenaga. “Research-nya nggak mudah karena harus cari sumber sendiri, masih ada revisi memorandum yang nggak selesai-selesai, latihan oral pleading setiap hari, dan lain-lain,” ceritanya.
Add comment