“Kita tentu ingin membangun generasi yang makmur, dengan memanfaatkan sumber daya. Tapi, kita jangan melampaui batas, sampai generasi berikutnya tidak bisa menikmati kesejahteraan yang sama. Di sinilah pentingnya konsep sustainability atau berkelanjutan.”
Vania Fitryanti Herlambang, Duta Sustainable Development Goals (SDGs) Indonesia 2019.
Digaungkan oleh banyak brand dan bisnis, kata sustainability tentu familier di telingamu. Namun, tahukah kamu makna sesungguhnya dari kata berkelanjutan ini, dan bagaimana konsep sustainable diterapkan di industri, bahkan kehidupanmu sehari-hari?
Hendak membantumu menjawab pertanyaan tersebut, pada 25-26 Juni lalu, Himpunan Mahasiswa STEM Universitas Prasetiya Mulya mengadakan STEM Innovation Challenge (STEM INC) 2021, lomba bagi pelajar SMA sekaligus webinar yang bertema “Sustainable Innovation in Agility”. Mengundang Vania Fitryanti Herlambang, selaku Duta Sustainable Development Goals (SDGs) Indonesia 2019, mari memperkaya insight seputar sustainability bersama!
Sisa Kemajuan Industri
Jika saat ini pemanfaatan batu bara dan bahan alam tak terbarukan sangat normal diupayakan, rupanya dahulu tidaklah demikian. Berawal dari revolusi industri 1.0, dimana mesin uap dan kegiatan industri mulai bermunculan untuk memenuhi kebutuhan perang dan konsumsi, itulah titik awal jumlah emisi yang besar di dunia.
“Dari data tahun 1990-2016, kelihatan bahwa sektor electricity itu paling berkontribusi menghasilkan gas rumah kaca. Lalu yang kedua transportation, manufacturing, agriculture dan seterusnya,” ungkap Vania. Polusi lingkungan akibat eksploitasi alam inilah yang menjadi tonggak munculnya istilah sustainability. Ketika membicarakan sustainability, terdapat 3 pilar utama yang tak bisa ditanggalkan, antara lain lingkungan, sosial, dan ekonomi.
“Sustainability is to make the world a better place for everyone now without destroying the possibilities for the next generation.”
Turut mengulik konsep Donut Economics karya Kate Raworth (2012) yang menjadikan sentral ring dengan pondasi hidup manusia seperti air, energi, dan pangan, Vania menjelaskan, “Sebenarnya, terdapat ecological ceiling atau batasan yang tidak boleh kita lewati, termasuk dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Karena ketika melampauinya berarti kita terlalu banyak mengeksploitasi dan terjadi fenomena lingkungan.”
Menerapkan Sustainability
Sayangnya, tak seluruh industri telah menerapkan batasan tersebut dalam proses produksi. Menyusuri daerah di Jawa Barat, kamu mungkin saja pernah mengitari Sungai Citarum, sungai yang diklaim terpolutif di dunia. “Selain kebiasaan warga di sekitar sungai yang membuang sampah, banyak sekali industri yang berdiri di bantaran sungai yang membuang sampahn tanpa diolah, demi memaksimalkan profit,” ungkap Vania.
Karena itu, Runner Up Puteri Indonesia 2018 ini mengatakan, bahwa dalam menerapkan sustainability, setiap industri perlu mengedepankan Life Cycle Analysis. “Perlu dievaluasi dulu dari step by step, sebenarnya apa saja dampak lingkungan yang muncul di setiap tahapannya,” ungkap Vania.
Sebuah contoh, dalam proses mengubah kelapa sawit menjadi minyak, banyak limbah tandan kosong yang dihasilkan. “Ternyata tandan kosong ini adalah biomassa yang ketika dibakar memiliki potensi energi besar untuk mencukupi kebutuhan energi di industrinya sendiri,” ungkap Vania. “Jadi ketika limbah itu diolah lagi untuk sumber energi diproses produksi, inilah tindakan inovasi yang mengarah ke sustainability.”
Selain memanfaatkan kembali limbah produksi, industri juga bisa mengedepankan efisiensi, seperti memaksimalkan energi panas yang dipakai agar tidak hilang. “Nah, meningkatkan efisiensi juga adalah upaya untuk meningkatkan sustainability factor dalam prosess industri,” sambung Vania.
I’m Just a Student, How Can I?
Masih dalam taraf pelajar dan mahasiswa, mungkin kamu merasa, bahwa tindakanmu tidak terlalu berarti, bernilai kecil, karena perihal sustainability ini terlihat kompleks, serta harus melibatkan banyak resource? Jika, ya, buang jauh-jauh pemikiran tersebut! Wanita lulusan S1 Teknik Kimia ini menjelaskan, “Cukup mulai dengan membentuk pola pikir ke arah sustainability supaya ketika lulus, kita siap dan sadar bahwa dalam berkarya kita tidak bisa melupakan ketiga pilar utama, yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan.”
Mindset berkelanjutan tersebut dapat dimulai dengan tahap: be thoughtful, implement knowledge, dan influence others.
- Be thoughtful: Peka terhadap apa yang terjadi di sekitar, tindakan apa yang akan diambil, dan jangan pernah meninggalkan ketiga pilar utama sustainability.
- Implement knowledge: Sadar bahwa dalam menjalankan proyek apapun, tak hanya aspek teknis atau produksi dan bisnis, melainkan juga aspek lingkungan juga perlu menjadi pertimbangan.
- Influence others: Semua orang adalah influencer bagi keluarga dan teman-teman terdekat, sehingga kita juga memiliki peran dalam membagikan pesan sustainability.
“Saya sendiri banyak belajar konsep sustainability dan zero waste living itu bukan dari public figure, melainkan dari teman satu sekolah”.
Add comment