Cerita Prasmul
Konsentrasi Manajemen Bisnis Termasuk Jurusan Paling Fleksibel, Mitos atau Fakta?

Konsentrasi Manajemen Bisnis Termasuk Jurusan Paling Fleksibel, Mitos atau Fakta?

Ilmu bisnis nyatanya tidak hanya dibutuhkan oleh mereka yang ingin mendirikan usaha, melainkan juga berlaku untuk setiap bidang pekerjaan. Dalam kata lain, pengetahuan yang diajarkan di S1 Business  Universitas Prasetiya Mulya bersifat universal sehingga para mahasiswa mampu memanfaatkannya untuk berbagai profesi, tidak terkecuali berkarier di korporat.

Gabriella Elva Fortunata, misalnya, yang memiliki mimpi untuk meniti karier profesional di industri FMCG dan jasa konsultan. Ia juga bercerita tentang bagaimana ia membangun portofolio yang mampu menunjang kariernya selama kuliah melalui artikel ini.

Mengasah Critical Thinking melalui International Project

“Salah satu benefit yang aku rasakan itu networking sama teman-teman yang punya ambisi dan very good in both academic and nonacademic, jadi bisa tumbuh bareng sama mereka. Aku juga bisa kenalan sama klien dari nasional dan global yang punya working culture yang berbeda.”

Hingga saat ini, Gaby, panggilan akrab Gabriella, sudah terlibat dalam tiga proyek jasa konsultan. Ketiga kesempatan tersebut ia peroleh ketika bergabung dengan The International Consulting Club at Indonesia. Pada masing-masing project, ia bekerjasama dengan mahasiswa dari universitas lain, yaitu Hong Kong University of Science and Technology pada proyek pertama dan Institut Teknologi Bandung pada proyek kedua dan ketiga.

Proyek yang dikerjakan pun beragam dari segi tantangan yang dihadapi dan tipe klien yang didapat. “Di proyek pertama kebetulan klien aku berbasis di Vancouver yang menghubungkan SDG dengan metaverse, jadi mau nggak mau aku sama teman-teman belajar banyak tentang itu sebelum kasih solusi,” ujar Gaby.

Kemudian, di proyek kedua dan ketiga, ia bertemu dengan klien asal Indonesia yaitu Teduh, sebuah aplikasi kesehatan mental dan Pinter, sebuah organisasi non-profit yang berfokus pada edukasi. “Nah, kalau di proyek kedua aku membantu customer retention strategy menggunakan gamification sedangkan klien ketiga meminta bantuan untuk mengembangkan strategi 6-month-disbursement-roadmap kepada sasaran bantuan,” lanjut Gaby.

Berdasarkan ketiga pengalaman tersebut, ia menyadai adanya perbedaan budaya kerja antara mahasiswa Indonesia dan luar negeri, terutama Hong Kong. Ia juga mengaku sempat terkendala masalah perbedaan waktu ketika berdiskusi dengan tim atau bertemu klien.

“Seperti pemanasan sekaligus portofolio kalau nanti terjun ke consulting company.”

Menjelajahi Dunia Bersama AIESEC dan IISMA

Perjalanan kuliah mahasiswa angkatan 2021 ini juga dihiasi kegiatan AIESEC. Bisa dibilang, ia mengalami cinta pada pandangan pertama dengan organisasi internasional ini.

“Tempat yang aku paling banyak belajar, terutama pas jadi freshman di Prasmul. Setelah lolos dari intern aku langsung memberanikan diri untuk terjun ke management board karena aku merasa AIESEC sudah sangat settle dan setiap orang punya personal development plan yang terstruktur rapi.”

Ekspektasi itu pun terpenuhi. Melalui AIESEC, ia belajar banyak tentang teamwork, yang jadi salah satu soft skill penting ketika masuk ke dunia profesional, “Kalau biasanya panitia lain mengerjakan suatu acara dengan bantuan puluhan orang, di AIESEC kita harus bisa bagi tugas dan memastikan semuanya berjalan lancar walau hanya 12 orang, dan ternyata memang bisa terjadi.”

Ia pun kembali melakukan eksplorasi sembari mewujudkan salah satu mimpinya untuk mencicipi perkuliahan di luar negeri. Kali ini, ia didukung oleh program IISMA untuk menempuh satu semester di University of Leicester.

“Aku memang dari awal tertarik study abroad atau student exchange sebelum nantinya lanjut S2 dan ternyata ini best time of my life karena aku bisa keluar dari comfort zone, lebih surprising-nya lagi, aku bisa menyalurkan bakat dan rasa penasaran aku disini.”

Pastinya, kesempatan ini membuat Gaby semakin mengenal passion dan kegemarannya.
Kalau berbicara soal burnout ketika menjajal beragam aktivitas, ia memilih untuk menata kembali jadwal dan rutinitasnya, “Aku step back, kesibukan aku ada apa saja, atur waktunya, aku bikin jadwal di HP bakal ngapain aja, priority-nya apa, to-do-list-nya apa, seminggu kedepan kesibukannya apa, jadi bakal lebih calm dan kasih stability.”

Add comment

Translate »